Kastil sunyi secara tak wajar. Tidak ada cahaya atau sinar, tak ada letusan, jeritan atau teriakan. Ubin batu besar di Pintu Masuk terlantar, ternoda darah. Batu-batu zamrud masih berserakan di lantai bersama potongan marmer dan pacahan kayu. Sebagian pegangan luluh lantak.
Gumpalan-gumpala kecil mengotori halaman berumput di depan kastil. Mungkin hanya kira-kira sejam atau sekitar menjelang fajar saat ini, tapi keadaan masih gelap gulita.
Meja asrama lenyap dan ruangan penuh sesak. Aku berjongkok, menenggelamkan diriku dalam tangisan tak berujung, Fleur menarikku berdiri, memelukku menenangkan. Aku bahkan tidak menemukan satupun kata yang tepat untuk memberitahu mereka, keluarga Weasley atau siapapun, bahwa Fred sudah meninggal. Dia mati untuk melindungiku dan Percy dari reruntuhan batu akibat ledakan.
Fleur tetap diam dan memelukku saat kami memasuki Aula Besar. Mereka yang selamat berdiri berkelompok, tangan-tangan mereka saling berangkulan. Mereka yang terluka dirawat di panggung yang didirikan Madam Pomfrey dan sekelompok sukarelawan. Firenze ada di antara yang terluka, panggulnya mengucurkan darah, gemetar di mana ia dibaringkan, tak mampu berdiri.
Mereka yang tewas dibaringkan di tengah aula. Remus dan Tonks, pucat dan diam, nampak damai seperti sedang tertidur di bawah langit-langit yang disihir gelap. Tangan mereka saing menggapai seolah berpegangan tangan dalam tidur. Aku tidak bisa meliat jenazah Fred karena dikelilingi keluarganya. George berlutut dekat kepalanya, Mrs Weasley melintang di dada Fred, badannya berguncang, Mr Weasley mengusap rambut Mrs Weasley, air matanya mengalir menuruni pipinya.
Fleur yang mengerti alasanku menangis, memelukku lebih erat ketika Bill dan Percy bergabung bersama kami. Hermione mendekati Ginny yang wajahnya bengkak dan memeluknya. Ron bergabung dengan kami, Percy mengalungkan lengannya di pundak Ron.
Para hantu nampaknya bergabung untuk berkabung di Aula Beasr. Bahkan Peeves melayang di atas kami, tepat di mana jenazah Fred, salah satu panutannya yang telah tiada terbaring.
Aku bergabung dengan George, berlutut di dekat kepala Fred. Tangan George tidak menti mengelus puncak kepala kembarannya, sedangkan tangan satunya meraihku, memelukku ke untuk bergabung dalam pelukannya, menyampaikan kesedihan kami masing-masing dalam pelukan.
Kingsley telah memberikan pengumuman lain yang aku dengar sayup-sayup, memberitahu semua orang untuk tetap tegar, untuk membantu yang terluka dan mengangkut yang meninggal. Satu per satu anggota Weasley berpencar, mencari kesibukan mereka untuk menghilangkan rasa sedih mereka. Mr Weasley, Bill, dan Percy menyusuri setiap sudut kastil untuk menemukan yang terluka ataupun meninggal, Mrs Weasley dan Fleur membantu mereka yang terluka, Ginny mencari siswa di luar kastil. George juga bergerak untuk menghibur beberapa orang walau dirinyalah yang lebih pantas mendapatkanya.
Aku masih mencoba menghilangkan debu di wajah Fred ketika Luna mendekat dan menyandarkan kepalanya di bahuku. Ia menepuk-nepuk pelan bahuku dan menggumamkan lagu yang tidak aku ketahui. Air mataku tidak lagi terjatuh, seakan kehilangan semua cadangan air.
“dia tersenyum saat meninggal.” Gumam Luna, mencoba menghiburku.
“Ya,” gumamku. “tapi dia tidak pernah tahu bahwa aku mencintainya.”
“dia tahu.”
“Aku tidak pernah mengatakannya.”
“tapi dia mengetahuinya, kita semua mengetahuinya.” Balas Luna tenang dan lembut. “Cinta tidak harus diucapkan, Safera. Aku, George, dan semua orang sudah menyaksikannya, kami telah menjadi saksi cerita kau dan Fred selama ini.”
“Benarkah?” aku melihat wajah Luna, debu melekat di wajahnya.
Luna mengangguk, debu beterbangan saat ia mengibaskan rambutnya. Luna membimbingku berdiri, mengajakku bergabung dengan rombangan lainnya. Orang-orang sibuk bergerak ke sana ke mari, saling menghibur, minum, berlutut di samping jenazah.
Kedua tangan Hannah menyambutku, aku terduduk di sampingnya dan memeluknya erat. Aku sudah terlalu banyak menangis sehingga belakang kepalaku seperti ditarik sebuah tangan besar. Ernie mendekat entah dari mana, mengelus punggunggku. Mereka seperti ayah dan ibu yang menenangkan anak mereka. Aku tidak menyadari Luna telah kembali mengilang. Beberapa anak Hufflepuff melihat kami, melihat dua Prefek mereka memeluk Headgirl, menenangkannya seakan menandakan tahun ini adalah tahun kesedihan lainnya untuk Huflepuff. Satu per satu dari mereka mendekati kami, Susan, Justin, dan lainnya, menanggelamkanku dalam pelukan dan kata-kata menghangatkan mereka.
“Kau harus kuat, Safe...”
“Kami di sini…”
“Kami selalu bersamamu...”
“Kau bisa menangis …”
“Kami senang kau bersama kami…”
Saat semua orang memisahkan diri, aku melihat banyak wajah, beberapa aku kenal karena kami berada di kelas yang sama, beberapa sering berpapasan denganku di ruang rekreasi atau saat makan. Aku mengerutkan kening, beberapa wajah mulai berbayang. Rasa sakit di kepalaku semakin menjadi-jadi. Beberapa orang berteriak, mencoba menggapaiku saat keudian semuanya gelap.
Beberapa ingatanku tentang Fred adalah saat dia tersenyum padaku, saat wajahnya mendekat untuk menciumku, saat aku merasakan bibirnya menekanlembut bibirku, saat tubuhnya memelukku, atau saat dia menghangatkan tubuhku dengan tubuhnya. Aku ingat saat ia diam-diam menyelinap ke kamar Percy untuk memelukku saat tidur, wajah marahnya saat Draco menyebut namaku, bahkan saat kami tertawa di pinggir jurang di Shell Cottage, berbaring saling memeluk di atas bunga Lavender laut kesukaan Luna.
Ledakan keras terdengar dari kejauhan meyambutku. Aku mengerjabkan mata, sebuah tangan besar berada di dahiku, dan sekilas aku melihat rambut pirang di depanku. Awalnya aku mengira itu Luna, namun saat mata abu terang membalas menatapku, aku terkejut bukan main, melemparkan tangan besar itu ke samping dan terduduk.
“Kenapa kau di sini?” raungku pada Draco. Wajahnya hitam dan dibersihkan sekenanya, rambutnya berbau jelaga, ada darah kering di kedua sudut bibirnya. “Ada apa ini? Apa kami kalah?”
Draco mengangkat tangannya untuk mengapaiku namun tertahan di udara. “Mereka sedang sibuk mencari Potter.” kata Draco, menyandarkan kedua lengannya mencoba terlihat tidak peduli, namun bola matanya yang bergetar menunjukkan sebaiknya.
“Harry?”
“Yeah, dia menghilang saat kau pingsan, sepertinya pergi ke hutan sa—“
“aku pingsan?”
“kau bahkan tidak menyadari kalau kau pingsan?” aku berlari mendekati jendela. Ada suara teriakan dan gemuruh dari dalam hutan, ledakan cahaya merah dan perak melesat ke udara membelah langit yang hampir terang. “mereka sibuk mencari Potter, dan aku mengutus diriku untuk menjagamu.” Draco mendekatiku. “kau seharusnya ber—“
“apa kau sudah beralih pihak?” tanyaku langsung.
“Ap—“
“Apa kau sudah beralih pihak?” jari telunjukku menekan dada Draco, memaksanya untuk menjawab.
“Ya.” Jawabnya, aku melihat matanya untuk menemukan kebenaran. Sialan, aku benci Occlumen. Aku tidak bisa menemukan kejujuran atau kebohongan di mata Draco.
Aku dan Draco kembali beralih pada sesuatu yang bergerak diantara pepohonan, menghancurkan apapun yang lewat. Suara pepohonan dan batang tumbang terdengar, burung-burung menjerit terbang ke angkasa. Bayang-bayang hitam bergerak di kaki-kaki pohon.
“ADA SESUATU DI HUTAN!” aku berteriak kepada semua orang di aula. Para siswa, guru berlari ke jendela terdekat dengan mereka.
Dementor berjaga-jaga di sekitar pepohonan di tepi luar hutan, seseorang yang bertubuh besar dibanding yang lainnya tampak menonjol, membawa sesuatu di tangannya.
“Harry Potter sudah mati. Dia terbunuh ketika melarikan diri, berusaha mencari selamat sementara kalian menyerahkan nyawa kalian demi dia. Kami bawa mayatnya sebagai bukti kalau pahlawan kalian telah tiada.” Suara Voldemort membahana berkali-kali lipat secara sihir. “peperangan ini sudah kami menangkan. Kalian telah kehilangan setengah dari pejuang. Para Pelahap Maut-ku lebih banyak dibanding kalian dan Anak Yang Selamat itu sudah tamat riwayatnya. Jangan ada perang lagi. Barang siapa yang ingin terus menentang, baik laki-laki, perempuan, atau anak kecil, akan dibantai, begitu juga anggota keluarganya. Keluarlah dari kastil sekarang, berlututlah di hadapanku, dan kalian akan diampuni. Orang tua dan anak-anak kalian, saudara-saudara kalian akan hidup dan dimaafkan, dan kalian akan bergabung denganku di dunia baru yang akan kita bangun bersama.”

KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH
FanfictionAncaman. Itulah yang dapat mendeskripsikan tahun ini. Siapa yang akan mengira Kau-Tahu-Siapa akhirnya kembali berkuasa setelah tujuh belas tahun menghilang? Tidak, dia bahkan tidak menghilang. Dia hanya bersembunyi selama tujuh belas tahun terakhir...