8. ALMOST

366 32 3
                                    

AUTHOR's POV

Melihat Kendall tertidur dengan sangat pulas membuat Harry mengulas senyumannya. Dia bersyukur bahwa hubungan pernikahannya baik-baik saja walaupun ada masalah yang selalu mengusik rumah tangga mereka.

Harry bersyukur untuk Kendall yang penyabar. Harry bersyukur untuk Kendall yang penyayang. Harry bersyukur untuk Kendall yang pemaaf. Harry bersyukur untuk Kendall yang berpikiran positif. Harry bersyukur untuk Kendall yang saat ini sedang mengandung. Dan yang paling Harry syukuri adalah Kendall yang hebat. Dalam hal apapun. Terutama ranjang, pikirnya.

Ia terkekeh geli akan pikirannya sendiri lalu bangkit dari kasur untuk bersiap-siap pergi ke kantor, tanpa membangunkan Kendall terlebih dahulu.

Setelah lima belas menit membersihkan badan, kini Harry membuka lemari bajunya untuk mengambil kemeja yang akan di pakainya untuk bekerja.

Saat Harry menarik kemeja itu, secarik kertas jatuh ke lantai dan mendarat persis di kakinya. Isi kertas itu menarik perhatiannya karena terdapat nama Kendall dan Harry tertulis.

Ia berjongkok untuk mengambil surat tersebut, namun tangannya berhenti bergerak saat Kendall memanggilnya.

"Harry.."

Mendengar itu, Harry menghampiri Kendall yang masih berbaring. Harry ikut berbaring menghadap Kendall sambil mengelus lembut kepalanya.

"Mau minum?" Tanya Harry pelan, dibalas dengan anggukan Kendall.

Harry pun segera keluar kamar, menuju dapur untuk mengambil segelas air untuk isterinya.

Selagi Harry keluar, Kendall menggunakan kesempatan ini untuk cepat-cepat memungut kertas yang tadi jatuh dan menyembunyikannya.

Kendall pikir, bagaimanapun juga Harry tidak boleh mengetahui tentang ini. Surat itu akan mengganggu kesehariannya sehingga membuat dia tidak konsen dalam pekerjaannya. Sudah cukup Kendall membuat Harry pusing.

Kendall kembali ke ranjangnya, duduk di pinggiran sambil sesekali berbicara dengan perutnya.

Sesuatu yang ia impikan selama ini akhirnya terwujud. Tidak lama lagi akan ada suara tangisan bayi setiap malam, mengganggu istirahat Kendall. Akan ada lagu-lagu anak kecil berkumandang ceria di rumahnya.

"Jangan sampai aku cemburu dengan anakku sendiri." Suara itu menginterupsi Kendall yang sedang menatap perutnya sambil mengusap.

"Kenapa begitu?" Tanyanya sambil menerima segelas air dari tangan Harry.

Harry duduk di sebelah Kendall dan memanyunkan bibirnya. "Bagaimana tidak? Sekarang kau selalu mengelus perutmu saja, kapan giliranku?" Dengusnya.

Tangan Kendall beralih mengelus kepala Harry, menyisir rambut tebalnya ke belakang. Terlihat ulasan senyum merekah di wajah Harry saat Kendall melakukannya lagi dan lagi.  Kini Harry menikmatinya dengan tidur di atas pangkuan Kendall, sambil merasakan halusnya sebuah elusan dari tangan seorang yang tulus, yang lembut, dan segalanya untuk Harry.

Memorinya kembali jatuh disaat pertama kali dia bertatap wajah dengan Kendall sebagai seorang bos dan sekretaris. Tanpa perlu mengenal, Harry sudah tau bahwa Kendall adalah orang yang independen. Terlihat dari gaya Kendall berbicara, beraktivitas, hingga mengerjakan apa yang tidak seperlunya dikerjakan.

Saat itu, saat dimana Harry benar-benar serius dalam hubungannya. Saat Harry merasakan kegugupan yang luar biasa, lebih gugup daripada bertemu dengan client. Saat Harry berhadapan tidak hanya dengan Kendall, tetapi dengan Tuhan, yang mempertemukan dia dengan wanita di hadapannya. Ya, saat Harry mengucapkan janji suci.

Perasaannya senang, gugup, takut, semangat, semua tercampur menjadi satu. Tidak ada hal lain yang dapat mengumpulkan semua perasaan itu.

"Hey, bangun!" Kendall menepuk pelan pipi Harry, sadar karena lelaki itu memejamkan mata sambil senyum-senyum seperti orang tidak waras. "Apa yang kau bayangkan, hm?" Tanya Kendall, mengintimidasi.

Harry terdiam sebentar lalu mengambil posisi, menempatkan wajahnya tidak kurang dari sepuluh senti dihadapan wajah Kendall.

"Tubuhmu." Jawab Harry singkat namun mengundang kekesalan untuk Kendall.

Sebelum tangan Kendall ganas mencubitnya, Harry berlari keluar kamar dengan Kendall yang mengejarnya dari belakang.

"Dasar pria mesum! Kemari kau!!" Teriak Kendall dengan nada tawa di akhir katanya.

Mereka berdua mirip dengan tokoh kartun Tom & Jerry yang selalu mengejar satu sama lain. Kendall yang kesal, dan Harry yang jahil juga cerdik menghindari tangkapan Kendall.

Setelah lama dirasa mereka berlarian di dalam rumah, Harry pun menghentikan langkahnya dan pasrah jika Kendall akan mencubitnya tanpa ampun.

"Akhirnya kau menyerah." Ujar Kendall sambil mencubit-cubit pinggang Harry.

"Anak kita belum punya kaki, aku tidak ingin mengajaknya berlari, nanti dia bingung bagaimana cara dia berlari seperti aku." Balas Harry dengan napas yang terengah-engah.

Benar juga. Usia kandungan Kendall masih muda dan belum terbentuk kaki juga tangan, lagipula bahaya kan jika Kendall berlari-lari?

"Kenakan pakaianmu, jangan jadi bos yang tidak baik untuk karyawannya. Tidak boleh terlambat." Perintah Kendall langsung mendapat gerakan hormat dari Harry, membuat Kendall menggeleng.

Harry pun menaiki tangga, menuju kamarnya untuk segera berpakaian.

Pikirannya kembali terputar pada secarik kertas yang ia temukan jatuh di kakinya beberapa menit yang lalu. Rasa penasaran semakin menguasainya, membuat ia mencari-cari keberadaan kertas itu sekarang.

Firasatnya mengatakan bahwa Kendall menyembunyikan sesuatu darinya, bisa jadi surat itu adalah halnya. Tetapi mengapa?

3 tahun sudah mereka terikat dalam hubungan yang sah, selama 3 tahun pula mereka tidak pernah menyembunyikan sesuatu dari satu sama lain. Harry yakin, Kendall sedang menjaga seseorang dan tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa lagi rumah tangga mereka.

Daripada membuang waktu mencari-cari, Harry pun berusaha melupakan keberadaan kertas itu dan bergegas turun ke dapur untuk menyantap sarapan yang Kendall siapkan.

"Hmmm... avocado toast, smells so good. Thank you wifey." Ucap Harry diakhiri dengan kecupan singkat di kening Kendall.

Harry pun duduk di kursi mini bar yang ada di dapurnya, langsung menghabisi sarapannya tanpa tersisa.

"Harry, aku ingin mengunjungi Kylie boleh?" Tanya Kendall sambil menerima piring kotor yang Harry berikan.

Lelaki itu menenggak airnya dan setelah rasa serat di tenggorokannya reda, ia merespon, "boleh, asal aku tidak menerima kabar kalau kau drop lagi." Ucap Harry seperti seorang ayah yang me-wanti-wanti anak perempuannya berpacaran.

"Ayay captain!" Seru Kendall semangat.

"Satu lagi, jangan mengemudi! Minta Kylie menjemputmu atau aku akan menyuruh supir mengantarmu." Kecam Harry sekali lagi.

Kendall mengangguk sambil tersenyum, "Ky akan menjemputku nanti."

"Yasudah kalau begitu. Aku berangkat kerja dulu." Harry menjeda ucapannya dan berjongkok hingga wajahnya sejajar dengan perut rata Kendall. "Hey, little me, Daddy berangkat kerja dulu ya. Jangan repotkan Mommy-mu. I love you." Harry berdiri, "and I love you more." Katanya diakhiri dengan kecupan lembut di bibir Kendall.

"I love you too. Hati-hati dijalan, jangan lupa makan siang." Kendall membalas Harry dengan pelukan.

"Kau juga. Bye! Sampai nanti!" Harry melambaikan tangannya sambil masuk ke dalam mobilnya dan duduk di kursi pengemudi.

What a great morning. Batin Kendall.

Tbc

Fight For Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang