suka?

1.9K 102 7
                                    

Usai meninggalkan keributan, Bara dengan santainya memasuki ruangan kepala sekolah seolah sudah tahu kalau ia akan dipanggil jadi dia memilih untuk menyerahkan diri secara langsung saja. Dan benar saja, Dewi, a.k.a kepala sekolah SMA Manggala kini tengah bersidekap dada menunggu kehadirannya.

"Assalamualaikum," sapa Bara lebih dulu menyembulkan kepalanya dengan nada suara rendah dan wajah tengilnya.

Dewi tak terusik, dia menatap Bara tajam dengan raut dingin. Sebaliknya, justru Bara yang terkekeh lucu melihat raut sang kepala sekolah yang tak lain adalah tantenya.

"Ini bukan tugas kamu, Bara!" Cercanya dengan sedikit emosi.

Bara mengangguk-ngangguk singkat, senyum manisnya tak pernah luntur dari bibir. Ia mengambil tempat duduk dihadapan Dewi yang terhalang sebuah meja besar, kemudian tangannya terulur meletakkan sebuah flashdisk diatasnya.
Dewi menatap uluran itu, sebelah alisnya terangkat meminta penjelasan maksud dari flashdisk itu.

Menghela napas singkat. "Bukti transaksi jual beli narkoba atas nama Naufal Greyson, dan percobaan pemerkosaan." Tutur Bara.

"Siswa yang kamu lempar ke tembok tadi?" Selidik Dewi, Bara hanya mengangguk singkat.

Dewi menghela napas frustasi. "Berapa kali Tante bilang, ini bukan tugas kamu." Ujarnya penuh penekanan.

"Quare? Im 'unus de princeps. Gue kaptennya." protes Bara menyombongkan kedudukannya.

"Tante yang berkuasa disekolah ini. Im imperium, jadi Tante berhak buat nyabut jabatan kamu." Ancamnya membuat Bara melotot tak percaya.

"Tante nggak bisa gitu dong!" Protesnya.

"Kenapa? Kamu bisa seenaknya kenapa Tante nggak bisa?" Dewi tersenyum licik membuat Bara berdecak sebal.

"Tapi kan dia emang salah, jadi hukuman itu pantas dia dapatkan. Lagian cuman dibenturin doang, tahu gini langsung gue pecahin aja kepalanya." Imbuh Bara masih membela diri.

Dewi menggeleng lemah, keponakannya yang satu ini memang susah dikendalikan.
"Kamu tahu struktur kan? Algio itu iudex, dia lebih punya hak untuk menentukan hukuman yang pantas. Bukan asal-asalan kayak kamu."

"Ribet tahu nggak. Orang udah jelas-jelas salah." Sungut Bara masih tak menyerah.

"Kamu ini benar-benar susah diatur!" Omel Dewi.

"Lalu, Arabella, kenapa kamu melukainya?" Selidik Dewi lagi.

Bara menaikkan sebelah alisnya. "Siapa?" Tanyanya kebingungan.

"Siswi yang jarinya hampir kamu patahin tadi." Tuturnya, Bara ber- oh ria, dia baru ingat kalau tadi korbannya tak hanya satu.

"Nggak dipatahin kok, cuma mau kenalan aja. Emangnya salah?" Jelasnya lempeng tanpa dosa membuat Dewi tercengang, gaya kenalan Bara memang anti-mainstream.

"Ya jelas salah, pinter!" Geram Dewi kelewat greget.

"Salahnya dimana coba, semua orang kalau mau kenalan pasti diinjek. Contohnya pas kemaren gue make sepatu baru, noh duo Dajal malah nginjek sepatu gue sambil bilang 'wihh sepatu baru nih, kenalan dulu dong!' _" Bara mencontohkan interaksi antara dia dan kedua temannya, Davi dan Rijal kemarin dengan nada lucu. "Nggak salah kan gue?" Lanjutnya meminta pendapat.

"Nggak gitu konsepnya!"  Teriak Dewi dalam hati. Dia kehabisan kata-kata. Otak keponakannya itu memang sudah kena damage dari lahir, tidak salah kalau kelakuannya super emejing sekali. Kalau dia bisa memodifikasi, maka dia mau mengganti otak Bara dengan controller alias otak robot yang lebih mudah untuk dikendalikan.
Dewi merasa sia-sia saja tubuh Bara yang atletis bak model itu jikalau dikendalikan oleh otak rusak.

Tristis (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang