mendalami peran

576 31 2
                                    


Brukkk

"Gue patahin kaki lu, ye! Dari tadi nggak bisa diem," deliknya tajam pada orang didepannya ini.

"Hehehe,," nyengir kuda adalah andalannya seolah tidak merasa bersalah sedikitpun. Tanpa membuka matanya dan masih setia dengan posisi bersender nyaman sembari melipat kedua tangan di dada dengan muka menghadap ke atas. Ya, posisi ini yang coba ia dapatkan setelah mengeksplorasi berbagai macam gaya untuk terlelap.

Bagaimana tidak kesal. Dari tadi mereka mencoba untuk tertidur dan bahkan Arya juga nyaris masuk kedalam alam mimpi sebelum akhirnya si Bara mengacaukan semua. Terlalu pecicilan, sedari tadi ada saja kegaduhan yang tercipta. Entah itu disengaja atau tidak alhasil kakinya yang kesurupan jin gabut pun menendang semua yang ada didekatnya. Mulai dari menyilangkan kaki, berselonjor ke atas kursi samping, hingga terakhir diangkatnya ke atas meja.  Apapun yang ia lewati berjatuhan kesana kemari menimbulkan bunyi gaduh yang mengganggu tidur Arya.

"Eh, by the way, Ya,"

"Hm," sahut cowok itu malas tanpa melirik ke arah lawan bicara, sebab rasa kantuknya sudah tidak tertahan namun masih terus diganggu oleh bisikan gaib setan disebelahnya.

"Menurut lo, kapan gue bisa bunuh Lo?"

"Ck," senyum sinis terbit disudut bibir Arya. "Yakin banget lo bakal nyabut nyawa gue." Ujarnya.

Tawa kecil dari mulut Bara mengalun sempurna. "Gue kan malaikat maut, Lo lupa?" Candanya. "Optimisme gue kuat sama my little monster. Bentar lagi dia bakal berubah jadi monster kek gue," sambungnya.

"Tai!" Kekehan Arya menimpali. "Kita lihat aja nanti,"

"Oke, let's see!" Gumamnya membuka mata dan memilih menatap langit-langit perpustakaan yang sunyi itu.

____

Lama terdiam, mungkinkah mereka sudah terbuai dalam mimpi? Arya kembali tenang dalam pikirannya hingga tak lama terdengar helaan napas panjang yang menarik perhatian Arya dan dengan terpaksa cowok itu membuka matanya.

Ia menoleh pada Bara yang masih setia dengan pikirannya, rupanya cowok itu belum tertidur. Bahkan matanya pun setia menatap kosong ke atas seperti memikirkan sesuatu.

"Kenapa lu, dilema milih kematian gue atau Zefa?" Tanyanya tak yakin.

Cowok itu tertawa mengejek. "Ya kali, perduli apa gue sama hidup orang." Acuhnya.

"Hahaha, udah gue duga. Lo kan Dajjal, mana punya hati sih," Arya menggeleng tak habis pikir.

"Sialan," umpat Bara namun ikut tertawa kecil. "Gimana kalau lo yang mati?" Lanjutnya bertanya.

Arya mengikuti arah pandang Bara, tangannya ia silangkan diatas kepala menatap balok langit-langit perpustakaan. "Mati tinggal mati. Bodoamat gue," timpalnya santai. Terlampau santai malahan seolah kematian hanyalah wacana belaka.

"Tulis wasiat gih, harta keluarga Lo atas nama gue aja. Kan lumayan buat modal nikah sama Beauty," kelakarnya membuat tawa mereka menggema diruangan senyap itu.

Begitulah pertemanan kedua psikopat yang sedang menyamar dalam tubuh anak SMA. Kehidupan begitu tak berarti dimata mereka, bahkan sekarang membicarakan kematian saja terdengar seperti obrolan santai. Seperti seorang anak yang ingin ngajak bermain, pertanyaan "kalau Lo mati" terdengar "kalau lo kalah main gimana?"

Mereka sama sekali tidak punya perasaan atau mungkin mati rasa. Tidak ada yang lebih menarik ketimbang permainan buatan mereka sendiri di dunia ini. Hadiah dan konsekuensinya juga sama gilanya sebab taruhannya nyawa. Jika Arya memenangkan tugas ini maka Zefa harus mati, akan tetapi jika ia kalah maka Bara yang akan membunuhnya sebagai ganti. Circle yang cukup rumit dimengerti oleh akal sehat manusia normal, tapi bagi mereka itu bukanlah apa-apa.

Tristis (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang