Visita

467 33 35
                                    

"Salvete, Dominus!" Detektif Damar membungkuk hormat menyambut kehadiran Bismo.

Pria tua itu mengangguk singkat, kemudian mempersilahkan detektif Damar untuk duduk. Keduanya berhadapan dengan terhalang meja yang cukup besar membentang. Sekelilingnya nampak berjejer pajangan unik dan antik. Salah satu ruangan disediakan oleh Mike untuk detektif Damar menunggu sang Dewa Arcanus.

Senyum hangat menyapa sang detektif. "Diu nihil vident, (lama tidak bertemu), bagaimana kabarmu?"

"Valeo, Dominus," (saya baik-baik saja, Dominus) jawabnya dengan sopan.

Rasanya sangat canggung berhadapan langsung dengan orang yang sangat disegani bagi kalangan pemerintahan ini, terutama untuk penduduk dunia gelap yang merupakan musuh paling ditakuti. Sebab beliaulah alasan banyaknya para mafia terbujur kaku tak bernyawa. Psikopat yang berguna bagi pemerintahan, pembasmi mafia, peretas gerbong setan, penuntas kejahatan dalam kedok agen rahasia.

Aura Bismo memang tidak main-main, begitu tegas dan sedikit menyeramkan. Nyali besar sekalipun bisa ciut hanya dengan mengucapkan namanya. Namun bagi orang awam, kakek yang usianya nyaris seabad itu terkenal akan sikap ramahnya. Bismo memang menjalani kehidupan selayaknya kakek-kakek seumurannya yang begitu mengayomi keluarga juga humble pada para tetangga. Tak ayal iapun menjadi warga favorit di lingkungannya.

Akan tetapi jika menilik lebih dalam lagi maka sikap tersebut berbanding terbalik. Sebab siapapun yang mendengar namanya saja bisa bergetar ketakutan, apalagi kalau sampai berhadapan langsung dengannya. Kamuflase yang dimainkan begitu epic sehingga identitas mereka semua aman terlindungi. Nyaris tidak ada yang berani coba-coba meretas rana Arcanus meskipun organisasi tersebut sudah terkenal ke seluruh dunia. Sebab bukti nyata telah banyak yang menjadi jasad secara sukarela akibat kebodohan mereka sendiri.

"Apa yang membuat kamu kemari?" Tanya Bismo ramah.

"Sebenarnya begini, dan maaf kalau terkesan lancang." Ujarnya terlihat sungkan untuk menyampaikan maksud kedatangannya.

"Katakan saja, tidak perlu ragu. Kamu sudah menjadi bagian keluarga ini dari lama, Damar." Ungkap Bismo.

Detektif Damar mengangguk singkat, tapi kegugupannya tetap tak bisa ia tutupi. "Begini, Dominus, saya ingin bertanya perihal sekte_"

"Assalamualaikum, ya ahli kubur!" Seruan lantang menggema tanpa sopan santun, mengatai Bismo beserta detektif Damar ahli kubur.

"Waalaikumussalam," gumam mereka serempak. Meski demikian keduanya masih bersedia menyahuti salam yang hukumnya memang wajib.

Baik Bismo maupun detektif Damar menolehkan kepala ke arah sumber suara. Terlihat seorang anak laki-laki dengan baju seragam yang telah berantakan juga rambut acak-acakan sedang berjalan mendekati keduanya.

"Kek, Mr. Lee udah mati belum?" Tanyanya menjurus pada Bismo dengan bahasa yang terkesan santai tanpa embel-embel Dominus.

"Untuk apa menanyakan dia?" Bismo malah balik bertanya.

Dia mengedikan bahunya. "Basa-basi doang," acuhnya mengambil tempat duduk disebelah detektif Damar. "Hai, om! Tegang amat kayak mau melamar Tante Dewi aja," celetuknya menyadari ekspresi pria itu yang kaku tak seluwes biasanya.

"Ekhem," detektif Damar pun berdeham singkat demi memulihkan imagenya. Ketahuilah jika Dewi juga ada di sana ia pasti akan melayangkan tampolan singkat kewajah bocah itu, beruntung orangnya tidak ada di sana.

Bismo menjatuhkan tatapan pada penampilan sang cucu. Sorotannya penuh selidik, memindai dengan teliti. "Kenapa dengan tangan kamu?" Tanyanya kemudian setelah melihat robekan yang cukup besar di seragam cucunya.

Tristis (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang