"Papa," Leya tercengang ditempatnya. Seorang pria paruh baya membalikkan tubuhnya yang semula terduduk di depan meja kepala sekolah SMA Manggala.Dari tatapannya Leya menangkap gurat kekecewaan begitu besar terhadapnya. Berusaha sekuat apapun, air mata yang Leya coba tahan sedari tadi akhirnya lolos juga kala melihat sosok yang dirindukannya akhirnya muncul dalam keadaan baik-baik saja. Segera ia memeluk cinta pertamanya itu dan menangis di sana.
"Papa darimana saja, Leya khawatir nyariin papa," ujarnya sesenggukan. "Leya takut papa kenapa-kenapa," lirihnya benar-benar mencemaskan sang papa.
Mau semarah apapun, nyatanya seorang ayah tidak pernah bisa melihat putrinya menderita. Damian yang semula terlihat kesal seketika terenyuh mendengar ucapan lirih sang putri. Tidak menyangka putrinya akan menangis tersedu-sedu begitu, seakan setiap kalimat yang ia lontarkan mengandung ketakutan besar. Dia pun membalas dekapan itu penuh kerinduan, tangannya bergerak mengelus lembut punggung putrinya tersebut berupaya menghentikan tangisannya.
"Sudah sayang, berhenti menangis," tuturnya tak tega.
"Permisi,"
Leya segera melepaskan pelukannya dari sang papa ketika mendengar suara kepala sekolahnya diiringi dengan derit pintu yang terbuka. Mata sembabnya menangkap sorot tegas Bu Dewi mengarah kepadanya, segera ia menundukkan wajahnya.
"Pak Damian, orang tua dari Valleya Agnesia?"
"Benar, Bu,"
Dewi menyambut tangan Damian dengan hormat, setelahnya mempersilahkan kedua ayah serta anak itu untuk duduk. Kepala sekolah yang terkenal dengan ketegasannya itu sekali lagi melirik singkat pada Leya yang masih pada posisinya tertunduk pasrah, lalu setelahnya baru memulai obrolan serius dengan Damian.
"Sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas waktunya, bapak memenuhi panggilan dari pihak sekolah. Sudah mendengar kabarnya dari staf yang menelpon bapak, kan?" Selidik Dewi memastikan.
Damian menghembuskan napas berat, lantas mengangguk mengiyakan. Dia telah mendengarkan alasan mengapa ia dipanggil kemari oleh salah satu staf sekolah. Hatinya benar-benar hancur dengan kabar buruk menyangkut putri kesayangannya itu. Dia tidak menyangka jika kepergian mendadaknya ke luar kota selama beberapa hari ini bisa menimbulkan efek kelalaian begitu besarnya sampai-sampai membahayakan nyawa seseorang.
Damian tidak habis pikir, mengapa putrinya yang begitu baik nan lemah lembut ini bisa berbuat jahat hingga tega melukai teman sekelasnya. Pria itu betul-betul kecewa akan dirinya sendiri, merasa gagal menjadi seorang ayah.
"Atas nama anak saya, saya mau meminta maaf yang sebesar-besarnya. Karena keteledoran saya sebagai orang tua yang tidak bisa mendidik anak satu-satunya."
Leya begitu terpukul mendengarnya, tapi mau bagaimana lagi? Itu memang kenyataannya.
" Tapi kalau bisa jangan sampai anak saya dikeluarkan dari sekolah, Bu," mohon nya penuh harap.
Dewi mengangguk paham. "Kami mengerti, sebagai seorang ayah anda menginginkan yang terbaik untuk Valleya. Tapi pihak sekolah yang bertugas sebagai panutan harus tetap bertindak tegas dalam mengambil keputusan terhadap siswa, apalagi masalah ini menyangkut keselamatan siswa lainnya. Saya harap, bapak mengerti maksud kami."
"Tapi, Bu, saya mohon maafkanlah anak saya. Dia tidak mungkin sengaja memberikan buah beracun itu kepada temannya. Pasti ada kesalahpahaman disini atau mungkin ada seseorang yang berniat ingin mengusili siswa tersebut dengan menjebak anak saya." Sanggah Damian tidak menyerah.
"Pak Damian, ini bukan waktunya berdebat dan menyalahkan orang lain. Demi keamanan, kami harus mengambil keputusan dan Valleya sendiri bahkan sudah mengakui perbuatannya." Tegas Dewi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tristis (TAMAT)
Mystery / Thriller( BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM BACA) 🏅Rank 1 #murung 🏅Rank 2 #Toxic 🏅Rank 3 #psychokiller 🏅Rank 2 #Latin 🏅Rank 1 #Riddles Arabella Milanello, cewek yang dijuluki semua orang sebagai cewek cupu, korban bullying yang membalut sejuta luka dengan seny...