“Aku harus bertemu Fred!” raungku pada Ginny dan Neville saat kami berlari ke dalam kasil.
“Sekarang?” tanya Neville terengah.
Ledakan terdengar lagi di atas kami membuat pertahanan di atas kepala kami agar terhindar dari bebatuan yang berjatuhan.
“This is really big deal!” raungku. “I need ti tell Fred that I love him.”
“SAFE!” teriak Ginny saat kami kembali berlari, sesekali melemparkan kutukan Pelahap Maut yang sudah ber-Apparate ke dalam kastil agar kami bisa lewat. “Semua orang tahu itu!”
Dari jendela terdekat terlihat kilatan cahaya hijau dan merah di sekitar kaki kastil menandakan Pelahap Maut sudah cukup dekat dengan pintu masuk. Grawp, raksasa saudara Hagrid lewat meliuk-liuk, mengayunkan sesuatu yang tampak seperti gargoyle batu lepas dari atap yang meraung tak senang.
“Tapi aku tidak pernah mengatakannya secara langsung.” Teriakku lagi.
Ledakan kembali terdengar di atas kami. Kami brhenti berlari dan melihat ke atas ketika debu berjatuhan dari langit-langit dan terdengar teriakan dari kejauhan. Aku mendesak Ginny, Neville dan anak-anak lainnya terus berlari.
Ketika dinding bergetar lagi, aku memisahkan diri dari rombongan Neville, melawan orang bertudung dan bertopeng yang berusaha menyerang kami. Suasana kastil telah bertambah buruk. Dinding dan langit-langit bergetar hebat dari sebelumnya, debu memenuhi udara.
Dua orang bertudung lainnya mendekat dan ikut menyerangku sehingga pertarungan menjadi tidak seimbang. Dengan jarak pandang yang pendek, sulit menemukan orang lain dari pihak yang sama untuk membantu. Kakiku mundur hampir mencapai dinding yang bergetar.
Seseorang muncul menghalau kutukan dari musuh, aku mengerjap ketika mengetahui itu Tonks, kemudian kembali melempar kutukan.
“Apa yang kau lakukan di sini?” raungku tanpa berhenti melemparkan kutukan ataupun mantera penangkis. “bukankah kau seharusnya di rumah? Menjaga bayimu.”
“aku tidak tahan untuk tidak tahu apapun.” Tonks melemparkan kutukan semakin berani dan salah satu musuh bertudung terlempar menembus debu tebal. “ibuku akan menjaga Teddy dengan baik.”
Aku melemparkan mantera tepat di dada salah satu orang bertudung sehingga dia terlempar menembus jendela kastil. “Kau lihat Fred?” tanyaku pada Tonks.
“Tidak. Kau lihat Remus?”
“Tidak.” Kami berhasil memingsankan musuh terakhir dan saling mengangguk mengerti, berpisah untk berlari ke tujuan masing-masing.
Aku berlari ke pintu depan di mana lebih banyak musuh yang menyerbu masuk. Kingsley dan McGonagall berduel dengan sosok bertudung masing-masing sementara Mrs Weasley diserbu oleh dua Pelahap Maut.
Aku berlari membantu Mrs Wealsey yang rambutnya sudah tidak teratur, melemparkan mantera ke salah satu lawannya. Ia terkejut sejenak namun kembali melempar kutukan saat menyadari aku datang untuknya.
“Anda melihat Fred, Mrs Weasley?” tanyaku.
Mrs Weasley kembali terkejut namun matanya tidak lepas dari musuh di depan kami. “Kalian berpisah?” tanyanya.
“Tidak, kami memiliki pos jaga yang berbeda.”
“Persetan dengan pos jaga.” Kata Mrs Weasley melempar salah satu musuhnya. “Kalian tidak seharusnya berpisah.” Ia melemparkan mantera pertahanan. Kemudian aku memberikan kutukan pada musuh kami yang terakhir. Melihat kedua musuh yang berhasil kami kalahkan, Mrs Weasley kembali berlari untuk membantu suaminya.
Aku melihat berkeliling. Kilatan cahaya meluncur di mana-mana. Tidak ada satupun dari keluarga Weasley yang berpisah dengan orang terkasihnya. Bill berhasil memisahkan dua dari tiga orang bertudung dari isterinya. Kemudian Fleur menarikku untuk menunduk, menghindar dari kutukan yang hampir mengenai kepalaku.
“Tu es fou(Kau gila!)” raung Fleur. Aku dan Fleur bersembunyi di balik Gorgoyle yang telah hancur. “mouvement (Bergerak)!” teriak Fleur lago. Sesekali kami melemparkan kutukan untuk menyerang. Seketika aku tersadar bahwa pertarungan ini bukanlah hal yang bisa kami anggap enteng.
“tu vois Fred (kau lihat Fred?” raungku di sela-sela pertarungan.
“avec Percy (Ke atas dengan Percy).” jawab Fleur.
Aku melihat tangga pualam yang berada sepuluh meter dari tempat kami bersembuyi. “me protéger (Lindungi aku)!” teriakku pada Fleur.
Aku berlari bak orang gila menuju tangga pualam, menunduk, menangkis dan melempar kembali kutukan yang datang. Saat sampai di anak tangga, aku melihat George dan Lee mengejar Pelahap Maut yang naik. aku menciptakan penghalang untuk Pelahap Maut sehingga siapapun yang lewat dengan Tanda Kegelapan di tangannya akan terbakar di dasar tangga.
“GEORGE!” raungku sambil menaiki anak tangga, namun suaraku masih tenggelam oleh ledakan dan raungan di seluruh kastil.
Saat aku mencapai anak tangga teratas, teriakan parau terdengar di dasar tangga. Seseorang telah memaksa masuk pelindung yang aku ciptakan dan kini Tanda Kegelapan di tangannya mengeluarkan api berwarna biru.
“COLATE!” raungnya berusaha meraihku dengan tangannya yang lain. Tongkatnya sudah jatuh ke lantai batu namun itu tidak membuatnya menyerah dan terus melangkah. Belum genap langkahnya melewati anak tangga, seluruh tubuhnya mengeluarkan api biru saat melewati batas itu. tudungnya ikut terbakar kemudian campuran api biru dan merah menciptakan asap tebal yang becampur dengan debu di sekitarnya.
Aku kembali berlari dan menemukan George dan Lee yang sedang bertarung dengan tiga Pelahap Maut.
“Kalian lihat Fred?” tanyaku.
“Ke atas.” Jawab Lee cepat tidak melepaskan matanya dari lawan mereka.
Aku segera berderap menuju lantai tiga dan menemukan Fred dan Percy, keduanya melawan orang-orang bertopeng dan bertudung.
“FRED!” teriakku, bergabung melawan bersama mereka.
“Hei, Dawns.” Sapa Fred. “Sudah merindukanku?”
“No romance, please.” Ujar Percy.
“ada yang ingin aku katakana padamu.” Kataku cepat.
“saat ini?” tanya Percy. “Come on, Colate. Kita sangat sibuk.”
“aku akan cepat.” Sergahku.
“Oh, wow.” Fred menangkis kutukan yang hendak datang padaku. “Apapun itu, sayang. Aku tahu.”
“No, Fred—“
“Aku tahu.” Kami kembali melemparkan kutukan pada orang bertudung.
Harry, Ron, dan Hermione berlari entah dari mana ke arah kami dan membantu, wajah mereka hitam dan rambut berbau jelaga. Orang yang bertarung dengan Percy mundur, cepat. Kemudian tudungnya terbuka dan kami melihat dahi lebar dan rambut kaku.
“Halo, Pak Menteri!” teriak Percy, menembakkan mantra sederhana langsung kepada Thicknesse, yang langsung menjatuhkan tongkat dan merobek bagian depan jubahnya, tampak sangat tidak senang. “Apa aku sudah bilang aku mengundurkan diri?”
“Kau bercanda, Perce!“ teriak Fred ketika Pelahap Maut yang dilawannya pingsan karena kekuatan tiga mantra pemingsan sekaligus. Thicknesse jatuh ke lantai dengan paku-paku kecil muncul di sekujur tubuhnya, dia tampak berubah menjadi sesuatu yang mirip landak laut. Fred memandang Percy dengan perasaan senang. “Kau benar-benar bercanda, Perce… kurasa sudah lama kami tidak mendengarmu bercanda sejak—“
Langit meledak. Kami sedang berkumpul bersama-sama aku, Fred, Harry, Ron, Hermione,
dan Percy, dua Pelahap Maut di kaki kami, satu pingsan, satunya bertransfigurasi, dan dalam sekejap mata –ketika bahaya tampak sedikit terkendali, dunia seperti terpisah. Fred mendorongku sehingga aku menubruk tubuh Percy. Aku memegang tongkat erat-erat saat Percy memelukku, melindungiku dari dinding yang runtuh.
Segala hal menjadi cepat dan lambat secara bersamaan. Percy sudah memisahkan diri dariku. Udara dingin menandakan bahwa sisi kastil telah hancur dan rasa panas di keningku menunjukkan aku banyak mengeluarkan darah. Harry separuh terkubur dalam reruntuhan koridor yang diserang dengan brutal.
Aku merangkak lemah mendekati tiga lelaki berambut merah berkumpul di tanah di mana dinding hancur berkeping-keping. Air mata mulai jatuh membasahi pipiku walaupun aku tidak sepenuhnya mengerti apa yang terjadi.
Aku mengenali tubuh Fred yang berbaring di lantai. “Tidak—tidak—tidak!” aku menjerit. “Tidak—Fred—tidak!”
Percy mengguncang-guncang tubuh saudaranya, Ron berlutut disampingnya, dan mata Fred terbuka dengan hampa.
“No! Fred, please!” aku merangkak mendekati kepala Fred, bayangan tawa terakhir masih terukir di wajahnya. Ini hanya lelucon. Ini hanya salah satu dari candaan Fred. Ini tidak mungkin. “Fred, please.” Aku kembali memohon, meminta Fred unuk berhenti melakukan leluconnya. Aku menyentuh legan Fred. Dingin. Sama dinginnya dengan lengan Cedric yang terakhir kali aku genggam. Aku tidak dapat mengendalikan air mataku yang terus mengalir, mengaburkan penglihatanku akan Fred. “No, please. Fred! Please!” aku mendekatkan tangan kanan Fred ke wajahku, berharap ia akan bergerak dan mengelus pipiku seperti yang selalu ia lakukan.
Namun hal itu tidak terjadi. Fred tidak merubah posisinya, ia tidak mengedipkan mataya, tidak juga menggerakkan ibu jarinya untuk menghapus air mataku. Aku hampir putus asa saat mendekatkan wajahku padanya. Mata kami saling bertemu, namun matanya tidak pernah sekosong ini ketika melihatku, bola mata coklat itu selalu mendamba saat bertemu mataku. Aku memejamkan mataku, air mataku menetes ke pipinya.
“I love you, Fred.” Aku membisikkan kalimat yang tidak pernah aku ucapkan. “I love you, 'till the world end.”
Aku mencium bibirnya. Tidak ada balasan dari bibir dingin yang tersenyum itu. Lalu sesosok tubuh jatuh melewati lubang ledakan di sisi sekolah, dan kutukan-kutukan berhamburan menuju kami dari kegelapan, mengenai dinding di belakang kepala-kepala kami.
“Tiarap!” seru Harry, saat makin lama kutukan semakin banyak menghujani kami melewati malam. Harry dan Ron menangkap Hermione lalu menariknya bertiarap di lantai, tapi Percy berbaring menutupi Fred dan aku, melindungi kami dari bahaya, dan saat Harry berteriak, “Safera, Percy, ayo, kita harus bergerak!” Percy malah menggelengkan kepala. “Percy!”
Aku melihat bekas air mata membelah debu yang menutupi wajah Ron saat ia meraih bahu kakak laki-lakinya, dan menariknya, tapi Percy bergeming. Harry menarik bahuku berusaha memisahkanku dengan Percy.
“Percy, kau tidak dapat melakukan apapun untuknya. Kita akan—“ Hermione berteriak, dan aku menoleh, tak perlu bertanya kenapa. Laba-laba yang besar sekali seukuran mobil kecil mencoba memanjat lubang besar di dinding. Salah satu keturunan Aragog telah bergabung dalam pertempuran.
Ron dan Harry berseru bersamaan. Mantra mereka bertabrakan dan monster itu dihajar mundur, kaki-kakinya menyentak-nyentak mengerikan dan menghilang dalam kegelapan.
“Dia membawa teman!” Harry memberitahu kami, memandang sepintas tepi kastil melalui lubang di dinding yang diledakkan oleh kutukan-kutukan. Lebih banyak laba-laba raksasa memanjat sisi bangunan, lepas dari Hutan Terlarang ke mana para Pelahap Maut pasti telah meranjah. Harry menembakkan Mantra Pembius pada mereka, monster pemimpinnya jatuh terguling menimpa rekannya. Jadi mereka merangkak menuruni bangunan kembali dan lenyap.
Lalu lebih banyak kutukan bertebaran di atas kepala kami, sangat dekat aku rasakan kekuatan mereka meniup rambutku.
”Ayo bergerak, SEKARANG!”
Hermione menarikku maju bersama Ron, Harry membungkuk meraih jenazah Fred dari ketiaknya. Percy, menyadari apa yang sedang Harry coba lakukan, tak lagi menempel pada jenazah, dan membantu, bersama, membungkuk rendah menghindari kutukan melayang-layang dari tanah, mereka menyeret jenazah Fred.
“Di sini,” sahut Harry, dan mereka menempatkannya di sebuah ceruk yang tadinya tempat seperangkat baju besi. Aku tak mampu memandang jenazah Fred lebih lama lagi dan memeluk Hermione dan setelah yakin bahwa jenazahnya disembunyikan dengan baik.Ujung koridor, yang sekarang penuh debu dan puing-puing, kaca sudah lenyap dari jendela, aku melihat banyak orang berlari ke sana ke mari, kawan atau lawan semakin tidak dikenal. Membelok di sudut, Percy meraung bagai banteng mengamuk, ”ROOKWOOD!” dan berlari secepat ia bisa ke arah seorang jangkung yang sedang mengejar sepasang siswa dan aku ikut mengejar di belakangnya.
~~~~~~
Sad and crying session here!!!

KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH
FanfictionAncaman. Itulah yang dapat mendeskripsikan tahun ini. Siapa yang akan mengira Kau-Tahu-Siapa akhirnya kembali berkuasa setelah tujuh belas tahun menghilang? Tidak, dia bahkan tidak menghilang. Dia hanya bersembunyi selama tujuh belas tahun terakhir...