Seorang gadis tengah duduk termenung diteras rumahnya menatap pepohonan yang bergoyang akibat terpaan angin sore yang cukup kencang, matanya tak luput terlepas menatap pemandangan didepannya hingga tak sadar seseorang yang duduk disampingnya tengah memperhatikannya.
"Ze?" panggil alif.
Dan yap, zeina pun akhirnya mengalihkan pandangannya menatap pria disampingnya itu.
"Hem?" sahut zeina hanya berdehem saja.
"Makan dulu yuk" ajak alif.
"Nanti saja"
"Kenapa sayang? apa yang kamu pikirkan?"
Zeina menghela nafas pelan.
"Fia"
Alif diam, sejak siuman dirumah sakit zeina lebih banyak diam bahkan setelah dipulangkan pun zeina tetap lebih banyak diam, dokter mengatakan kejadian itu membuat ketakutan dan keterkejutan sendiri bagi zeina dan memerlukan waktu untuk membuatnya kembali seperti dulu.
"Dia sudah aman dipenjara ze" ucap alif lembut.
Zeina menatap alif lirih, "Aku tau, tapi aku juga udah jelasin kan? fia memang terlibat dalam penculikan itu tapi dia yang bantu aku terlepas dari tusukan pisau itu, dia mencegah alisa, dia mengulur waktu sampai kalian pun akhirnya datang"
Alif membelai pipi kiri zeina, ia menatap pipi kanan zeina yang masih diperban karna luka yang cukup dalam dan membekas.
"Sudah, apapun itu fia tetap harus menjalankan hukumannya setidaknya biarkan dia jera ze"
Zeina hanya diam, ia menunduk tak mau menatap alif, bukan karna marah tapi karna ia tidak tau lagi harus bagaimana.
"Kita akan nikah beberapa hari lagi, aku mohon lepaskan semua beban kamu dan bahagia lah bersama aku" titah alif.
Sontak air mata zeina menetes, tangannya saling bertautan dan gemetar. ia hanya bisa menunduk masih tidak mau menatap pria disampingnya itu.
"Tapi wajahku sudah cacat, meskipun lukanya sembuh pasti akan meninggalkan bekas yang tidak enak dilihat" lirih zeina.
Mendengar itu sontak alif bangkit mendekat kearah zeina lalu berlutut dihadapan gadisnya itu, alif berusaha menatap wajah zeina dan menghapus air mata zeina.
"Emangnya aku perduli?" ucap alif yang sontak membuat raut bingung diwajah zeina.
"Maksud kamu?" tanya zeina.
"Aku menikahi kamu bukan karna wajah kamu, aku menikahi kamu karna aku tulus mencintai kamu dan ingin hidup bahagia menghabiskan sisa umur kita bersama-sama, aku gak perduli dengan keadaan kamu bagaimana pun itu aku akan selalu mencintai kamu"
Zeina diam. air matanya masih terus mengalir.
"Tapi alif, bukankah bekas luka ini akan membuat jijik siapapun yang melihatnya"
Alif tersenyum tipis lalu kembali mengusap wajah zeina, "Jika itu yang menjadi kekhawatiran kamu besok kita temui dokter dan tanyakan bagaimana cara menghilangkan bekas lukanya, oke?"
Zeina tersenyum dan mengangguk. ia tersentuh dengan perkataan alif, ia benar-benar beruntung mendapatkan cinta alif sebesar ini.
"Good girl. aku cinta kamu"
"Aku juga"
Tanpa mereka sadar sedari tadi ada orang yang mendengar percakapan mereka.
"Sepertinya ibu sudah tidak perlu lagi mengkhawatirkan kakak kamu, nak alif mencintainya dengan begitu tulus" ucap ira bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teruntuk Dia (END)
Teen FictionJudul awal (Alze) "Alif... jadi pacar aku ya?!" kata seorang gadis dengan senyum sumringah. "Gue gak suka cewek bodoh!" Cetus alif pada gadis itu. Sebuah kisah putih abu-abu terjadi! Akankah Alif akan luluh pada gadis bodoh itu dan jatuh cinta padan...