anti klimaks

530 36 4
                                    


Gadis itu hanya bisa menurut pasrah. Julian membawanya ke rumah sakit dengan ditemani beberapa orang dari pihak kepolisian untuk mengawal mereka. Kejadian penculikan tadi yang menyebabkan Bella terjatuh dari lantai atas rumah mewah tersebut dan mengakibatkannya mengalami sedikit lecet. Detektif Damar memerintahkan aparatnya membawa Bella ke rumah sakit agar bisa diberikan perawatan yang lebih tepat.

"Ju," dia tak melepaskan cengkeramannya pada lengan cowok itu. Bella masih sangat syok atas kejadian yang hampir merenggut nyawanya tadi.

Julian menundukkan kepalanya, memperhatikan gadis itu yang juga menatapnya dari kursi roda. Cowok itu mengelus lembut tangan sang sahabat, agar dia merasa tenang. "Ada polisi di sini, kamu nggak usah khawatir lagi." Ujarnya memaparkan.

Tetap saja, Bella masih merasa sangat ketakutan. Wajahnya juga menyiratkan kewaspadaan, sesekali ia menolehkan kepalanya untuk memeriksa jikalau saja wanita tadi masih mengikutinya. Bukan karena apa, Bella baru saja sembuh dari rasa traumatik yang membuatnya drop beberapa hari belakangan. Dan kejadian tadi seolah mengungkit luka lamanya. Bella jadi parno bertemu orang-orang banyak.

"kita pulang aja ya, Ju. Aku takut," cicitnya semakin menguatkan cekalan tangannya pada cowok itu.

"Semua akan baik-baik aja, Ra." Imbuh Julian meyakinkan.

"Arabella," mereka yang baru saja tiba didepan sebuah lorong lantas melirik ke sumber suara.

"Bu Dewi," Bella mengenali wanita itu yang tidak lain adalah kepala sekolah di SMA -nya. Terlihat, Dewi menghampiri mereka dengan raut wajah khawatir. "Dimana Bara?" Tanyanya kemudian.

Bella celingak-celinguk ikut mencari. Dia melupakan keberadaan cowok itu karena terlalu sibuk pada rasa ketakutannya. Gadis itu ikut bertanya-tanya kemana perginya Bara.  Laki-laki tersebut bahkan tidak menemui Bella untuk sekedar memeriksa keadaannya usai terjun tadi. 

"Dia tidak ada di sini." Timpal Julian menjawabnya.

Dewi terdengar berdecak dan menggerutu dalam diam. Lalu, fokusnya kembali pada kondisi Arabella.
"Ayo, ikut ibu. Kita obati dulu luka mu." Ia membantu memapah jalannya kursi roda siswinya tersebut beriringan dengan dua orang polisi yang masih setia mengekor dibelakang mereka.

Sampai didepan pintu kamar, Dewi menghentikan langkahnya kemudian berbalik menghadap Arabella. Dia meletakkan sebelah tangannya diwajah gadis itu membuat si empunya terdiam menatap kebingungan.

"Masuklah lebih dulu," ujarnya setelah membukakan pintu.

Langkah Julian dicegah oleh Dewi saat anak itu ingin membantu sahabatnya. Bella yang melihat itupun semakin keheranan. Kenapa Bu Dewi bersikap misterius seperti ini? Menyadari raut Bella yang curiga, Dewi pun kembali buka suara.

"Masuk dan lihatlah, dia sudah sangat merindukanmu, Arabella."

Bella menautkan kedua alisnya, tak mengerti. Dia melirik Julian yang justru menganggukkan kepalanya seakan menyetujui permintaan tersebut. Dengan perasaan bimbang, gadis itu akhirnya memutuskan untuk memasuki kamar tersebut. Dia tidak perlu takut karena ada Julian di sini, juga polisi yang senantiasa membantunya jikalau ada apa-apa. Menghembuskan napasnya, gadis itupun mulai menuruni kursi roda, dan melangkahkan kakinya.

Membeku. Bella seakan kehilangan detak jantungnya ketika pemandangan pertama yang dilihatnya di dalam sana adalah alasan dari kesedihannya.

"Tan-te," gumamnya tidak percaya dengan wajah tercengang. Bagaimana bisa Tante Violence kembali hidup? Bella nyaris ambruk namun Julian dengan sigap menahannya. "Nggak mungkin. Tante Violence, Ju. Itu nggak mungkin Tante Violence." Tampiknya belum bisa percaya akan hal mustahil tersebut.

Tristis (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang