Hii.. sorry baru muncul lagi heheh
Chapter ini short dulu :(Next time kita ketemuan ok?
Can be tomorrow or two days from now hihi
Kendall menatap tongkat yang terletak di sebelah kursi rodanya. Ia belum mengenakan tongkat itu karena berkesempatan untuk menggunakannya, Harry selalu bangun terlebih dahulu, kemudian menggendongnya dan menempatkan ia di kursi roda. Namun kali ini, Harry tampak belum membuka kedua matanya.
Ia melirik, Harry masih terlelap. Kantung matanya terlihat lebih gelap dari biasanya dan tulang pipi pria itu semakin tercetak jelas. Berat badan pria itu pasti menurun, namun entah mengapa Kendall tidak merasakan setitik kepedulian untuk itu.
Mengalihkan pandangan ke arah tongkat, ia pun bangkit dari posisi berbaringnya untuk duduk di sisi ranjang. Ia meraih dua tongkat itu perlahan-lahan dan berpegangan erat di gagangnya.
Dengan sedikit tenaga yang ia miliki, dan bantuan tongkat, ia mulai berdiri walaupun kaki kirinya sedikit bergemetar. Kaki kanannya yang masih terbalut gips ia biarkan menekuk dan akhirnya ia berhasil berdiri dengan bertumpu pada kaki kiri dan kedua tongkatnya.
Setelah ia berdiri tegak, ia mulai mengayunkan kedua tongkatnya ke depan dan mengangkat tubuhnya hingga ia maju selangkah demi selangkah. Senyumnya merekah saat ia berhasil berjalan beberapa langkah dengan bantuan tongkat. Akhirnya ia bebas berpindah tempat tanpa kursi roda.
Saking semangatnya, Kendall langsung melangkah keluar kamar sendiri, tanpa berniat membangunkan Harry.
Ia langsung menuju ke ruang makan, tempat dimana anak-anaknya selalu berada ketika pagi hari tiba. Kendall sangat merindukan waktu bersama Ava dan Arel.
"Mama?" Arel yang posisi duduknya menghadap Kendall, menatapnya dengan tercengang seolah ia sedang melihat mayat yang baru bangkit dari kuburnya. Well, penampilan Kendall yang urak-urakkan memang mendukung gagasan itu.
Ava juga seketika menoleh ke belakang dan betapa terkejutnya ia, melihat kondisi Kendall yang sudah lebih membaik, walaupun wajahnya masih pucat.
"Mama!!" Pekik Ava, kemudian ia melompat dari kursinya dan memeluk kaki kiri Kendall, begitu juga dengan Arel. Tinggi mereka yang hanya mencapai pinggul Kendall, membuat Kendall harus menundukkan kepala untuk melihat wajah anak-anaknya yang sangat ia rindukan.
Tangannya ia gunakan untuk mengusap kepala Ava dan Arel penuh sayang dan dengan senyuman manis merekah di wajahnya.
"Good morning." Sapa Kendall yang suaranya terdengar serak namun sangat lembut.
"Oh, Tuhan!"
Pandangan Kendall terarah ke samping, tepatnya pada Susan yang menutup mulutnya dengan kedua tangan. Ia juga sama terkejutnya dengan Ava dan Arel.
"Nyonya, k-kau sudah bisa berjalan?"
Kendall hanya mengangguk tanpa menghilangkan senyuman cantiknya. Akhirnya setelah sekian lama ia kembali merasa senang dan mendapatkan senyumannya kembali.
Sementara itu, Harry, ia menolehkan kepalanya, masih dengan mata terpejam. Namun ia langsung berubah posisi menjadi duduk saat ia membuka mata dan tidak melihat Kendall di sisinya, kursi rodanya juga kosong di sebelah ranjang.
Harry langsung bangkit berdiri, mengabaikan kepala pusingnya karena ia bangun dalam keadaan panik dan terburu-buru. Tujuan pertamanya untuk mencari Kendall adalah di kamar mandi. Namun ia mengurungkan niat saat melihat pintu kamar mandi tertutup dan lampunya mati. Juga, tidak ada suara yang menandakan kalau Kendall ada di dalam sana.
Memakai kaus, Harry kemudian keluar dari kamarnya dan berlari ke kamar Ava dan Arel. Ia membuka pintu kayu itu, lalu kembali berlari ke arah lain karena kamar Ava dan Arel kosong.
Ruang makan. Ya, ia belum memeriksa tempat itu.
"Susan, dimana Kendall?" Tanyanya dengan panik, pada Susan yang tiba-tiba lewat di depannya.
Harry mengernyit kebingungan saat Susan menyunggingkan senyum. Lalu kepala wanita tua itu menoleh, membuat Harry mengikuti arah pandangan Susan.
Kecemasannya seketika hilang begitu saja, tergantikan dengan perasaan yang lega karena ia telah menemukan Kendall yang berdiri, dipeluk Ava dan Arel.
Untuk sesaat Harry mematung, memandangi Kendall yang tak salah lagi sedang berdiri dengan kedua kakinya, walaupun dengan bantuan kedua tongkat. Harry akhirnya tersadar dan ia berjalan cepat ke hadapan Kendall, memegang kedua lengannya.
"Sayang," tak kuasa menahan senangnya, Harry menarik tubuh Kendall, mendekapnya begitu erat seolah Kendall adalah persatuan mozaik yang akan terpecah jika Harry melepasnya. "Oh, God.." Harry menatap tak percaya pada kedua kaki Kendall, kemudian ia mengecup Kening Kendall, cukup lama.
Sementara Harry memberikan perlakuan manisnya, Kendall hanya tersenyum dan memejamkan mata seolah menikmatinya. Bukan karena Harry, tapi karena ia sedang berada di hadapan anak-anaknya, tentu ia harus bersikap menerima semua itu jika tidak ingin anak-anaknya menaruh kecurigaan.
Kendall tidak sama seperti dulu lagi. Dulu ia akan senang dan merasakan sensasi debaran jantung yang cepat ketika Harry memperlakukannya dengan sangat romantis. Namun entah mengapa semua perasaan itu hilang, bersamaan dengan perginya calon bayi itu.
"Aku ingin melihatmu berjalan, Sayang. Bolehkah?" Harry melepas pelukannya perlahan-lahan.
Kendall melihat kedua anak-anaknya yang mengangguk, mengulang pertanyaan Harry.
"Tentu." Jawab Kendall, berbisik.
Harry pun mengajak Ava dan Arel menjauh untuk memberi ruang pada Kendall.
Kendall mengencangkam genggamannya pada tongkat itu dan perlahan-lahan mulai mengayunkan tongkat ke depan, disusul dengan kakinya. Selangkah demi selangkah ia tempuh hingga ia tidak menyadari dirinya sudah berjarak sangat dekat dengan Harry, terlihat dari kedua kaku mereka bersentuhan.
Iapun mendongakkan kepalanya perlahan-lahan dan ia dapat menangkap jelas Harry yang tersenyum lebar, tanpa niat sedikitpin untuk mundur dan menjauh.
Tepat ketika tatapan mereka bertemu, Harry menangkup wajah Kendall dan memberikan cumbuan pada bibirnya. Ciuman pertama setelah Kendall diperbolehkan keluar dari rumah sakit.
Sorak dan tepuk tangan Ava dan Arel seolah tidak terdengar karena ciuman yang Harry berikan. Kendall masih menutup rapat kedua bibirnya walau ia merasakan pergerakan bibir Harry yang pelan namun sedikit menuntut.
Kendall heran. Ia sangat bingung dengan dirinya sendiri. Untuk beberapa saat ia berusaha menemukan perasaan itu; perasaan dirinya yang seolah terbang ke langit ke tujuh saat Harry mencumbunya, namun ia tidak merasakannya sedikitpun. Justru ia ingin Harry menghentikannya secepat mungkin.
Dan ia menyembunyikan napas leganya saat Harry melepas tautan bibirnya. Pria itu tersenyum manis seraya menyatukan kedua kening mereka. Harry sedang dilanda perasaan senang luar biasa saat ini. Setelah berhari-hari Kendall bersikap seperti robot, kini Harry melihat Kendall dalam mood yang baik, itulah yang membuatnya berani mendaratkan ciuman.
Lucu memang, Harry adalah suaminya, namun ia malah takut mencium istrinya sendiri. Faktanya ia hanya ingin memberi ruang untuk Kendall dan berusaha untuk menepis perasaan ketidaknyamanan jika ia sedang bersama Kendall.
"I love you." Ujar Harry.
Kendall yang bingung hanya membalasnya dengan anggukan dan senyum canggung.
TBC
Gue ga berhenti mikirin; kali ini Harry sama Kendall ga ragu" buat out in public with their pacar..
Sebenernya ini skenario management atau mreka lagi adu pacar-pacaran?
🤡CLOWNS🤡
KAMU SEDANG MEMBACA
Fight For Love
Fanfiction•SEQUEL• BOOK 2/2 OF PARTNER IN LOVE Tidak ada kisah cinta yang berjalan mulus. Seluruh dongeng kesukaanmu bahkan memiliki konflik yang berbeda-beda. Mungkin kau sudah melupakan masa lalu, namun itu tidak menutup kemungkinan bahwa masa lalu akan mel...