7. LETTER

379 36 10
                                    

AUTHOR's POV

Dengan telaten Harry mendorong kursi roda Kendall sampai di tangga depan rumahnya. Ia pun berpikir bagaimana caranya agar Kendall bisa masuk ke dalam rumah tanpa Harry harus bersusah payah menggotong kursi rodanya juga. Lagipula tidak mungkin Harry menyuruh Kendall untuk berjalan, Kendall masih tidak terlalu kuat.

Setelah berpikir cukup lama, Harry pun memutuskan untuk menggendong Kendall yang malah mengejutkan wanita itu.

"Harry! Mengapa kau meninggalkan kursi rodanya?!" Sentak Kendall.

"Biar saja kursi roda itu, kan tidak mungkin aku menyuruh mu berjalan." Ucap Harry sambil terus berjalan ke dalam rumah.

Harry menempatkan Kendall di sofa dengan posisi berbaring dan menyelimuti Kendall dengan kain halus. Harry berlutut di sebelah kaki istrinya dan memijat pelan kaki-kaki itu.

Tanpa disadari, Kendall tersenyum manis melihat betapa seriusnya Harry memijat Kendall, walaupun dia tidak mengerti hal pijat-memijat.

Tak lama kemudian Harry  berdiri dan mengambil segelas air hangat untuk Kendall minum. Secepat mungkin, kendall mengubah ekspresinya menjadi datar karena ia tidak mau tertangkap basah sedang memperhatikan Harry.

"Minum lah, setelah itu aku akan membawamu tidur di kamar." Harry membatu Kendall untuk memegang gelas itu.

Sehabisnya air itu, Harry kembali menggendong Kendall dan membaringkan istrinya di ranjang, tak lupa menyelimutinya.

Harry bergumam "I love you, I'm so sorry."  Setelah mengecup kening Kendall.

Mata Kendall kembali terbuka saat Harry keluar dari kamar bernuansa klasik itu. Setetes air mata mengalir karena ia merasa bersalah telah bersikap dingin kepada suami nya sendiri. Tetapi apa boleh buat? Hatinya sudah terlalu remuk, firasatnya mengatakan kalau hal ini belum selesai, cepat atau lambat, akan ada lagi pertumpahan air mata.

KENDALL's POV

Aku mendengar suara Harry sedang berdebat dengan seorang di seberang telepon. Beberapa kali ia menyebut namaku saat aku tak sengaja lewat di belakangnya, ingin mengambil air setelah aku bangun tidur.

'Apa lagi maumu, bu? Belum puas kau merenggangkan hubunganku dengan Kendall?'

Ibu? Aku dan Harry? Apa masalah yang sebenarnya? Kenapa Harry menyalahkan Anne?

'Belum puas? Ibu, karena ulahmu, Kendall harus di rawat karena kandungannya sangat lemah.'

Karena Anne? Tidak mungkin, hari itu aku tidak bertemu Anne sama sekali, bagaimana mungkin dia yang menyebabkan aku masuk rumah sakit?

'Jalang yang kau kirimkan itu sukses memperdayakan aku dan hasilnya, aku harus menanggung malu di depan karyawanku, dan juga aku harus menahan diri untuk memeluk istriku sendiri, karenamu dia kecewa padaku!'

"Harry.."

Panggilku dengan berlinang air mata. Sungguh aku merasa sangat bersalah telah mendiaminya. Bukan dia yang berulah, tapi Anne.

"K-ken...?"

"Harry, a-aku minta maaf, tidak seharusnya aku bersikap seperti ini." Ucapku dengan pandangan yang kabur karena linangan air mataku.

Harry sempat terdiam namun dengan cepat ia memelukku. Aku membiarkan dia mengelus kepala dan punggungku, karena aku menyukainya.

"Tidak apa-apa, sayang. Jangan menangis, shh diamlah.."

Harry mengusap air mataku dan menarik kedua ujung bibirku dengan jarinya sehingga membentuk seulas senyuman. Dapat ku lihat jejak air mata di pipinya yang telah mengering. Dia juga menangis, oh stupid Kendall.

"It's not your fault." Ucap Harry lagi.

Aku kembali membenamkan wajahku di lehernya dan memeluk lelaki ini sekuat-kuatnya.

"Jadi.. aku masih dapat jatah kan?"

"Harry!"

...

AUTHOR's POV

"Sudahlah, aku tidak ingin ada dalam permainanmu yang konyol! Sudah cukup aku hampir kehilangannya dan buah hatiku! Mulai sekarang, aku akan memperhatikan kegiatan ibu melalui orang-orang suruhanku." Sentak Harry tajam di depan wajah Anne.

Lelaki itu langsung pergi meninggalkan rumah masa kecilnya, tidak memperdulikan Anne yang berteriak memanggilnya.

Harry mengemudikan mobilnya dengan kecepatan normal menuju rumahnya dan Kendall. Meskipun emosi membakar kepalanya, ia tidak ingin mencelakakan dirinya karena ia tidak mau anaknya nanti tidak mengenal ayahnya.

Di tempat yang berbeda dan waktu yang sama, seorang wanita paruh baya sedang mengirimkan surat yang berisi kalimat-kalimat ancaman kepada orang yang ditujunya. Dengan hati yang kecewa di campur amarah, kertas itu digoreskan dengan tinta-tinta yang seakan tidak akan habis untuk menulis berbagai ancaman kepada orang yang sangat ia benci.

"Kirimkan ini ke alamat yang tertulis di amplop ini!" Bentaknya pada orang-orang suruhannya.

"Dan ingat, jangan sampai ada yang melihat kalian, dan jangan sampai pria itu tiba lebih dahulu daripada kalian!"  Suruhnya tegas.

Tiga orang kekar berbaju serba hitam itupun menjalankan perintah majikannya dengan langsung dan cepat.

Benar saja, dalam kurang dari 10 menit, orang-orang itu telah tiba di depan rumah yang mereka tuju. Dengan cepat namun waspada, salah satu dari mereka melemparkan surat majikannya hingga mendarat pas di dekat pintu masuk.

Tanpa berlama-lama lagi, mereka melesat dengan cepat menggunakan mobil mereka.

...

"Ken? Where are you??" Teriak Harry ketika mendaratkan tubuhnya di sofa.

"Haruskah kau berteriak?" Kendall datang dengan tangannya di pinggang.

"Hehe, maaf, aku menemukan surat ini di depan pintu." Harry memberikan surat itu kepada istrinya. "Tidak ada nama pengirim, hanya alamat rumah kita." Lanjut Harry sambil meletakan tangan di belakang kepala dan memejamkan matanya.

Kendall membuka perlahan surat itu dan membaca satu-persatu kalimatnya dengan hati-hati. Dia berusaha untuk menebak nama pengirim nya karena di dalam surat itu pun tidak ada nama, hanya kode di bawahnya.

"1.14.14.5? apa maksudnya?" Gumam Kendall.

"Dari siapa itu?" Tanya Harry sambil menoleh pada Kendall yang berdiri tegang di sebelah Harry.

"Harry, surat ini bukan ditujukan untuk kita, surat ini untuk Kylie. Pengirim nya mengira bahwa Kylie tinggal disini." Ujar Kendall berbohong.

"Ohh, yasudah." Harry kembali memejamkan matanya.

Kendall dengan cepat membawa surat itu ke kamar dan menyelipkannya di sela-sela baju yang tertata rapih di lemarinya.

Dia terdiam sebentar sambil memikirkan maksud dari surat itu. Ia berusaha untuk mengetahui nama pengirim melalui kode yang tadi ia lihat.

Semakin lama berpikir, kepalanya semakin pusing dan ia pun teringat bahwa dia tidak boleh banyak pikiran karena akan membahayakan tubuh serta janinnya.

Kendall pun memilih untuk berendam di air hangat dan menghirup aroma terapi yang berada di tungku kecil di kamar mandinya.

Setelah melepas semua pakaian nya, Kendall mencelupkan kakinya dan duduk di bath up sambil mendengarkan musik klasik yang membuat perasaannya semakin tenang.

"Hey, boleh aku ikut?"

"HARRY!!"

————————————————————————

Heri nakal nih wkwkwk..

Hayo siapa yg bisa tebak pengirim surat?

Comment dan nanti aku follback buat yang bener!

Wait for the next chapter! Byeee💖

Fight For Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang