umpan balik

512 36 4
                                        

Gadis itu tersandar lesu di tepian ranjang dengan bantal sebagai sanggahannya. Lingkaran hitam diarea bawah matanya yang juga membengkak terlihat sangat jelas, kontras dengan warna kulit putih pucat nya. Bibirnya tak lagi merekah, kini pucat nan kering. Tatapan kosongnya tertuju lurus ke arah sebuah jendela yang tirainya memang sengaja dibuka agar cahaya matahari bisa sedikit memberikan cerca kehidupan untuknya.

"Makanannya tolong dihabiskan, persentase darahnya masih sangat rendah. Tapi, saya sudah memberikan suntikan vitamin agar dia bisa segera jauh lebih baik." Seorang perawat menjelaskan sembari membereskan peralatan medisnya.

Julian tak lupa mengucapkan terimakasih kepada perawat tersebut dengan sangat sopan. Namun, gadis itu tetap diam. Sama sekali tidak memberikan sahutan bahkan sekedar mengangguk singkat. Dia juga tidak merasakan sakit apapun kala jarum suntik menembus kulitnya. Napasnya terdengar teratur namun sesekali isak tangisnya pun ikut menimpali.

"Makan dulu, Ra," ujar Julian mengangkat sesendok makanan ke depan mulut Bella.

Gadis itu menurut, namun hanya pada suapan ke dua dia lantas memalingkan wajahnya pelan. Julian menghembuskan napas pasrah, kebiasaan Bella tidak pernah mau menghabiskan makanannya. Cowok itu memberikan air putih untuk menutup sarapan tersebut.

Rumah sakit menjadi tempatnya terjaga selama beberapa hari terakhir. Senyuman manis nan ramah tidak lagi dapat ditemui di wajah itu. Hanya ada kehampaan, kesedihan, kekecewaan serta keputusasaan di sana. Tubuh rapuh itu seperti mayat hidup, tak ada sedikitpun tanda-tanda kehidupan yang terpancar. Hanya ada kemuraman.

Bella mengalami Post traumatic stress disorder, atau gangguan stres pasca trauma dimana kondisi kesehatan jiwa yang dipicu oleh peristiwa traumatis. Hal tersebut akibat kejadian beberapa hari lalu, saat dia mengetahui wajah asli Tante Violence yang selama ini terkenal akan sisi keibuannya.

Bella tidak pernah menduga jika wanita yang begitu baik itu menyimpan niat jahat untuknya. Gadis itu sangat menyayanginya seperti ibu kandungnya sendiri. Selama ini Bella tidak pernah merasakan kasih sayang yang begitu besar dan tulus seorang ibu kecuali dari Tante Violence. Ibu kandungnya saja membencinya, berbeda sekali dengan perlakuan Violence. Karena itulah mengapa Bella begitu nyaman bersama wanita tersebut.

Tetapi, ternyata itu hanya drama belaka. Tante Violence tidak sungguh-sungguh menyayanginya seperti apa yang dia tampakkan. Dengan mata kepala sendiri, Bella melihat Tante Violence mengangkat senjata ingin membunuhnya. Rupanya tumbal dan sekte sesat yang dikatakan Bara adalah benar, tapi Bella tidak mempercayai kekasihnya tersebut. Sekarang, setelah semuanya terbukti benar, Bella bisa apa? Dia sangat menyayangi Tante Violence melebihi apapun. Tapi kenapa wanita itu mau membunuhnya? Ini tidak adil! Kasih sayang gadis itu semuanya harus berakhir dengan penghianatan.

Bara juga tidak memperdulikannya lagi. Pasti laki-laki itu sedang menikmati perselingkuhannya dengan Catty. Bella yakin itu.
Tidak ada yang benar-benar menyayanginya. Semuanya hanya pura-pura perduli lalu menghilang saat Bella merasa ketergantungan. Jahat! Bella membenci dirinya sendiri.

Bunyi derit ranjang tetap tak membuatnya terusik. Lagi-lagi gadis itu menitikkan air mata, menangis dalam diam saat mengingat semua kepahitannya.

"Sudah tiga hari kamu begini, Ra." Tangan Julian terulur menghapus bulir bening yang membasahi wajah sahabatnya itu. "Apa nggak capek?" Nadanya terdengar prihatin.

Bella bergeming, masih bersandar sembari memeluk kedua lututnya. Julian menghela napas berat, melihat keadaan sang sahabat yang sangat mengkhawatirkan. Kerjaan Bella semenjak tiga hari dirawat pun hanya diam, melamun, menangis, begitu seterusnya. Saat ibunya Julian datang untuk membantunya membersihkan tubuh, gadis itu tetap diam dan menurut saja. Berulang kali ditanyai hanya gelengan sebagai jawaban.

Tristis (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang