Tersedak dan muntah-muntah, Harry berhasil sampai ke tepi kolam. Aku menariknya untuk keluar dari dalam air kemudian menarik Ron yang kedua tangannya sibuk menggenggam sebuah kalung dan tangan lainnya memegang pedang keperakan. Ron berjalan terhuyung, terengah-engah dan batuk di sebelah Harry.
Harry mengangkat tangannya yang gemetar ke kerongkongannya, mencari sesuatu.
Sebuah suara terdengar terputus-putus, “Apa—kau—gila?” terkejut mendengar suara Ron, Harry bangkit, gemetaran hebat, ia sempoyongan berdiri di hadapan Ron yang perpakaian lengkap tetapi basah kuyup, rambutnya melekat rapat di wajahnya. “Kenapa juga,” Ron masih terengah sementara aku kembali mengarahkan tongkatku pada Ron dan Harry bergantian untuk menghantarkan uap panas. Ron mengangkat kalung yang rantainya sudah pendek, “kau tidak melepas ini dulu sebelum menyelam?”
Harry tidak menjawab. Gemetar karena kedinginan, ia mengambil tumpukan baju yang tergeletak di tepi air dan mulai memakainya. Saat ia memakai sweater dari kepalanya, ia memangdang Ron, seakan takut itu hanya khayalannya. “Kau?” akhirnya Harry menyahut, giginya gemeletuk, suaranya lebih lemah dibandingkan biasanya.
“Well, yeah,” sahut Ron, menghilangkan kecanggungannya dengan mengalihkan udara hangat yang keluar dari ujung tongkatku pada Harry sepenuhnya.“K-kau yang merapal rusa betina itu?” tanya Harry dengan bibir bergemeletuk.
“Apa? Tidak, tentu saja bukan. Kukira itu kau!”
“Patronusku rusa jantan.”
“Oh ya. Sudah kukira berbeda. Tidak ada tanduknya.” komentar Ron.
Harry memakai sweater terakhir, membungkuk untuk memungut tongkatnya, memandang aku dan Ron bergantian. “Bagaimana kau bisa ke sini?” Jelas-jelas Ron berharap masalah ini akan ditanyakan lain waktu, atau tidak sama sekali.
“Well, aku—kau tahu—aku kembali. Kalau—” Ron membersihkan tenggorokannya, “Kau tahu. Kalau kau masih menginginkanku.” Sunyi sejenak. Masalah tentang perginya Ron seperti menimbulkan kelakuan di antara mereka. Ron memandang tangannya. Sejenak terkejut melihat apa yang sedang dia pegang. “Oh, yeah, aku mengeluarkannya,” sahutnya, percakapan yang tidak perlu sebenarnya, mengangkat pedang itu agar bisa diamati Harry. “Ini yang menyebabkan kau melompat ke dalam kolam, kan?”
“Yeah,” sahut Harry. “Tapi aku tidak paham. Bagaimana bisa kau sampai ke sini? Bagaimana kalian bisa menemukan kami?”
“Ceritanya panjang,” sahut Ron.
“Bagaimana kalian bisa…” kalimat Harry menganntung di udara, yakin bahwa aku dan Ron bukanlah perpaduan yang normal.
“Itu rumit.” Sahut Ron lagi.
“Kami sudah mencarimu hingga berjam-jam, ini hutan yang besar 'kan? Dan baru saja kami mengira kami harus berkemah dan menunggu pagi, sampai aku lihat ada seekor rusa lewat, dan kau mengikutinya.”
“Kau tidak melihat orang lain?”
“Tidak,” sahut Ron, “Safera—“ Tapi dia ragu, memandang dua pohon yang tumbuh berdekatan, beberapa yard jauhnya. “—Safera mengira melihat sesuatu yang bergerak di sana, tetapi aku sedang berlari ke kolam pada saat itu karena kau sudah masuk ke kolam,dan untuk beberapa saat kau tak keluar-keluar, jadi aku tidak jadi, hey—“ Harry sudah bergegas ke tempat yang dimaksud Ron. Dua pohon oak itu tumbuh berdekatan, ada celah beberapa inci setinggi mata, ideal untuk mengamati dan tidak terlihat. Harry tampak kecewa kemudian kembali ke tempat di mana aku dan Ron menunggu.
“Ada sesuatu?” tanya Ron.
“Tidak,” ujar Harry.
“Jadi bagaimana pedang itu bisa ada di dalam kolam?”
“Siapapun yang merapal Patronus pastilah telah menaruhnya di sana.”
Kami memandangi pedang perak berhias itu, gagangnya yang bertatahkan rubi berkilat di bawah cahaya tongkat Harry dan aku.
“Kau pikir ini asli?” tanya Ron.
“Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya ‘kan?” sahut Harry.
Kalung yang masih berayun di tangan Ron. Liontin itu berkedut sedikit.
Harry melihat berkeliling, memegang tongkatnya tinggi-tinggi, dan melihat suatu tempat. Sebuah batu rata terletak di bawah bayangan pohon sycamore. “Di sini.” Sahutnya berjalan mendahului kami, membersihkan salju dari permukaan batu itu dan memegang liontinnya. Saat Ron menawarkan pedang, Harry malah menggelengkan kepala. “Kau yang melakukannya.”
“Aku?” Ron tampak terkejut. “Kenapa?”
“karena kau yang mengeluarkan pedang itu dari dalam kolam. Kukira artinya kau yang berhak.”
Aku melihat Ron dan Harry bergantian. Ini waktunya mereka menyelesaikan tugas yang diberikan Dumbledore dan aku tidak berada di tempat yang cukup layak untuk menemani mereka.
Aku membalik tubuhku, belum satu langkah aku menjauh, Ron sudah membuka suaranya. “Kau akan pergi?”
Aku berbalik melihat mereka dan mengangguk. “kau sudah bersama Harry.”
Ron hendak membantah, namun Harry menyela. “Kenapa kau pergi? Aku pikir kau akan bersama kami.”
“aku hanya akan membahayakan kalian.”
Harry melihat Ron untuk mendapatkan penjelasan, namun Ron tidak mengatakan apapun.
“Pelahap Maut mengejarku.” Kataku singkat.
“oh, wow, luar biasa.” Komentar Harry. “Coba tebak! Mereka juga mengejarku, jika kau lupa.”
“tidak, Harry. Ini berbeda.” Keluhku. “mereka selalu berhasil mengejarku.”
Harry mengedarkan pandangannya ke sekeliling. “tidak ada yang mengejar kita saat ini.” ia melangkah mendekatiku. “ikutlah bersama kami.”
“Tapi aku—“
“setidaknya kau harus bertemu Hermione.” Tawar Harry. “sudah sangat lama dia tidak berbiacara dengan orang lain selain aku dan Ron.”
Aku melihat wajah Harry, kemudian Ron. Keduanya memberikan tatapan yang sama, memintaku untuk bersama mereka. Aku ragu sejenak. Mungkinkah aku harus tetap di sini?
“Tapi bagaimana dengan tugas Dumbledore? Kalian harus menyelesaikannya.” Kataku.
“Well, Hermione sepertinya sudah menanyakan tentang Horcrux padamu. Aku tidak keberatan jika kau tahu lebh banyak. Aku dan Hermione sedikit kesulitan tentang beberapa hal di dunia sihir. Kami lahir di dunia Muggle.” Jelas Harry.
“Jadi? Kau akan tetap di sini?” tanya Ron.
Aku melihat Harry dan Ron, kemudian liontin di tangan Harry, lalu pedang Gryffindor yang masih Ron genggam.
“Baiklah, aku akan menyapa Hermione sebelum pergi.” Harry dan Ron tersenyum hangat di cuaca yang dingin. “aku akan melipat tenda sebelum bergabung bersama kalian.”
“Kau tidak akan pergi 'kan?” Ron memastikan kembali.“aku akan kembali.” Aku tersenyum dan lari mendekati tenda yang aku dan Ron dirikan sebelumnya.
Setelah memasukan semua bahan makanan ke dalam tas moke dan melipat tenda, aku berlari ke tempat Ron dan Harry sebelumnya, di tempat di mana aku meninggalkan mereka.
“Lakukan, Ron!” Harry berteriak.
Aku segera berlari mendekati mereka, mereka tidak mungkin bertengkar setelah aku meninggalkan mereka. Aku tergelincir dan terus berlari untuk melerai mereka. Kakiku membeku melihat Harry memegangi liontin dengan kuat di atas batu.
Liontin itu terbuka, di kedua jendela kaca masing-masing ada mata yang hidup, berwarna merah dan pulipnya terbelah. Dari dua sisi liontin yang terbuka, dari kedua mata, muncul dua gelembung aneh, kepada Harry dan kepala Hermione. Mereka melilit sepeti ular dan rapat, saling memeluk dan bibir mereka bersatu.
Di depan mereka, wajah Ron penuh amarah hingga membuat matanya berwarna merah, ia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, tangannya gemetar.
“Lakukan, Ron!” Harry berteriak.
Ron memandang Harry, matanya meninggalkan jejak memerah.
“Ron—“
Pedang itu berkelebat, terlempar, Harry melempar dirinya, suara logam berbenturan dan jeritan panjang mengerikan. Harry berputar, terpeleset di salju, bersiaga dengan tongkat untuk membela diri, tapi tak ada apapun. Hanya Ron berdiri dengan pedang berpegang kendur, melihat pada bekas-bekas liontin di atas batu.
Aku lemas, jatuh terduduk di atas salju yang membeku. Harry perlahan mendekati Ron, tak tahu harus berkata apa atau berbuat bagaimana. Ron bernafas berat, matanya tidak lagi berwarna merah sama sakali, tapi mata biru normalnya terlihat basah.
Harry berhenti, bersikap seolah-olah Ron tidak ada, dan mengambil liontin yang rusak tersebut. Ron telah menghancurkan kaca tersebut, mata merah di dalamnya telah hilang, dan noda di liontin tersebut mengeluarkan asap tipis. Sesuatu yang hidup dalamnya itu sudah lenyap, menyiksa Ron adalah hal yang terakhir dilakukannya.
Pedang berkelontang saat Ron menjatuhkannya. Ron jatuh berlutut, tangannya di kepala. Ia gemetar, tetapi aku sadar, bukan karena kedinginan. Harry menjejalkan liontin rusak itu ke dalam sakunya, berlutut di samping Ron, menempatkan sebelah tangan hati-hati di bahu Ron.
Ron tidak menepisnya.
“Setelah kau pergi,” Harry berkata dalam suara rendah, bersyukur bahwa wajah Ron tersembunyi, “Hermione menangis terus selama seminggu. Mungkin lebih, hanya dia tak ingin aku tahu. Malam-malam di mana kami sama sekali tak berbicara. Karena kepergianmu…” Harry tak dapat menyelesaikannya. “Dia sudah seperti saudara,” Harry meneruskan, “Aku menyayanginya seperti saudara dan kuperhitungkan perasaannya sama padaku. Selalu begitu. Kukira kau juga tahu.”
Ron tidak menjawab tapi memalingkan muka dari Harry, dan membersit hidungnya dengan lengan baju. Harry berdiri dan menuju tempat sebuah sepatu tergeletak, beberapa yard
jauhnya, dan bodohnya aku sama sekali tidak menyadari bahwa sepatu itu milikku. Mungkin terlepas saat aku berlari dan tergelincir.
Harry mendekatiku, membantuku menggunakan sepatu yang aku tidak sadari telah terlepas.
“Jadi, itu Horcrux?” tanyaku pada Harry.
“Yeah, Ron baru saja menhancurkan salah satunya.” Jawab Harry. “masih ada empat yang tersisa di luar sana.”
“APA?” aku tidak percaya. “benda itu berbaaya, Harry.”
“Itu semua inti dari pelarian kami.” Kata Harry. “karena itu aku ingin kau tetap bersma kami.”
“Tetapi aku akan lebih mebahayakanmu.”
“Setidaknya, temui Hermione. Dia mungkin memiliki banyak hal untuk ditanyakan.” Harry membantuku berdiri. Walaupun kakiku tidak bersepatu selama beberapa menit, aku kembali pulih dengan cepat.
Ron berusaha bangkit saat Harry mendekat, matanya merah karena lelah tetapi sekarang sudah kembali tenang. “Maafkan aku,” suaranya parau, “Aku menyesal sudah pergi. Aku tahu aku—aku— “ Ron melihat sekeliling di kegelapan, berharap muncul kata yang cukup mengerikan akan menyambarnya.
“Kau sudah membayarnya malam ini,” sahut Harry, “Mendapatkan pedang. Menghancurkan Horcrux. Menyelamatkan hidupku.”
“Itu membuatku terdengar lebih ‘cool’ dari biasanya,” Ron berkomat-kamit.
“Hal-hal seperti itu kedengarannya selalu lebih keren dari kenyataan,” sahut Harry, “Aku sudah mencoba untuk mengatakannya padamu selama bertahun-tahun ini.”
Secara bersamaan mereka mendekat dan saling merangkul. Harry mencengkeram
punggung jaket Ron yang masih basah. “Dan sekarang,” sahut Harry ketika mereka sudah
melepaskan rangkulan, “yang harus kita lakukan adalah menemukan tenda.”
“Kau akan ikut, bukan?” Ron beralih padaku.
Aku mengangguk kemudian kami mencari jejak di mana Harry dan Hermione mendirikan tenda. Tapi itu tidak susah. Walau perjalanan menembus hutan yang gelap bersama rusa betina nampak jauh, perjalanan kembali secara mengejutkan, hanya sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH
ФанфикAncaman. Itulah yang dapat mendeskripsikan tahun ini. Siapa yang akan mengira Kau-Tahu-Siapa akhirnya kembali berkuasa setelah tujuh belas tahun menghilang? Tidak, dia bahkan tidak menghilang. Dia hanya bersembunyi selama tujuh belas tahun terakhir...