Desperato

505 36 0
                                    


Apa yang lebih membahagiakan dari memandangi langit malam? Dimana kelap-kelip bintang seakan saling sapa berkomunikasi dengan caranya. Ditemani bulan serta guratan cahaya benda-benda antariksa lainnya menambah kesan saling menguntungkan antar orbitnya. Langit hitam itu bertransformasi laksana kanvas yang dilapisi tintah hitam dan benda langitnya adalah lukisan nyata yang digores langsung dengan kuas sang maha pencipta, maha kuasa, maha segalanya. Indahnya ciptaan Tuhan yang maha esa tak tertandingi pesonanya.

Sapuan lembut angin membelai wajah putih yang selalu memancarkan keceriaan bagi setiap pasang mata yang menatapnya. Rambut-rambut halus mulai menari seakan menambah kesan cantik nan ayu dimuka itu. Ditambah cahaya bulan yang menyorot langsung padanya, seakan menjadikan ia pusat magnetik dimalam itu.

Dipejamkannya kelopak mata lentik hingga menutupi oval nya bola mata si empunya, menikmati suasana sepi gelap gulita dari atas balkon kamarnya. Eh, bukan. Maksudnya kamar tempat ia menginap saat ini.

Beberapa kali terdengar ia menghembuskan napas. Seperti masih ada perasaan mengganjal di hati. Lagi, ia mendongak menatap lautan bintang di angkasa sembari menikmati belaian sang malam.

"Belum tidur, sweetie?" Anak itu menolehkan kepalanya ke arah pintu, dimana seorang wanita mulai berjalan menghampirinya.

Bella menggeleng lemah. "Belum mengantuk, Tan." Jawabnya.

"Beneran belum ngantuk, atau ada yang lagi kamu pikirin?" Selidik nya menatap curiga.

Gadis itu membuang napas berat, kembali memutar tubuhnya menghadap langit-langit malam yang bertabur bintang. Dia tidak pandai menyembunyikan perasaannya, terutama berbohong. Itu bukanlah karakternya. Raut gusar itu tidak luput dari pengamatan Violence.

"Why? Kamu kenapa sweetie? Ada masalah sama temen kamu di sekolah?" Tanyanya dengan mimik khawatir.

Bella melirik Tante Vio, kemudian diiringi gerakan kepalanya naik-turun, mengangguk lemah. "Ada, sama temen baik aku sendiri, Tan."

Violence semakin mengernyitkan keningnya. "Siapa? Coba cerita," pintanya.

Bella tidak yakin apakah bisa ia mengatakan hal ini kepada sang Tante padahal ini menyangkut aib temannya. Tapi, dia tidak bisa terus-terusan begini dan menyimpan keluh kesahnya sendirian. Lalu bagaimana jika Tante Violence tahu kejadian nahas tadi di sekolah? Pasti itu akan semakin membuatnya khawatir.

"Sweetie," Bella tersentak dari lamunannya, mendapati Tante Vio menatapnya penuh  kecemasan. "Ada apa?" Lanjutnya bertanya.

"Enggak ap_"

"Jangan bohong, Tante tahu kamu pasti menyembunyikan sesuatu. Katakanlah!" Ucapnya menyela.

Gadis itu terdiam beberapa saat sebelum akhirnya ia memutuskan untuk buka mulut. Diapun mulai menceritakan semua kejadian yang menimpanya tadi di sekolah. Buah beracun itu dan juga teman baiknya, Leya, serta alasan ia melakukannya. Benar saja dugaan Bella, Tante Vio menunjukkan ekspresi khawatir bercampur marah mendengar penuturannya.

"Keterlaluan!" Cacinya emosi.

"Itu nggak seperti yang Tante pikirkan. Aku percaya Leya nggak mungkin melakukan itu karena kemauannya sendiri. Dia dipaksa_"

"Dan kamu percaya?" Vio menatap tak percaya. "Kalau memberikan buah itu dia sanggup, apalagi berbohong, sweetie. Pengakuannya tidak bisa membenarkan tindakan jahatnya." Tutur nya mencoba meyakinkan anak itu.

Gadis itu bungkam. Untuk beberapa saat ia kembali mengingat saat Leya mengatakan bahwa ia diancam seseorang. Bella tahu raut itu tidak mungkin dusta, ia yakin Leya benar-benar dalam tekanan.

"Tapi, tan_"

"Teman yang baik tidak akan menyakiti apalagi sampai tega melukai. Semua orang bisa menjadi apapun sesuai keinginannya. Tak perduli dulunya ia baik atau buruk, tindakannya bisa berubah kapanpun ia mau." Ucap Tante Vio penuh makna mendalam.

Tristis (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang