Adira company

1.1K 57 2
                                        

"Tunjukin biodata Violence, dong!"

"OMAY JUNGKOOK MY HUSBAND!, astaga bocah laknat ini!" Nyaris saja jantungnya mau copot akibat ulah keponakannya yang tiba-tiba muncul disamping layar laptopnya.

"Kaget?" Tanyanya dengan wajah tanpa dosa.

Refleks, Dewi melemparkan kulit kacang kemuka Bara. Tentu saja dia sangat kaget saat tengah serius menonton oppa-oppa kesayangannya tiba-tiba wajah keponakannya malah nongol  disamping laptopnya.

"Pantesan aja jomblo, kerjaan tiap hari cuma menghalu hal yang nggak mungkin. Hati-hati loh tan, frustasi bisa gila'." Celetuk Bara usai melirik layar yang tengah ditonton oleh tantenya itu.

"Sok tahu kamu. Udah sana pergi, ganggu aja orang lagi ngedate sama suami-suami." Usirnya lanjut menonton. "Aigo, oppaaaaa sarang Hae...." Ujarnya memasang lambang finger heart kemudian diarahkan ke depan laptopnya.

Bara bergidik ngeri melihat kelakuan tantenya itu. "Udah tua, narsis lagi." Cibirnya.

Klik

Mati. Tante Dewi menatap nyalang saat laptopnya dimatikan paksa oleh Bara.

"Nggak bisa apa sehari aja jangan ganggu Tante! Please Bara, sekarang bukan waktunya kerja. Istirahat sana," Cerca Dewi kesal.

"Sejak kapan kalender Arcanus ada tanggal merah?" Ucapnya tersenyum miring.

"Sejak tadi, kenapa, nggak suka?" Tantang Dewi.

"Gue aduin kakek, ya?" Ancam Bara jahil.

"Bodo amat!" Cueknya berdiri pergi dari sana.

Entah kenapa mood wanita itu sedang tidak baik sekarang. Dia malas mengerjakan apapun, hanya mau bersantai dengan dunianya sendiri. Ingin sejenak melupakan kenyataan kalau dia adalah agen rahasia.

Dewi ingin menikmati hidup layaknya makhluk sosial normal tanpa harus menyembunyikan identitasnya. Tapi semua nampak mustahil sebab pekerjaannya. Ia lelah. Beberapa menit saja, biarkan dia meghirup oksigen dan menjalani kehidupan layaknya wanita pada umumnya.

Melihat raut tantenya itu membuat senyum jahil terbit dibibir Bara. Dia bukan cenayang, tapi selalu tahu apapun rahasia keluarganya. Dia paham perasaan Tante Dewi yang selalu terlihat baik-baik saja itu, sedang menyembunyikan harapan yang besar. Mencari pendamping hidup yang sesuai dengan kriterianya namun terhalang identitas diri yang memaksanya berdiri diambang batas zona nyaman dan kewajiban.

Dewi menatap malas keponakannya itu lalu melirik singkat sebuah paper bag yang jatuh di pangkuannya.

"Apaan nih?" Tanyanya penasaran.

"Dua album terbaru BTS, beberapa CD Drama, terus movie Hollywood, dan ada juga yang indo sama Thailand. Gue nggak tau apa yang Tante suka karena gue bukan cenayang yang bisa nebak-nebak. Jadi gue borong aja semuanya." Selorohnya menjelaskan apa yang dia bawa.

Dewi tercengang melihat isi paper bag itu. Album terbaru BTS!

"Yang lain masih di mobil, angkut sendiri ya, Tan."

"Bara,," lirih Dewi menatap keponakannya itu.

Sebelah alis Bara terangkat. "Kenapa? Kurang banyak ya, Tan? Tadinya sih mau gue beli sekalian toko nya, tapi mas-mas nya nggak mau. Nggak butuh uang katanya, kan jingan banget!"

"Ahhh tangkuyuuu,,," girang Dewi memeluk keponakannya itu.

"Sama-sama Tan," balasnya memeluk Tante Dewi sambil tersenyum manis.

"Bentar dulu," Dewi melepaskan pelukannya setelah menyadari ada kejanggalan.

Dilihatnya cowok itu masih menyunggingkan senyum lebar kearahnya. Ekspresi wajah keponakannya itu sangat berlebihan, ditambah kata-katanya tadi yang lembut menambah kecurigaan Dewi.

Tristis (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang