Violetta

555 33 5
                                    


Seorang anak perempuan, dengan aura positif terlihat berjalan santai menuju ke panti asuhan tempatnya dibesarkan. Rambutnya sedikit ikal berwarna hitam kecokelatan, dengan kulit putih khas Indonesia menambah kesan cantiknya. Dia yang saat itu baru pulang dari sekolah tiba-tiba berhenti ditengah jalan setelah tidak sengaja melihat ada orang terjatuh dari sepeda. Segera, diapun berlari menghampiri anak laki-laki itu untuk kemudian membantunya berdiri.

"Kamu nggak apa-apa?" Tanyanya setelah berhasil mengangkat sepeda yang menindih kaki anak laki-laki tadi.

Terdengar anak laki-laki tersebut meringis kesakitan memegangi lututnya.

"Kaki kamu berdarah," dia menyadarinya. "Aku bantu obatin ya?" Ucapnya kemudian mengambil sebuah hansaplast yang memang tersedia di saku tas dan menempelkannya pada luka anak yang ditolongnya.

"Gimana, masih sakit nggak?" Anak perempuan itu kembali bertanya setelahnya.

"Masih," laki-laki itu mengangguk jujur. Dia merasakan sekitar lukanya tadi teramat perih.

Anak perempuan itu nampak kebingungan sembari menyapu pandang sekitaran. Tidak ada orang yang melintas untuk dimintai tolong. "Rumah kamu dimana? Jauh nggak dari sini?" Akhirnya dia berinisiatif berbuat sesuatu.

Anak laki-laki itu menunjuk sebuah bangunan yang memang hanya beberapa meter dari jarak mereka berada.

"Ya udah kalau begitu, aku anterin aja ya," lanjutnya kemudian membantu memapah anak tadi, sementara sepedanya mereka biarkan tergeletak di pinggir jalan. Anak laki-laki tadi yang memintanya sebab nanti dia akan menyuruh orang lain mengambilnya.

"Terimakasih, nama kamu siapa?" Ucap anak laki-laki itu kemudian.

"Violetta."

"Aku William Dacota,"

Itulah yang menjadi awal pertemuan kedua sahabat, William dan Violetta. Sejak kejadian tersebut, keduanya jadi lebih sering bertemu, bermain bersama dan bercerita tentang masalah sekolah serta cita-cita mereka.

___

"Vio, nanti kalau sudah besar aku mau jadi presiden." William dengan percaya diri mengatakan ambisinya kepada sang sahabat.

Gadis itu meliriknya."Presiden? emang bisa?" Ejek Violetta tertawa menyebalkan, dengan raut tidak yakin.

William yang mendengar nada meremehkan itu pun jadi cemberut. Semangatnya tadi berubah sendu. "Lihat saja, aku akan buktikan ke kamu suatu saat nanti."

"Oke, nanti aku akan jadi orang pertama yang ngeledek kamu kalau mimpi itu nggak kesampaian. Will si pemimpi tapi pemalas," Violetta memang senang sekali menjatuhkan angan-angan William dengan mengungkit sikap malasnya.

Tapi dengan begitu, keduanya sama-sama punya ketertarikan masing-masing sisi. Hubungan mereka berdua sangat erat, bahkan William sering sekali berkunjung ke panti asuhan hanya demi bisa bermain bersama sang sahabat. Sampai tiba suatu hari, jarak pun terpaksa memisahkan kedua sahabat tersebut. Keluarga William pindah ke Amerika karena urusan pekerjaan ayahnya dan mau tidak mau diapun harus meninggalkan Violetta entah sampai kapan.

Ini yang membuat Violetta merasa sangat terpukul. Satu-satunya sahabat yang dia punya harus pergi meninggalkannya. Sejak saat itu Violetta berubah menjadi lebih pemurung dari biasanya. Dia enggan berteman dengan siapapun, bahkan ibu Susan yang biasanya sangat memanjakannya. Letta menutup rapat percakapan mereka.

Sebenarnya bukan karena kepergian William saja yang membuatnya terpukul, melainkan ketika terungkapnya sebuah rahasia besar yang selama ini ditutupi darinya. Yakni, saat dia mengetahui jika dirinya mempunyai dua saudara kembar dan nasib mereka jauh lebih baik daripada dirinya.

Tristis (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang