69. EMOTION

187 27 9
                                    

"Kita mau pergi, Ma? Kemana?"

Kendall menoleh saat mendapati Ava sudah berdiri di sebelahnya dengan kedua mata yang masih setengah terbuka.

"Ava mau ikut dengan Mama, 'kan?" Tanya Kendall balik, tak menghentikan kegiatannya dengan dua koper Ava dan Arel.

"Ikut kemana?"

"Ava, Mama tidak mau kalian disakiti lagi, jadi Mama akan membawa kalian tinggal di tempat lain." Kendall meraih kedua bahu Ava dan menatapnya secara lesu.

"Bagaimana dengan Papa? Papa ikut juga, 'kan?"

Seketika Kendall termenung. Rupanya Ava masih mempedulikan Harry setelah apa yang ia lakukan padanya dan adiknya. Bagaimanapun juga hubungan Ava dan Harry pernah sedekat nadi sebelum tragedi munculnya Chris dan diperburuk oleh rencana Adam yang berjalan lancar.

Kendall yakin jika saat ini Harry datang ke hadapan Ava dan meminta maaf, pasti Ava akan menerima Harry lagi.

"Mama sudah pulang ke sini, jadi Papa tidak akan sakiti kita lagi." Timpal Ava yang Kendall akui adalah benar.

Seharusnya Kendall tidak pernah meninggalkan Ava dan Arel, maka kejadian semalam tidak akan menghantuinya. Hal yang anak-anak itu butuhkan adalah perlindungan dari Kendall jika Harry hilang kontrol dan terlepas dari itu semua, mereka ingin tetap melihat orang tuanya bersama.

"Rumah ini sudah bukan milik Mama lagi, Sayang. Mama harus pindah, namun tidak dengan Papa. Kalian mau ikut dengan Mama, 'Kan?" Kendall mengulang pertanyaannya.

"Kita masih bisa ketemu Papa, Ma?"

"Tentu. Kalian boleh bertemu dengan Papa kapanpun yang kalian mau. Sekarang bantu Mama memilih barang kalian, ya?"

***

Semua barang-barang Ava dan Arel sudah terkemas rapi dalam koper dan beberapa tas jinjing. Sebentar lagi mereka akan meninggalkan rumah ini, bersamaan dengan Harry yang akan menandatangani gugatan perceraian dari Kendall.

Ketika mereka berjalan melewati ruang tamu, di sana mereka melihat Harry yang nampak duduk seorang diri, menangkup wajah dengan kedua tangan.

Penampilannya lebih buruk dari yang semalam Kendall lihat. Rambutnya tidak teratur, terdapat beberapa tanda merah di tangannya dan pakaiannya memperlihatkan bercak merah kecokelatan akibat ia menyeka darah dari sudut bibirnya menggunakan lengan kaus itu.

Kendall berhenti sejenak, memandangi Harry yang belum menyadari kehadiran Kendall bersama Ava dan Arel.

Ada sedikit perasaan iba melihat Harry seperti itu, namun Kendall harus tetap memiliki penahanan diri yang kuat agar tidak terlihat lemah di hadapan Harry.

"Papa."

Suara kecil Ava membuat Harry menoleh cepat dan matanya memandang nanar kepada tas-tas yang berada di sekeliling mereka.

"Ava.. Arel.." lirih Harry seraya berjalan menghampiri kedua anaknya dan berlutut. "Kalian mau kemana?"

"Ikut Mama." Jawab Arel. Anak itu tidak menunjukkan ekspresi marah atau takut saat Harry mendekatinya, ia seolah melupakan bahwa semalam Harry hampir mematahkan tangannya.

"K-kalian meninggalkan Papa?" Bersamaan dengan itu, air mata menggenang di pelupuk mata Harry.

Hal yang ia takutkan terjadi juga.

Melihat Harry berada di titik terlemahnya, Kendall pun berusaha mengalihkan pandangan dengan melihat ke sekelilingnya, namun menghindari Harry. Bagaimanapun juga ia masih memiliki perasaan cinta untuknya, sehingga dadanya terasa nyeri saat mendengar suara Harry bergetar.

Fight For Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang