70. JEMBATAN GANTUNG

214 56 4
                                    

Aku terbang berpisah dengan yang lain menuju menara Petahann Terhadap Ilmu Hitam. patung-patung dan baju besi di sepanjang koridor keluar dari tempatnya, suara bergema dari lantai-lantai di atas dan di bawah, sepertinya semua patung-patung dan baju-baju besi melakukan hal yang sama. Berkelontang dan berteriak, pasukan patung bergerak melampaui sisa-sisa murid yang siap bretempur, sebagian dari mereka berukuran kerdil dan sebagian lainnya berukuran besar. Ada juga binatang-binatang dan baju besi yang berkelontang menghunus pedang mereka beserta bola-bola berpaku berantai. Aku melewati Fred bersama sejumlah siswa, termasuk Lee dan Hannah, mereka  berdiri di samping alas kosong yang lain, yang mana  patungnya telah menutup jalan rahasia.
 
Tongkat mereka turun dan mereka sedang mendengarkan lubang yang tertutup. “Waiting for you in our wedding hall, Dawns!” teriak Fred saat melihatku terbang melewatinya. Ia mengedipkan sebelah matanya dan menggodaku, membuat anak-anak disekitarnya menggeleng kemudian kembali fokus pada tongkat mereka.
 
Aku mendarat tepat di depan Neville, Ginny berada di sampingnya, tampaknya ia kabur dari Ruang Kebutuhan.
 
“Aku akan memeriksanya.” Usul Neville.
 
“Aku akan ikut denganmu.” Ujarku tanpa bisa ditolak.
 
Ginny menganguk setuju sementara dia berjaga di depan pintu jembatan gantung yang terhubung dengan halaman belakang sekolah. Neville berlari ke ujung jembatan sementara aku terbang di atasnya.
 
“McGonagall mengizinkan kita untuk meledakannya.” Ranung Neville sambil terangah.
 
“APA?”
 
“meledakkan jembatan.”
 
“Kau yakin?”
 
“Yeah, BOOM!” Neville memperagakan bagaimana jembatan akan meledak nanti.
 
“Yeah, BOOM!” kataku.
 
Kami berhenti di ujung jembatan gantung, berhadapan langsung degan siluet para Pelahap maut yang sudah mengelilingi kastil, sangat banyak sampai kami hanya dapat melihat dua sampai tiga barisan ke belakang.
 
“Hey, Neville.” Panggilku terbang rendah untuk mensejajarkan dengannya. “kau ingin aku memeriksa seberapa banyak mereka?” usulku.
 
“Yeah, ide bagus.” Sahut Neville cepat.
 
Aku segera terbang tinggi mencapai ujung lapisan bening yang melindung kastil dengan para Pelahap Maut. Mataku memandang jauh ke dalam kegelapan, lapangan Quiddicth dilahap oleh api dan tiga dari delapan menaranya telah roboh, beberapa siluet tinggi besar menjulang melewati pepohonan di Hutan Terlarang sementara bagian depan kastil terjadi duel antara antara mantera putih yang mengalir lembut menuju langit dan bersatu dengan bagian lainnya dari gelembung mantera pertahan kastil dan puluhan bola api yang menyerang  gelembung itu dari luar kastill namun tidak berhasil menyentuh sekolah karena terhalang lapisan pelindung. Kemudian aku kembali terbang rendah mendekati Neville.
 
“Jadi ,bagaimana?” tanya Neville.
 
Well, berita baik dan berita buruk.”
 
“berita baiknya?”
 
Well, ada mantera pelindung di seluruh sekolah.”
 
“berita buruknya?”
 
“ada ratusan, mungkin ribuan di depan kita.”
 
“Wow!” Neville menelan ludahnya. “sepertinya mereka mencari masalah pada orang yang salah.”
 
Suara raungan dan gemuruh terdengar. Sekarang sudah tepat tengah malam. Para Pelahap maut yang berdiri sepuluh meter di depan kami tampak bersemangat. Mereka berlari mendekat, berteriak, siap untuk menyerang kami.
 
Neville mundur satu langkah namun tongkatnya masih terangkat siap menyerang sementara mereka semakin medekat.
 
Lima meter.
 
Empat meter.
 
Tiga meter.
 
Dua meter.
 
Satu meter.
 
Tongkat kami sudah siap menyerang, namun tiga atau empat Pelahap Maut yang berlari paling depan menghilang bagai debu saat melewati lapisan pelindung seperti sebuah kilatan di depan mata kami. Pasukan Pelahap Maut yang berlari di belakang mendadak berhenti, salah satu yang paling depan merentangkan tangannya untuk menghadang orang-orang di belakangnya agar tidak bernasib sama seperti kawan mereka.

Aku dan Neville bersorak senang, menyatukan tangan kami saat Neville berteriak, “YOU AND WHO’S ARMY!”
 
Tiba-tiba suara ledakan terdengar dari kastil memekak telinga kami, menyebabkan jembatan gantung mendapatkan gempa kecil. Batu-batu kerikil tampak bergeser dari tempat sebelumnya dan debu halus turun dari kanopi jembatan.
 
“Neville, Safe, kalian OK?” sayup-sayup terdengar suara Ginny memanggil kami.
 
Aku dan Neville membeku saat sesuatu yang terlihat seperti kertas terbakar jatuh dari langit, baranya masih menyala lembu saat menerangi wajah para Pelahap Maut di depan kami. Mereka telihat tidak terurus dengan gigi tidak beraturan. Salah satu dari mereka memainkan lembaran terbakar dengan tongkatnya, yakin bahwa itu adalah lapisan pelindung kastil yang telah hancur. Salah satu yang terdepan dari mereka, yang terlihat seperti pemimpin, mencoba satu langkah ke depan. Satu langkah untuk melewati batas pelindung kastil.
 
Aku menelan napas saat tidak terjadi apapun pada Pelahap Maut itu. Dia menyeriangi melihatku dan Neville lalu meraung, “SERANG!”
 
Raungan di susul oleh Pelahap Maut di belakangnya.
 
RUN!” aku meraung memberi perintah pada Neville. Ia segera berlari tergopoh-gopoh sementara aku terbang di atasnya sambil memberikan kutukan ke para Pelahap Maut. “LEDAKAN, NEVILLE!” teriakku, “BOOM!”
 
Neville mengarakan tongkatnya pada tiang-tiang jembatan, bunyi kelotak terdengar beberapa kali. Aku menyerang Pelahap Maut terdepan yang hampir menggapai Neville saat jembatan bergemeratak dan mulai rubuh. Neville berlari lebih cepat dari sebelumnya, sementara para Pelahap Maut lebih panik dan berhenti menyerang. Aku tetap melemparkan kutukan saat melihat Ginny dan yang lain menjulang di depan pintu jembatan.
 
Salah satu kutukan mengenai sapuku sehingga aku terlempar ke depan, tepat di bawah kaki Ginny. Aku sempat melihat Neville melompat sebelum jembatan kembali meledak dan runtuh, menelan para Pelahap Maut ke dalam jurang.
 
“NEVILLE!” raungku dan Ginny bersamaan.
 
Terjadi keheningan lama, sebelum akhirnya sebuah tongkat terlempar ke lantai jembatan. Dua tangan lainnya menyusul dan wajah Neville menyembul dari lantai jembatan yang retak, “I will well.”

~~~~~~
Aku yang gemes ceritanya ngatung, jadi aku double up.

HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang