deinde scopum

441 30 30
                                    


Senyum itu semakin lebar, matanya tak jua beralih dari layar digenggamannya. Wajah gadis belia terpampang jelas di sana, akan tetapi sepertinya itu bukan pose orang yang sudah siap untuk difoto. Karena dari kontur tubuh si gadis nampak tidak siap di dalam kamera. Lebih mirip candid photo. Atau mungkin gambar tersebut diambil secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan gadis itu. Lagi, kini ia menggeser tombol hingga layar menunjukkan gambar lainnya. Tetap, itu adalah si gadis yang sama, cuman berbeda baju dan tempat pengambilan.

Tak berselang waktu lama, pria yang semula terduduk santai sembari bermain ponsel itu seketika melototkan matanya sempurna. Sesuatu membuatnya terkejut nyaris terkena serangan jantung.
Bergerak bangkit dari kursi, ia mengambil tempat yang agak jauh dari teras rumah supaya tidak menimbulkan kecurigaan sang istri yang apabila mendapatinya.

"Apa-apaan ini!" Gerutunya memandangi benda pipih tersebut. Tangannya terulur memijat pelipisnya yang seketika itu juga terasa pening.

"Siapa orang iseng yang melakukannya?!" Cercanya marah.

Segera, tanpa pikir panjang dia langsung menghubungi balik nomor misterius yang mengiriminya pesan dengan nada mengancam tersebut. Otaknya tidak bisa merespon apapun selain kekesalan bercampur kegugupan. Entah bagaimana bisa hal pribadinya dijadikan bahan ancaman untuk membuatnya mati kutu. Ini tidak bisa dibiarkan!

"Apa mau kamu? Kenapa kamu mengirimkan hal itu kepada saya? Kamu mau memeras harta saya? Hah! Siapa kamu sebenarnya?!" Selorohnya memaki orang di seberang telepon begitu mendapat jawaban.

Tawa sinis di sana semakin memancing emosi pria tersebut. Rupanya si pelaku adalah seorang perempuan.

"Cepat katakan, siapa kamu sebenarnya?!" Sentak pria itu lagi.

"Ck," nadanya terdengar mencibir. "Alvin, Alvin. Dasar payah!"

Napas pria itu tercekat. Bagaimana orang tersebut mengetahui namanya? Alvin jadi semakin penasaran dengan sosok itu.

"Berhenti bermain-main! Cepat katakan apa mau kamu sebenarnya?"

Pria itu tetap menjaga suaranya agar tidak terdengar bergetar karena gugup. Siapapun pasti akan merasa ketakutan juga cemas mendapat pesan dari orang tak dikenal yang bahkan mengetahui namanya.

Kekehan kembali menyapa telinga pria itu membuatnya sedikit bergidik. Apalagi diwaktu malam yang hening begini, dimana tidak ada orang lain lagi selain bunyi jangkrik beserta hewan malam lainnya.

"Jujur saja, saya sangat kasihan terhadap nasibmu," Alvin mengernyit tak paham dengan ucapan wanita misterius itu. "Cinta yang sudah kamu pendam sekian lama harus berakhir karena perjodohan dengan wanita yang tidak pernah bisa kamu sukai. Bahkan sampai detik ini." Lanjutnya tertawa mengejek.

Alvin membatu. Kenapa orang itu bisa tahu begitu banyak tentang masalah pribadinya? Memang benar, lelaki itu menikah karena terpaksa dengan jodoh pilihan orang tuanya. Padahal dia sudah memiliki calon sendiri. Ya, walaupun belum tahu apakah orang yang ia cintai diam-diam tersebut juga punya perasaan yang sama atau tidak. Yang jelas sampai hari ini Alvin masih mengharapkan pujaan hatinya, dan istrinya yang kini bersamanya tak lebih dari teman biasa dihidupnya.

"Saya tahu, kamu masih sangat mencintainya. Betulkan?"

"Ss-siapa maksud k-kamu?" Alvin mendadak gelagapan dibuatnya.

Orang tersebut pasti hanya ingin menggertaknya.  Lagian, mana mungkin ia tahu perasaan yang Alvin sendiri pendam dari lama dan tidak pernah ia bicarakan kesiapapun. Mustahil! Kecuali jika si misterius itu adalah cenayang.

Tawa wanita itu semakin besar hingga Alvin harus menjauhkan ponselnya dari telinga untuk sesaat.

"Jangan bodoh!" Suara diseberang tiba-tiba membentak. "Jika kamu mencintainya maka miliki dia secepatnya!"

Tristis (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang