Aku mengerang pelan di Aula Besar karena lagi-lagi tidak melihat Snape di kursi kebangsaannya. Ia tidak pernah lagi terlihat di Aula Besar ataupun lorong-lorong kastil, juga kantornya karena Snape sudah mengganti kata kuncinya dan sampai saat ini aku masih tidak mengerti mengapa Snape memilihku sebagai Ketua Murid.
Seperti dugaanku, Lencana Ketua Murid berhasil merubah pandangan anak-anak Hufflepuff padaku walaupun mereka tidak menunjukkannya secara terang-terangan. Beberapa anak Slytherin menganggapku sudah beralih pihak dan anak-anak Gryffindor mulai melihat sebelah mata padaku. Satu-satunya yang sadar aku tidak menerima sepenuhnya Lencana Ketua Murid adalah Ernie karena hanya dia yang tahu bahwa aku melakukan tugas Ketua Murid dengan setengah hati. Bahkan aku sendiri masih belum tahu alasan mengapa Snape memilihku.
Aku melihat rombongan anak Slytherin tengah berjalan santai keluar Aula Besar. Tunggu, aku mungkin tahu siapa yang bisa membantuku untuk memecahkan misteri Ketua Murid ini. Punggung Draco berjalan lesu berbanding terbalik dengan teman-temannya yang lain, satu-satunya sumber informasiku adalah Draco karena Snape menyebut namanya malam itu. Dengan cepat aku mengikuti Draco dua langkah di belakangnya. Ketika kami tiba di Aula Depan, aku segera menariknya untuk menjauh dari rombongan anak-anak Slytherin.
Draco yang berjalan dengan setengah melamun, terkejut dengan tanganku yang menariknya kuat. Wajahnya penuh dengan tanda tanya namun tidak mengelak dan hanya mengikuti tanpa bertanya.
Kami memasuki ruangan kecil yang berada di sebelah Aula Besar, tempat di mana kami menunggu giliran ujian praktik saat OWL. Ruangan itu cukup luas sehingga aku dan Draco tidak perlu berhimpitan.
Draco mengeluarkan cahaya dari ujung tongkatnya tepat saat aku menutup pintu, ia tidak bertanya apapun dan hanya melihatku dengan pandangan yang sulit untuk diartikan. Matanya terlihat rapuh saat aku mendekatinya. Cahaya tongkatnya berada tepat di antara kami memperlihatkan bingkai wajah Draco yang semakin kurus dan wajahnya yang terlihat pucat.
“aku ingin bertanya padamu.” Kataku mantap dengan terus menatap matanya.
“Apa?” tanyanya pelan seperti seseorang yang tidak memiliki semangat.
“Kau mengajukanku untuk menjadi Ketua Murid?” tanyaku langsung padanya.
Draco menelan ludahnya, menundukan wajahnya sebentar sebelum Kembali melihat wajahku kembali. “Ya.” Jawabnya singkat.
“Mengapa?”
“Entahlah,”
Aku menghela napas. “aku mohon.” Keluhku putus asa. “beritahu aku mengapa kalian melakukannya.”
“Kalian?”
“Ya.” Jawabku cepat. “Kau dan Snape. Kau yang mengajukan namaku untuk menjadi Ketua Murid, bukan?”
Draco terkekeh mengejek. Namun tidak membalas kalimatku.
“kau mengejekku?” sengatku
“kau pikir aku mengejekmu?”
“Bloody hell, Malfoy. Sebenarnya apa yang kau rahasiakan?”
“Malfoy?” Draco terlihat tidak terima. “aku pikir kita sudah sepakat sebelumnya untuk menggunakan panggilan akrab.”
“Ya, itu sebelum kau manjadi tangan kanan Snape untuk membunuh Dumbledore.”
Tanpa di duga tangan kiri Draco yang bebas menarik kerah jubahku lebih dekat ke tubuhnya dan berhasil membuatku tercekat beberapa detik sebelum akhirnya menguasai diriku kembali. “kau pikir aku menjadi tangan kanan Snape?”
Aku mencoba menarik tangan Draco menjauh dari kerah jubahku namun tangannya sama sekali tidak tergerak untuk melepaskannya malah menarikku semakin mendekat dengan wajahnya. “lalu apa? Kau membantu Snape membunuh Dumbledore ‘kan?” tantangku. Kedua tanganku menggenggam tangannya yang berada di kerah baju.
Draco kembali terlihat gusar. Tidak menyutujui ataupun menolak pernyataanku, atau mungkin ada kenyataan yang lebih besar dari dugaanku. Dengan gerakan mendadak, Draco mendorongku hingga aku terlempar ke dinding di belakang lalu berjalan menuju pintu.
“Tunggu!” kataku mencoba menahan Draco namun ia tetap berjalan. “Malfoy, aku bilang tunggu.”
Draco mendengkus tidak terima saat membuka pintu ruangan.
“Draco!” teriakku berhasil menahan langkahnya.
Draco membalik tubuhnya dan mendekat padaku dengan telunjuk kanannya menunjukku. “Berhenti. Melakukan. Itu.” Katanya dengan penekanan di setiap katanya.
“Apa?” tanyaku bingung.
Draco mendekat padaku lalu mengunci tubuhku dengan tembok. Tubuhnya terus mendekat sampai kening kami bersentuhan dan aku dapat menghidu bau kayu ek yang terbakar dari tubuhnya. “kau selalu membuatku goyah.” Katanya pelan dan tajam tangan kirinya yang tidak memegang tongkat berhasil menyelipkan anak rambut ke belakang telingaku lalu tangannya turun ke tengkukku, semakin mendekatkan wajah kami.
Bibir Draco mencoba mendekat bibirku, semakin dekat hingga aku menahan napas berusaha menolak.
“STOP!” teriakku saat hidung kami bertemu. Draco terdiam dalam gerakannya. “kita tidak seharusnya melakukan ini.” Kataku lagi.Draco membeku selama tiga detik kemudian keluar meninggalkanku yang masih berdiri diam mencerna semua yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH
FanficAncaman. Itulah yang dapat mendeskripsikan tahun ini. Siapa yang akan mengira Kau-Tahu-Siapa akhirnya kembali berkuasa setelah tujuh belas tahun menghilang? Tidak, dia bahkan tidak menghilang. Dia hanya bersembunyi selama tujuh belas tahun terakhir...