6. MAD-EYE

530 110 3
                                    

"bagaimana kau bisa kembali, Safera?" Tanya George lemah. Aku dan Fred duduk di atas meja tepat di depan George. Untuk pertama kalinya Mrs Weasley tidak berteriak pada Fred karena melakukan hal yang tidak disukainya.

"tiga dari mereka mengejar kami." Jawabku. "Rudolpush dan Malfoy."

"bagaimana kau berhasil lolos?" Tanya Fred.

"sedikit keberuntungan." Kataku. Aku belum memberitahu Fred bahwa aku bisa melakukan Legilimency dan ini bukan saat yang tepat untuk melakukannya.

"baguslah," gumam George. "Snape berhasil menghadiahkan ini untukku." Kata George menunjuk ke telinganya yang hilang.

"mereka meminta Ayah untuk menyerahkanku pada mereka." kataku.

"APA?" teriak Fred.

"jadi rumor itu benar?" gumam George.

"Rumor apa?"

"Molfoy ingin meneruskan keturunan." Jawab George dengan lirikan ke arah Fred.

Aku mengerutkan kening tidak mengerti.

"Draco menginginkan kau untuk menjadi istrinya di masa depan." Jelas Fred.

"Bloody hell..." umpatku, seharusnya aku tidak bersikap baik pada Draco di Hogwarts. "dari mana kalian mendengar itu?"

"well, toko kami bisa menjual apapun." Kata George dengan sombong. "jadi kau akan menerima-"

"itu mereka!" teriak Hermione dari luar.

Aku dan Fred mengintip ke luar jendela namun tidak berhasil melihat apapun. "aku akan memeriksanya." Kataku meninggalkan Fred dan George dan berlari keluar.

Tonks sedang memeluk Lupin yang wajahnya berubah kaku dan pucat tampak tidak bisa berbicara dan Ron sedang dipeluk erat oleh Hermione.

"Kalian baik-baik saja," kata Ron. "Aku tak apa-apa," kata Ron sambil menepuk-nepuk punggung Hermione. "Aku baik-baik saja."

"Ron hebat," kata Tonks hangat sambil melepaskan diri dari pegangan Lupin. "Luar biasa. Memingsankan seorang Pelahap Maut, tepat di kepala, dan saat kau membidik target bergerak dari sapu yang sedang terbang..."

"Kau melakukannya?" kata Hermoine menatap Ron, tangannya masih dikalungkan di leher Ron.

"Selalu dengan nada kaget," katanya sedikit marah, mencoba melepaskan diri dari tangan Hermione. "Apa kami yang terakhir?"

"Tidak," kata Ginny, "kami masih menunggu Bill, Fleur, Mad-Eye, dan Mundungus. Aku akan bilang pada ayah dan ibu kalau kau baik-baik saja."

Ginny berlari masuk.

"Apa yang menahanmu? Apa yang terjadi?" suara Lupin bernada sedikit marah.

"Bellatrix," kata Tonks. "Dia begitu menginginkanku seperti dia menginginkan Harry, Remus. Dia berusaha untuk membunuhku. Aku ingin membalasnya, aku berhutang pada Bellatrix. Tapi kami berhasil melukai Rodolphus..."

"tapi Ayah berhasil menyingkirkan Rudolpush..." kataku.

"Yeah, kalian melemparnya kearah kami. Dia melihat istrinya dan ikut mengincarku. Saat kami tiba di rumah bibi Ron, Muriel, kami ketinggalan Portkey. Dia begitu marah pada kami..."

Tampak sebuah otot muncul di rahang Lupin. Ia mengangguk tapi tidak bisa berkata apa-apa.

"Jadi, apa yang terjadi pada kalian?" tanya Tonks pada aku, Ayah Harry, Hermione, dan Kingsley. Kami menceritakan kembali cerita masing-masing. Namun ketidakadaan Bill, Fleur,
Mad-Eye, dan Mundungus membuat kami semakin merasa khawatir.

"Kami harus kembali ke Downing Street. Seharusnya aku dan Nebulas tiba di sana satu jam yang lalu," kata Kingsley setelah menatap langit untuk terakhir kalinya. "Beritahu kami bila mereka sudah kembali."

Lupin mengangguk. Ayah memelukku sekilas sebelum akhirnya mengikuti Kingsley melambaikan tangannya dan berjalan di kegelapan menuju pagar. Lalu terdengar suara pop saat Kingsley ber-Disapparate di luar the Burrow dan suara pop lainnya yang aku yakin berasal dari Ayah. Mr dan Mrs Weasley keluar dari rumah diikuti Ginny di belakang mereka. Mereka langsung memeluk Ron lalu beralih pada Lupin dan Tonks.

"Terima kasih," kata Mrs Weasley, "sudah menjaga anak-anak kami."

"Jangan begitu, Molly," kata Tonks.

"Bagaimana George?" tanya Lupin.

"Ada apa dengannya?" tanya Ron.

"Dia kehilangan..." Kalimat Mrs Weasley tak terselesaikan saat terdengar suara tangisan.

Seekor Thestral muncul dan mendarat beberapa meter dari kami. Bill dan Fleur turun, agak kacau tapi tidak terluka. Mrs Weasley berlari mendekati mereka tapi Bill tidak membalas pelukan ibunya. Ia menatap lurus-lurus ke mata ayahnya dan berkata, "Mad-Eye meninggal."

Tak seorang pun berbicara. Tak seorang pun bergerak. Sebuah perasaan kosong kembali menyeruak diantara kami.

"Kami melihatnya," kata Bill. Fleur mengangguk, air matanya berkilauan tertimpa cahaya lampu dari dapur. "Terjadi begitu saja. Mad-Eye dan Dung ada di sebelah kami, mereka juga mengarah ke utara. Voldemort -dia bisa terbang- dia langsung mengejar mereka. Dung panik, aku mendengarnya berteriak-teriak, Mad-Eye mencoba menyuruhnya diam, tapi dia tetap ber-Disapparate. Kutukan Voldemort tepat mengenai wajah Mad-Eye, dia terjatuh dari sapunya dan kami tidak bisa menolongnya. Kami sendiri dikejar enam Pelahap Maut..." Bill berhenti berbicara.

"Jelas kalian tidak bisa menolongnya," kata Lupin. Mereka berdiri sambil memandang satu sama lain.

Semuanya mengerti, tanpa seorang pun yang mengatakannya, tak ada gunanya lagi menunggu di halaman belakang. Dalam diam, kami mengikuti Mr dan Mrs Weasley masuk ke the Burrow, langsung ke ruang duduk, di sana Fred dan George sedang bercanda.

"Ada apa?" tanya Fred memerhatikan wajah kami yang baru masuk. "Apa yang terjadi? Siapa yang..."

"Mad-eye," kata Mrs Weasley, "meninggal."

Senyum di wajah si kembar hilang berganti dengan rupa terkejut. Sepertinya tak seorang pun tahu apa yang harus mereka lakukan. Aku kembali duduk di sebelah Fred, menenggelamkan kepalaku di punggungnya untuk menyembunyikan wajah dan air mata yang terus mengalir. Tonks menangis dalam diam di balik saputangannya. Tonks dekat dengan Mad-Eye, ia murid kesayangan Mad-Eye di Kementrian Sihir. Hagrid yang duduk di lantai di pojok ruangan dan menghabiskan paling banyak tempat, sedang mengusap matanya dengan saputangan seukuran taplak.

Bill berjalan menuju lemari dan mengeluarkan gelas dan sebotol Firewhisky.

"Ini," katanya, dan dengan ayunan tongkatnya empat belas gelas yang telah terisi yang terbang mendekati tiap orang yang ada di ruangan. "Untuk Mad-Eye."

"Mad-Eye," kata semua orang dan meminumnya.

"Mad-Eye," kata Hagrid, terlambat, terdengar isakkannya.

Firewhisky membasahi tenggorokanku, membuatnya terasa terbakar, rasa kebas dan ketidakpercayaannya menghilang, memberi semangat keberanian.

"Jadi Mundungus menghilang?" kata Lupin yang langsung mengosongkan gelasnya sekali teguk.

Keadaan langsung berubah. Tiap orang tampak waspada, melihat Lupin, menunggu ia melanjutkan.

"Aku tahu apa yang kau pikirkan," kata Bill, "aku juga memikirkan hal yang sama sepanjang perjalanan kemari, karena sepertinya Pelahap Maut sedang menunggui kita, kan? Tapi Mundungus tidak mungkin mengkhianati kita. Pelahap Maut tidak tahu akan ada delapan orang Harry, mereka tampak kebingungan saat kita baru saja berangkat. Dan hanya untuk mengingatkan, adalah Mundungus yang mengajukan ide gila ini. Kalau dia membocorkannya, mengapa dia tidak langsung menceritakan keseluruhan rencana? Kurasa Dung panik, hanya itu. Dia tidak ingin jadi yang pertama diserang, tapi Mad-Eye membawanya, dan Kau-Tahu-Siapa langsung menyerang mereka. Itu sudah cukup membuat seseorang menjadi panik."

"Kau-Tahu-Siapa bereaksi seperti perkiraan Mad-Eye," isak Tonks. "Mad-Eye bilang bahwa Kau-Tahu-Siapa akan mengira bahwa Harry yang asli akan dijaga oleh Auror yang paling berpengalaman. Dia langsung mengejar Mad-Eye, tapi begitu Mundungus menghilang, dia langsung mengincar Kingsley."

"Benar," potong Fleur, "tapi itu tidak menjelaskan bagaimana mereka tahu kita akan memindahkan 'Arry malam ini, kan? Seseorang telah sembrono. Seseorang telah memberita'ukan tanggal peminda'an pada orang luar. 'anya itu penjelasan yang ada, bagaimana mereka ta'u tanggal peminda'an tapi tidak ta'u keseluru'an rencana."

Fleur memandang ke penjuru ruangan, terlihat sisa air mata membekas di wajahnya yang cantik, ia menantang bila ada yang tak sependapat. Tak seorang pun. Suara yang terdengar hanya isakkan Hagrid.

"Tidak," kata Harry keras tiba-tiba, dan semua menoleh padanya, terkejut. Sepertinya Firewhisky telah memperbesar suaranya. "Maksudku... bila seseorang melakukan kesalahan," lanjut Harry, "dan tanpa sengaja memberitahukannya pada orang lain, aku tahu mereka tidak bermaksud seperti itu. Itu bukan kesalahan mereka," ulang Harry, sudah dengan suaranya yang biasa. "Kita harus percaya satu sama lain. Aku percaya pada kalian semua. Aku yakin tak seorang pun di ruangan ini yang akan menyerahkanku pada Voldemort."

Tak ada yang menjawab. Semua tetap melihat Harry. Ia meminum Firewhiskynya sedikit.

"Bagus sekali, Harry," kata Fred.

"Ya, benar-benar bagus," imbuh George sambil menatap Fred.

Lupin menatap Harry dengan sebuah ekspresi aneh. Menatapnya penuh rasa kasihan,
atau sayang.

"Kau pikir aku idiot," tantang Harry.

"Tidak. Kupikir kau seperti James, yang menganggap bahwa mengkhianati teman adalah aib paling memalukan." Balas Lupin.

Harry hendak membalas perkataan Lupin tapi Lupin sudah menoleh, meletakkan gelasnya, dan berbicara pada Bill, "Ada sesuatu yang harus aku lakukan. Aku bisa meminta Kingsley atau Nebulas, kalau kau..."

"Tidak," kata Bill, "akan ku lakukan."

"Mau ke mana?" kata Tonks dan Fleur bersamaan.

"Mayat Mad-Eye," kata Lupin, "kami harus mengambilnya."

"Tidak bisakah kalian..." Mrs Weasley memohon pada Bill.

"Menunggu?" kata Bill. "Tidak, kecuali bila kau ingin Pelahap Maut menemukannya lebih dulu."

Semuanya diam. Tiap orang berdiri saat Lupin dan Bill berpamitan. Setiap orang kembali duduk di kursi masing-masing kecuali Harry, yang tetap berdiri.

"Aku harus pergi," kata Harry. Sebelas pasang mata memandanginya.

"Jangan bodoh, Harry," kata Mrs Weasley. "Apa yang kau bicarakan?"

"Aku tidak bisa tinggal di sini." Harry menggosok dahinya. "Kalian dalam bahaya bila aku tetap tinggal di sini. Aku tidak ingin..."

"Jangan bersikap bodoh, kalau begitu!" kata Mrs Weasley. "Tujuan utama seluruh rencana malam ini adalah untuk membawamu ke sini dalam keadaan hidup. Dan untung saja berhasil. Bahkan Fleur sudah setuju untuk menikah di sini daripada di Prancis. Semua sudah diatur agar semua orang bisa berkumpul di sini dan menjagamu."

"Bila Voldemort tahu aku ada di sini..."

"Mengapa dia harus tahu?" Tanya Mrs Weaskey.

"Kau mungkin saja ada di salah satu dari selusin rumah perlindungan lain, Harry." Kata Mr Weasley. "Kau-Tahu-Siapa tidak akan tahu di mana kau akan berada."

"Bukan itu yang aku khawatirkan!" kata Harry.

"Kami tahu," kata Mr Weasley tenang, "tapi seluruh usaha kami malam ini jadi sia-sia bila kau pergi."

"Kau tidak akan pergi ke mana-mana," geram Hagrid. "Ya ampun, Harry, setelah semua hal yang kita lalui malam ini."

"Yah, bagaimana dengan telingaku?" kata George sambil menaikkan tubuhnya di atas bantal.

"Aku tahu, tapi..."

"Mad-Eye tidak akan..."

"AKU TAHU!" teriak Harry.

Ada kesunyian panjang diantara kami. Aku tahu ini dilarang, tapi pikiran Harry yang berada di bawah pengaruh Firewhiskey mengumbar dengan begitu mudahnya sehingga aku dapat tahu bahwa Harry merasa buruk berada di bawah pengawasan kami semua. Ia merasa dirinya telah menjadi beban bagi semua orang dan semua kehilangan yang terjadi malam ini, adalah salahnya.

"Harry, kau ingin berbicara sebentar denganku?" ucapku pelan.

"Tidak." Tolak Harry mentah-mentah. "dan jangan melakukan Legilimency padaku!"

Semua terdiam. Fred dan George terkejut mendengar pernyataan itu.

"Apa hanya kami yang tidak tahu?" Tanya Fred pada semua orang di rumah ini namun tidak ada yang menjawab.

Harry sedikit merasa bersalah, namun rasa marahnya menang dan tidak berniat untuk meminta maaf atas ucapannya. Kesunyian itu akhirnya dipecah oleh Mrs Weasley.

"Di mana Hedwig, Harry?" bujuknya, "kita bisa membawanya bersama Pigwidgeon dan memberinya makan."

Kemarahan Harry semakin memuncak. Hanya aku yang tahu melalui pikiran Harry bahwa burung hantu Harry sudah mati dalam pertempuran malam ini, Mrs Weasley tentu saja tidak tahu itu. Harry menghabiskan Firewhiskynya untuk menghindar dari jawaban pertanyaan.

"Tunggu hingga hal itu muncul lagi, Harry," kata Hagrid. "Lakukan lagi nanti saat kau berhadapan dengan Kau-Tahu-Siapa!"

"Itu bukan aku!" kata Harry. "Itu tongkatku. Tongkatku melakukannya sendiri."

Setelah beberapa saat, Hermione berkata lembut, "Tapi tidak mungkin, Harry. Mungkin maksudmu, kau melakukan sihir tanpa kau bermaksud begitu, kau bereaksi sesuai nalurimu."

"Bukan," kata Harry, "saat itu sepeda motornya sedang jatuh, dan aku tidak tahu Voldemort ada di mana, tapi tongkatku bergerak sendiri dan menembakkan mantra yang bahkan aku tidak kenal. Aku tidak pernah membuat pancaran api keemasan sebelumnya."

"Terkadang," kata Mr Weasley, "saat kau berada dalam keadaan terpojok, kau dapat menciptakan sihir yang bahkan tidak bisa kau bayangkan. Biasanya hal itu terjadi pada anak-anak, bahkan sebelum mereka..."

"Bukan itu," geram Harry dengan giginya terkatup.

Tidak ada yang berbicara. Sambil bergumam tentang udara segar, Harry meletakkan gelasnya dan meninggalkan ruangan.

HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang