12. PATRONUS

444 116 11
                                    

Terpelanting dan terguling. Aku berusaha untuk tidak merintih karena punggungku yang terbanting di atas sesuatu yang keras dan dingin. Tangan kokoh masih memegangi pinggang dan punggungku sehingga kami terguling bersama. Keadaan sangat gelap dan hanya suara ombak pelan yang terdengar.
 
“kau tidak apa?” Tanya suara yang aku dengar akrab dari atas tubuhku. Posisi kami sedikit intens dan kaku.
 
“Hm.” Gumamku.
 
Tangan Viktor mulai terlepas dari tubuhku dan perlahan aku merasakan tubuhnya menjauh dan berbaring di sebelahku. Jubahnya yang hitam berhasil menyembunyikan tubuhnya dalam kegelapan namun tangannya menyusuri lenganku hingga menyentuh jemariku dan menggegamnya erat.
 
“Di mana kita?” tanyaku tidak berani mengangkat tongkat untuk sekedar membuat penerangan.
 
“Greece.” Jawab Viktor. “Eropa Utara.”
 
“kau membawaku sejauh ini?”
 
“Ini tempat pertama yang muncul di kepalaku.”
 
Benar, Viktor pasti sudah sangat sering berkeliling dunia sehingga dari ribuan tempat yang aman, dia memilih bersembunyi di Yunani. Tiba-tiba aku teringat dengan Ayah. Aku bahkan  bertemu sebentar dengannya malam ini, dan bagaimana dengan Fred dan keluarga Weasley? Apa mereka aman sekarang?
 
“kau satu-satunya orang yang terbesit untuk aku selamatkan.” Kata Viktor.
 
“Terima kasih.” Kataku berusaha mendudukan diriku. Aku merasakan pasir halus menempel di lengan serta gaunku. “jadi, apa rencana kita sekarang?” tanyaku.
 
Viktor yang entah sejak kapan sudah berdiri di depanku, membantu untuk berdiri juga. “kita akan coba untuk bermalam di sini. Jika tidak ada tanda-tanda seseorang menbuntuti kita, kita akan berpindah ke pulau utama.”
 
“Pulau utama?”
 
“Sekarang kita berada di pulau Zakynthos.” Terang Viktor tenang. “Pantai Navagio.”
 
Dua kata terakhir menjelaskan sudah menjelaskan mengapa aku mendengar suara ombak. “kau tahu seberapa jauh kita sekarang?” tanyaku khawatir.
 
“semakin jauh akan semakin bagus.”
 
“baiklah, baiklah. Tapi setidaknya kita butuh penerangan bukan?”
 
“tentu.”
 
Aku segera mengeluarkan tongkatku dan sebuah cahaya muncul dari ujungnya. Sekeliling kami mencengkam bahkan sebuah cahaya tidak dapat menyingkirkan betapa menyeramkannya tempat ini. Besi hitam mengelilingi kami, ada bau karat, sebuah kursi bengkok dengan posisi terbalik, meja bulat yang kakinya entah kemana, sebuah kerangka tempat tidur yang kasurnya berhasil aku temukan di sudut lainnya.
 
“dan di mana tepatnya kita?” Tanyaku tidak yakin, sedikit ragu bahwa orang di hadapanku bukan Viktor tetapi salah satu Pelahap Maut yang meminum Polyjuice.
 
“Sebuah kapal karam di pinggir pantai. Kita berada tepat di lambungnya.”
 
Mulutku membuat membentuk O sempurna. Pernyataan Viktor menjelaskan mengapa aku mencium bau karat yang sangat pekat dan keadaan sekitar kami yang luar biasa berantakan atau lebih tepat jika disebut hancur.
 
Viktor berhasil menemukan kayu yang setidaknya cukup layak untuk kami bakar dan menyihir kayu itu berdiri di tengah ruangan sehingga kami dapat berkeliling untuk mencari barang-barag berguna, setidaknya untuk kami gunakan malam ini.
 
Kami menyatukan kerangka tempat tidur dengan kasur dan menumpuk beberapa kain rombeng yang kami temukan di atasnya lalu berbaring berhimpitan di atas kasur. Viktor membiarkan jubahnya yang besar untuk dijadikan selimut karena jubahku sudah aku lempar ke wajah Pelahap Maut yang berhasil menarikku tadi. Aku dan Viktor masih sedikit mabuk karena pesta pernikahan Bill dan Fleur dan juga sangat lelah. Tidur berdampingan adalah ide terbaik untuk membiarkan tubuh kami beristirahat, sangat beresiko memang, tetapi setidaknya kami tidak kehilangan satu sama lain. Jika salah satu dari kami terjaga, mungkin saja kami akan kehabisan tenaga esok paginya atau situasi terburuk, jika ada seseorang menyerang kami dengan keadaan kami yang tidak cukup baik saat ini, kami akan kalah telak.
 
Silau matahari membuatku mengernyit dan membuka mata. Aku masih belum terbiasa terbangun di tempat asing. Aku masih menyesuaikan diriku dengan sinar saat menyadari Viktor tidak lagi ada di sebelahku. Aku mengedarkan pandangan namun tidak mendapatinya di mana pun. Batang kayu yang Viktor  sihir semalam untuk menerangi kami juga telah hangus dan menyisakan bara kehitaman namun masih kuat berdiri di tengah ruangan.
 
Matahari membelah tengah lambung kapal, menyadarkanku bahwa kapal ini bukanlah kapal utuh melainkan telah terbelah menjadi dua, membiarkan pasir dan sinar matahari menyerbu masuk. Lubang-lubang jendela yang tidak lagi memiliki kaca terlihat jelas, tua, dan rapuh. Seharusnya aku merasa aneh semalam karena menemukan kerangka kasur, sekarang sinar matahari membuat semuanya terlihat jelas. Tidak ada yang selamat di kapal ini, tidak ada benda utuh yang seharusnya dapat digunakan di dalam kapal karam yang hampir hancur kecuali Viktor pernah berada di kapal ini untuk bermalam lebih dari sekali.
 
Aku menurunkan kakiku dan berjalan menuju sinar matahari, satu-satunya jalan keluar dari kapan karam ini. Aku menemukan Viktor tengah berlari di ujung pantai yang  berbentuk sabit dengan dada telanjang. Tebing kapur menjulang mengililingi kami seakan menyembunyikan kapal karam berkarat dan kami dari dunia. Laut biru kehijauan dengan pasir putih memanjakan mata kami dengan ombak tenang. Aku tidak terkejut mengapa tempat ini cukup berkesan untuk Viktor sehingga menjadi tempat yang pertama kali dipikirkan olehnya.
 
“Kau sudah bangun?” Tanya Viktor di depanku.
 
“Tempat ini luar biasa.” Kataku tak dapat berhenti mengaggumi pantai di depan kami.
 
“Aku tahu.” Gumamnya. “kau lapar? Aku mengambil beberapa makanan tak jauh dari sini.” Viktor menunjuk kantong sebesar ransel dengan dagunya yang terongok begitu saja di atas pasir beberapa meter dari tempat kami berdiri.
 
Aku mendekati kantong itu dan membuka isinya. Roti, daging yang telah dibungkus, ayam panggang yang digulung dengan kertas cokelat tebal dan beberapa jenis buah.
 
“dari mana kau mendapatkan ini?” tanyaku tidak percaya.
 
“Wajahku cukup terkenal, jika kau tidak tahu,”
 
“Demi Merlin, Viktor!”
 
“aku dapat memberimu makan, setidaknya untuk hari ini.”
 
Tidak banyak yang kami lakukan di pinggir pantai yang terisolasi bersama Viktor yang hanya mengungkapkan beberapa fakta dari dunia luar, seperti Kau-Tahu-Siapa dan para pengikutnya tidak menyentuh Yunani, Harry Potter yang menghilang bersama dua sahabatnya, dan keadaan Inggris yang saat ini kacau. Kami memutuskan untuk bermalam sehari lagi sebelum menentukan tujuan kami selanjutnya. Kami harus memilihnya dengan sangat hati-hati karena baik aku maupun Viktor tidak tahu sudah sejauh mana para Pelahap Maut berpencar untuk mencari pihak Harry Potter atau setidaknya orang-orang yang berada di sisi Harry Potter.
 
Malam tiba. Aku kembali bergelung bersama Viktor berbagi kehangatan dengan jubahnya yang besar, menggigit roti yang tersisa hari ini saat seekor kuda perak terbang mengelilingi lambung dalam kapal dan menerangi layaknya lampu yang amat terang. Tidak, tanduk yang mencuat di kepala menegaskan bahwa itu Unicorn. Keempat kakinya menghentak udara  dengan elegan sebelum akhirnya Patronus keperakan itu berhenti di depan aku dan Viktor, dan memadat membentuk Unicorn perak seutuhnya yang anggun dan mempesona. Kemudian mulutnya membuka, bersuara tegas, lembut dan bijak, seperti Ayah.
 
“Ayah baik, mereka terus mengawasi. Charhide di serang namun Botty tidak terluka. Kembalilah dalam tujuh hingga sepuluh hari.”
 
Patronus  itu menghilang, meninggalkan kegelapan kembali mengelilingi kami. Aku masih terdiam mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Patronus Unicorn milik Ayah.
 
Viktor berdeham sebentar sebelum akhirnya bicara, “sepertinya Charhide bukan tujuan kita selanjutnya.”

HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang