Tante Vio

881 52 0
                                    


Brakk

Sebuah kursi kayu ditendang keras hingga membentur dinding sebelum akhirnya jatuh ke lantai. Pria itu tersentak kaget dan refleks menoleh ke arah pelaku yang menciptakan bunyi gaduh tersebut.

Bara melangkah dengan santai namun memancarkan aura aneh lewat tatapan matanya serta mengusung seringai tipis yang membuat bulu kuduk pria disudut ruangan itu meremang.

"Hai, Mister Lee!" Sapa Bara lebih sopan.

Mr. Lee menatapnya sedikit was-was. Bayangan bagaimana peluru yang ditembakkan oleh Bara kepada anak buahnya kala itu terulang dengan jelas di otaknya. Kepala-kepala itu hancur seketika bak petasan disulut api.
Mengerikan. Cowok itu adalah ancaman yang sangat mematikan.

Bara tersenyum tipis melihat raut wajah Mr. Lee yang panik. "Tenang, gue nggak semenyeramkan malaikat maut, kok." Ujarnya mengejek.

"Tapi gue bisa lebih kejam dari itu." Sambungnya dengan nada rendah.

Mr. Lee menelan ludah dengan susah payah, seperti ada yang nyangkut di tenggorokannya membuat ia kesulitan membuka mulut.

"Si_silahkan bunuh saya, jangan mengancam saya seperti itu." Ucap Mr. Lee sedikit terbata.

Cowok itu menggeleng. "No, Mister, Gue nggak ngancem, cuma mau pamer aja." Ia menjeda kalimatnya sejenak. "Pamer kalau gue pernah mencabut jantung orang dalam keadaan hidup-hidup." Sambungnya diakhiri dengan smirknya.

Mata Mr. Lee membulat sempurna mendengar penuturan cowok didepannya itu.

"Jlebbb, srett, dapet deh jantungnya." Dia bahkan memperagakan hal mengerikan tersebut. "Mau gue praktekkan, nggak?" Tawarnya.

"Bu_bunuh saja, tapi jangan siksa saya." Melasnya tak sanggup membayangkan hal mengerikan itu menimpanya.

Bara menyunggingkan senyum termanisnya seraya berjalan mendekati Mr. Lee yang berusaha menghindar ke pojok ruangan.
Tepat didepan Mr. Lee, Bara berhenti. Ia mengarahkan ujung pisau dari anak panah yang memang sudah dia selipkan dibelakang punggungnya.

Sementara Mr. Lee hanya bisa terdiam kaku tak berani berkutik, menunggu anak panah itu mencabut jantungnya. Bisa ia bayangkan betapa sakit proses sekaratul maut dari seorang iblis. Cowok itu menikmati raut ketakutan yang terpancar dari wajah Mr. Lee.

"Apa yang kamu lakukan, Bara?"

Keduanya menoleh bersamaan ke arah pintu masuk. Mr. Lee menghembuskan napas legah, akhirnya ada juga yang menolongnya.

"Cuman ngetes mental. Lemah, Cemen. Gue nggak suka mafia yang Cemen, kek dia." Tuturnya.

Bismo yang mendengarnya sontak terkekeh kecil.

"Pergilah," titahnya pada Bara.

Sebelum meninggalkan ruangan, dia kembali menoleh pada Mr. Lee. "Manis bukan berarti gula, pahit tak melulu racun." Ucapnya menciptakan tanya dibenak Mr. Lee.

"Vale, Dominus." Pamitnya membungkuk hormat kepada Bismo.

______

Suasana kembali hening setelah kepergian Bara. Mr. Lee masih berusaha mencerna kalimat terakhir dari cowok itu tadi. Apakah itu sebuah ancaman atau peringatan? Atau mungkin jalan keluar untuk masalahnya? Entahlah, apa maksud perkataan anak itu.

"Kau terlihat sangat tegang, Mister Lee," cibir Bismo memperhatikan gelagat lawan bicaranya.

Sebisa mungkin, Mr. Lee merubah ekspresi wajahnya menjadi lebih tenang untuk menutupi rasa takut nya.

"Kenapa anda menahan saya?" Ia memberanikan diri menatap lawan bicaranya.

"Kau terlalu sulit ditemui, jadi saya rasa sedikit paksaan tidak apa, bukan?" Bismo tersenyum ramah..

Tristis (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang