3 hari kemudian...
sebuah mobil dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari pekarangan rumah seseorang tengah memperhatikan pemilik rumah yang sedang duduk dihalaman rumahnya, angin bertiup membuat helaian rambut gadis itu berterbangan tak tentu arah membuatnya sedikit terusik, pria didalam mobil yang sedang memperhatikan gadis itu tersenyum tipis melihat gadisnya yang tengah kerepotan karna angin membuat rambutnya berterbangan menutupi wajahnya.
"Aduh anak ibu kasihan banget sih, anginnya ganggu ya?" ucap ira yang baru saja tiba menghampiri zeina yang tengah duduk dibawah pepohonan didepan rumah mereka.
zeina hanya mendongak sedikit tanpa menjawab perkataan ibunya.
ira duduk disamping zeina lalu tersenyum seraya mengusap lembut puncak kepala zeina."biar ibu ambilkan ikat rambut, kamu mau diikat rambutnya?" tanya ira.
zeina hanya menatap ira, dari tatapan itu ira mengerti pasti putri mau hanya tidak bisa mengatakannya saja."kalo gitu ibu ambilkan dulu didalam, kamu disini saja jangan kemana-mana" ira lantas kembali masuk kedalam rumah.
beberapa saat kemudian ira kembali membawa ikat rambut, ira langsung mengikat rambut zeina perlahan agar putrinya tidak lagi kerepotan dengan angin yang terus bertiup melaluinya.
"nah sudah." ucap ira lalu kembali duduk disamping zeina, ia memegang tangan zeina dengan lembut dan juga tersenyum hangat membuat zeina menatapnya namun tanpa ekspresi apapun.
"jangan diam saja, katakan sesuatu pada ibu" titah ira. namun zeina masih saja bungkam dengan menatap ibunya.
ira lantas menarik zeina kedalam pelukannya dan zeina hanya menerima apa yang dilakukan ibunya tanpa menolak sedikit pun.
ira menangis seraya memeluk putrinya, ia tak menyangka akan menghadapi hari dimana putrinya akan seperti ini."kamu tenang aja sayang, ibu pasti akan lebih melindungi kamu kedepannya, ibu tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kamu lagi" lirih ira.
sedangkan dari kejauhan alif dapat melihat tangisan ira yang begitu pilu, hati alif benar-benar tersentuh melihat air mata ira sebagai seorang ibu. tetapi, sejak tadi alif bingung kenapa zeina terlihat tidak mengatakan apapun? tatapannya kosong bahkan tidak ada ekspresi apapun diwajahnya melihat ibunya menangis memeluknya, apa yang sebenarnya terjadi?
"Aku pulang.." pekik zain seraya memarkirkan sepedanya lalu menghampiri ibu dan kakaknya yang sedang berpelukan.
zain mengernyit heran melihat mereka."ada apa? kenapa ibu menangis?" tanya zain cemas. ira pun melepaskan pelukan antara dirinya dan zeina lalu menghapus jejak air matanya sambil tersenyum.
"tidak... tidak ada apa-apa kok" sahut ira.
zain menghembuskan nafas gusar, ia tidak akan bertanya karna ia tahu ibunya sedang menyembunyikan rasa sedihnya didepannya.
"gimana pekerjaan kamu?" tanya ira mendongak menatap zain.
zain pun duduk disisi kiri zeina membuat zeina duduk ditengah ibu dan juga adiknya."semua baik-baik saja" sahutnya.
ira tersenyum hampa menatap putranya. "maafkan ibu zain, seharusnya kamu dan kakak kamu melewati masa remaja kalian dengan bahagia, karna kelalaian ibu dan ketidakberdayaan ibu kalian harus mengalami hal seperti ini" lirihnya. ia benar-benar merasa gagal menjadi seorang ibu melihat betapa malangnya nasib kedua anaknya.
"ibu.. ibu tuh ngomong apa sih? zain dan kak zeina bahagia banget punya ibu, selama ini kami tumbuh karna perjuangan ibu. lagipula masa remaja kita bukan untuk di sia-siakan, ibu sudah mengurus kita sejak kita kecil jadi sebagai balasan kecil cuma ini yang bisa zain lakukan untuk ibu dan kakak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Teruntuk Dia (END)
Teen FictionJudul awal (Alze) "Alif... jadi pacar aku ya?!" kata seorang gadis dengan senyum sumringah. "Gue gak suka cewek bodoh!" Cetus alif pada gadis itu. Sebuah kisah putih abu-abu terjadi! Akankah Alif akan luluh pada gadis bodoh itu dan jatuh cinta padan...