Zain berdiri diambang pintu kamar zeina, zain menghela nafas gusar melihat kakaknya duduk sambil menatap kearah luar dari jendelanya tanpa bergerak sedikit pun sejak 2 jam yang lalu.
hari ini mereka tidak masuk sekolah, zeina seperti tidak ada semangat dan juga sedikit demam jadi zain memutuskan untuk tidak sekolah bersama zeina, toh kemarin pun ia sudah izin pada guru.zain tidak tahu sampai kapan kakaknya akan murung seperti itu, sejak pulang dari rumah sakit hari itu zeina lebih banyak diam bahkan makan pun tidak teratur jika zain tidak memaksa dengan tegas. ira sebagai ibu mereka sebenarnya merasa cemas, ia belum tau apa yang membuat putrinya bungkam seperti itu, ia disibukkan dengan pekerjaan dirumah majikannya sampai ia bahkan tidak bisa menanyakan apa yang terjadi pada putrinya.
lelah menunggu zeina, zain pun menghampiri kakaknya lalu berdiri disamping kakaknya itu.
"ngelihatin apa sih dari tadi gak lepas-lepas tuh mata natap keluar terus?" tanya zain. percayalah bahwa zain hanya berusaha menghibur kakaknya dengan mencari berbagai topik pembicaraan.
tak ada sahutan dari zeina, ia hanya melirik sekilas kearah zain lalu kembali menatap keluar. merasa terabaikan zain pun kembali memegang dahi zeina untuk mengecek suhu tubuh kakaknya itu.
zain tersenyum. "udah normal suhunya, besok bisa sekolah dong." katanya.
zeina masih diam. alasan sudah sangat jelas kenapa ia tidak bersemangat, ia hanya ingin menenangkan hati dan pikirannya saja kali ini.
zain tak habis akal, ia memutar kursi yang diduduki kakaknya untuk menghadapnya lalu ia pun berlutut didepan kakaknya, mata zain dan zeina saling bertemu hingga beberapa saat sampai zeina memutuskan kontak mata itu.
"tatap aku!" titah zain.
zeina diam, ia tidak bisa menatap siapapun sekarang atau ia akan menangis."tatap aku!" titahnya lagi.
zain pun dengan perlahan mulai memegang pipi zeina membuat zeina menoleh kearahnya, hingga mata mereka pun kembali bertemu dan alhasil zeina pun kembali menangis. zeina menundukkan kepalanya, meski tak menangis dengan kencang tapi isak tangisnya terdengar sangat memilukan.
zain bangkit, ia langsung memeluk zeina dengan erat, ini sudah kesekian kalinya zeina menangis hanya karna alif, jujur saja zain sangat marah dan ingin menghajar pria itu habis-habisan tapi ia masih memiliki akal dan berusaha mengontrol emosinya.zain mengusap kepala zeina dengan lembut. "nangis aja gakpapa, tapi janji sama aku ini yang terakhir kalinya, jangan sampai besok-besok aku lihat kamu nangis lagi." tegasnya.
tapi zeina tak menjawab, gadis itu terus menangis didalam pelukan adiknya.****
keesokannya....
semua mata tertuju pada seorang gadis yang berjalan dengan wajah datar dikoridor sekolah, aura gadis itu berbeda dari sebelumnya. gadis yang dulu selalu berjalan dengan tersenyum sambil bersenandung ria itu sekarang melewati orang-orang dengan wajah tanpa ekspresi apapun.
"kamu mau langsung kekelas?" tanya zain. zeina menoleh kearah zain lalu menggelengkan kepalanya.
"kita kekantin dulu, aku masih lapar." sahut zeina, tanpa bantahan lagi mereka pun menuju kearah kantin.
dan tahukah kalian bahwa gadis berwajah datar yang sejak tadi ditatap banyak orang itu adalah zeina.hingga dikantin belakang sekolah, kantin yang zeina biasa datangi dulu ketika ia masih dikelas E, disana sudah ada reo dan juga fia.
"ZEINA!" pekik fia senang lalu memeluk zeina dengan erat.
"Ya ampun sahabat gue akhirnya lo nongol juga, gila gue kangen banget sama lo." ucap fia antusias. tapi zeina tidak ada reaksi apapun, ia hanya menganggukkan kepalanya saja.
fia melepas pelukan itu, lalu zeina berjalan menuju tempat membeli makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teruntuk Dia (END)
Teen FictionJudul awal (Alze) "Alif... jadi pacar aku ya?!" kata seorang gadis dengan senyum sumringah. "Gue gak suka cewek bodoh!" Cetus alif pada gadis itu. Sebuah kisah putih abu-abu terjadi! Akankah Alif akan luluh pada gadis bodoh itu dan jatuh cinta padan...