Arsenik

861 49 4
                                        


Brakkk

"Heleeepp, kelelep, lontooooong!" Cowok itu merangkak tertatih-tatih sembari berteriak minta tolong heboh, lengkap dengan suara serak khas orang paling menderita di dunia ini. Dia menjatuhkan tubuhnya hingga terlentang sembari memegang dadanya dengan sebelah tangan dan satu tangan lainnya mengarah pada orang-orang yang sedang memperhatikan tingkahnya.

"hamba sudah tidak kuat lagi. Uhuk, uhuk," ia semakin mendramatisir. "Sepertinya cendol buk Asih masih menyangkut di hidung hamba. Tidak, sakit sekali, aw" tangannya memegang pelipisnya seolah-olah sedang menahan sakit yang teramat.

"Maafkan semua kesalahan hamba wahai penghuni alam fatamorgana, sampai jumpa. Ahhkkkkkkkk!" Matanya menutup seketika serta wajahnya ia jatuhkan kesamping. Persis sekali aktor sinetron yang andal.

"CK," wanita itu berdecak kesal dan langsung bangkit dari posisi duduknya. Berkacak pinggang, menatap lelaki yang tengah berbaring di depan pintunya.

"Keponakan gila! Hebat yah, habis bunuh orang nggak bilang-bilang asal nyelonong pergi. Darimana aja kamu?" Cercanya menukik tajam.

Cowok itu membuka matanya sebentar lalu kembali terpejam. "Gue lagi mati Tan, ceramahnya entar aja di Padang Mahsyar." timpalnya ngaco membuat Dewi tercengang, sedetik kemudian wanita itu mendengus jengkel.

"Bagus. Mati aja sana, biar nggak ngeribetin hidup orang!" Berang nya. Namun si bocah membatu, dia bahkan tidak menanggapi ocehan sang Tante yang terlampau kesal sebab harus turun tangan membereskan semua kekacauan yang Bara tinggalkan begitu saja.

Dia harus bolak-balik memberikan penjelasan kepada para polisi terkait pembunuhan yang dilakukan oleh Bara pada salah satu penumpang stasiun kereta. Ya, korban yang bukan target incaran. Selain itu belum juga ada izin terkait penyerangan tersebut. Tidak hanya itu, ia juga harus mempersiapkan berkas-berkas dan tanda bukti ke legalan identitas mereka secara diam-diam dan melaporkannya pada kepala spy yang bertugas di kepolisian setempat. Benar-benar Dewi dibuat pusing hari ini.

"Heh," dia menendang bokong keponakannya itu tanpa rasa iba sedikitpun. "Bangun nggak, atau Tante injek burung kamu!" Ancamnya sungguh-sungguh.

Sontak Bara seketika bangkit dan memegang alat vitalnya berusaha untuk melindunginya dari jangkauan predator ganas didepannya. Dia mendelik tajam pada sang Tante yang juga tengah melotot garang.

"Masih perjaka Tan, sembarangan main injek aja. Aset ini nih,"

"Makanya nurut kalau dibilangin," Dewi begitu gregetan.

"Anjir, sakit bege!" Cowok itu memegang telinga kanannya yang dijewer keras. "Woi, lu pada bantuin napa. Telepon Komnas HAM cepat!"

"K.P.A.I" koreksi Dewi meskipun kesal masih sedia membantu memperbaiki ucapan ponakannya itu.

Arya dan Algio menoleh malas dengan mimik acuh. Mereka bahkan tidak menghentikan kunyahan nya. Makanan kali ini lebih prioritas daripada bacotan seorang Bara.

"Sialan!" Umpat Bara merasa terabaikan. "Tan, udah dong. Ampun," melasnya.

"Makanya kalau dikasih tugas itu yang amanah. Apapun alasannya kamu nggak boleh ninggalin jejak." Tutur Dewi usai melepaskan jeweran itu.

"Jejak?" Cowok itu mengangkat sebelah alisnya, bingung.

"Ada yang lihat pas lo bunuh orang di dapur waktu itu, and then target satunya beneran kabur." Sahut Arya menjelaskan.

"Tapi Lo bilang_" kalimatnya terjeda. "Siapa?" Lanjutnya memilih pertanyaan yang lebih penting.

"Udah beres. Gue singkirin." Timpal Algio tanpa melirik pada cowok itu.

Tristis (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang