35. ROMBONGAN

225 62 1
                                        

Tidak puas dengan buku yang aku dapat di Brent Tor, aku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Glastonbury Tor. Bukit berbentuk kerucut di Somerset yang menyisakan reruntuhan gereja yang bertengger di atas bukit. Bukit tertinggi dari empat bukit Glastonburry yang bahkan bisa dilihat dari desa bermil-mil jauhnya. Legenda Muggle mengatakan tempat ini adalah makam Raja Arthur, menyatukan sejarah, mitos dan legenda menjadi paduan unik bagi pengunjung  Muggle.
 
Musim dingin adalah hari terburuk berjunjung ke tempat ini walaupun aku akui pemandangan desa yang tertutup salju sangat memuaskan untuk dipandang, namun salju dingin yang terbang ke arah satu-satunya bukit di sini berhasil membekukan tulang. Aku berlari kecil untuk melewati reruntuhan gereja yang masih tersisa.
 
Setelah melewati ambang pintu, suhu berubah menjadi lebih hangat. Menara-menara buku melingkar yang menjulang tak berujung tampak lebih rapih dan bermatabat dibandingkan dengan Brent Tor. Di setiap kaki menara bertuliskan kelompok buku mereka masing-masing. Berpuluh-puluh sapu Cleansweep dan Comet terbang hilir-mudik di sekitar penyihir, memberikan tumpangan gratis bagi siapapun yang mencari buku sampai ke puncak.
 
Aku mengarahkan tongkatku ke salah satu sapu kemudian sapu Cleansweep Lima terbang mendekat. Aku segera manaikinya dan terbang mendekati tumpukan buku Ramuan, mengambil beberapa buku yang mungkin berguna. Kemudian terbang mendekati tumpukan buku tentang tumbuhan, mencari tentang tumbuhan obat dan tumbuhan yang dapat dimakan di alam liar mengingat aku tidak mungkin hanya memakan roti Mrs Diggory.
 
Sibuk mencari buku lainnya, kemudian terbang rendah untuk menyampaikan pesananku pada pelayan terdekat dan membayarnya. Brent Tor dan Glastonburry Tor memang menjual buku bekas, namun pelayanan dan kelengkapan bukunya sangatlah berbeda. Aku tidak harus mengumpat karena mendapatkan buku yang sama berkali-kali di sini karena buku yang ditumpuk menjulang dan memudahkan untuk mencari. Jika batal membeli salah satu buku, pengunjung hanya perlu melemparkan buku itu ke atas dan terbang untuk berbaris dengan rapih di puncak menara buku. Hal itu benar-benar menakjubkan walau hanya sekedar dilihat.
 
Sambil menunggu pelayan merapihkan dan memastikan pesananku tidak memiliki halaman hilang dan ternoda, aku menghabiskan waktu dengan melayang pelan menyusuri setiap menara buku. Sudah sangat lama rasanya tidak terbang di atas sapu. Snape membubarkan semua klub di sekolah yang bahkan pertandingan Quiddicth yang menjadi selingan hiburan tidak diadakan.
 
BRUK!
 
DRAGH!
 
Terdengar kerusuhan di pintu masuk. Kemudian disertai teriakan kencang.
 
“DI MANA COLATE?” raung seseorang ganas dan marah.
 
Teriakan bermunculan di sana-sini. Aku mengintip di balik tumpukan buku sejarah.
 
Itu Pelahap Maut. Dengan Greyback menjadi pemimpin mereka. Sepertinya dua penyihir pengikutnya telah berubah menjadi lebih besar dan berotot.
 
Salah satu dari mereka menarik seorang pelayan perempuan tak bersalah, menyingkap ramput pirang panjang pelayan itu kemudian mengigitnya sehingga pelayan itu hanya bisa memukul dan menendang untuk menunjukan rasa sakit dan perlawanannya. Setelah puas menggigit, pelayan itu dilempar asal hingga terguling tak berdaya.
 
Rombongan yang bersama Greyback adalah manusia serigala. Darah yang masih mengalir di giginya menunjukan semua itu.
 
“COLATE?!” raung Greyback lagi. “Jika kau tidak ingin meliat lebih banyak pernyihir yang menjadi serigala, lebih baik kau keluar!”
 
Aku melirik pelayan yang memeriksa buku yang aku beli sebelumnya. Dia masih membeku di tempatnya berdiri, memandangi teman sejawatnya yang sekarang telentang di lantai tak berdaya. Tangannya menggenggam kantong kertas yang berisikan buku yang aku beli. Untung saja, dia sudah selesai menyelesaikan pembelianku.
 
Otakku segera berpikir tentang strategi yang tepat menuju jalan keluar dengan semua kantong belanja buku di tanganku. Baiklah, sedikit jalan memutar. Setidaknya aku tidak perlu berlari karena aku punya sapu terbang.
 
“COL…”
 
“KAU MENCARIKU?” teriakku terbang di atas mereka, membuka tudung yang sedari tadi menutupi kepalaku. Beberapa pengunjung tampak terkejut dengan kemunculanku.
 
“TANGKAP DIA!” raung Greyback kemudian terdengar suara mengaum di seluruh ruangan.
 
Aku terbang semakin tinggi untuk menghindari kejaran mereka. Suara teriakan bergema di mana-mana mencoba menghindari satu dari tiga manusia serigala yang berlari tanpa memperhatikan sekitar.
 
Tanpa diduga, salah satu dari mereka berhasil meloncat tinggi sehingga menggapai ujung sapuku. Aku melontarkan satu kutukan sehingga dia terjatuh, merubuhkan salah satu menara buku. Tidak ada waktu untuk memperhatikan lawan karena tepat sepuluh meter di depanku adalah menara terakhir, di mana dinding tebal yang disihir sehingga wujud dan suhunya sama persis dengan keadaan di luar saat ini.
 
Aku segera menukik ke kanan, menunjukan kemampuan andalan dari Chaser Quiddicth.
 
BRUGH!
 
Salah satu dari manusia serigala itu gagal berhenti dan menabrak dinding dingin bagai salju. Aku tersenyum senang, menambahkan kecepatan sapuku untuk menggapai kantong belanjaan di mana pelayan itu memperhatikan pertikaian di tokonya.
 
“Berikan itu!” teriakku, mengarahkan tangan kiriu ke udara untuk meggapainya.
 
Seperti mengerti apa yang aku maksud, dia menjulurkan kantong belanja itu ke udara. Aku terbang rendah untuk menggapainya.
 
Jarakku dan pelayan itu semakin menipis. Aku harus mengambil buku itu dan pergi dari sini.
 
“COLATE!” taung Greyback lagi. Masih tersisa jarak di antara kami.
 
Dengan cepat aku menggapai kantong belanja itu dan berputar arah menuju jalan keluar, dengan lincah terbang meliuk-liuk melewati menara buku. Jalan keluar semakin dekat. Ini akan menjadi pengejaran yang gagal ketiga kalinya bagi Greyback jika aku berhasil keluar.
 
BUGH!
 
BEEP!
 
“AUH!” aku mengaduh pelan karena aku terlembar dari sapuku, tepat di depan pintu keluar. Kemudian suara monoton perempuan memperingatkan.
 
“Sapu hanya boleh digunakan di dalam toko. Sapu hanya dapat digunakan di dalam toko.”
 
Shit.” Umpatku.
 
Greyback sudah berada beberapa meter dariku, menyeringai puas dengan taringnya yang menyeramkan.
 
“Terpeleset dari sapumu, Colate?” godanya.
 
Aku mengumpulkan buku-bukuku dengan cepat. Pintu keluar berada satu meter di depanku.
 
Satu hal yang seharusnya Greyback sadari jika berhadapan denganku. Dia mungkin saja menakutkan, namun aku unggul karena aku mempunyai sihir. Hal yang tidak dimiliki olehnya, atau setidaknya dia tidak cukup ahli dalam hak itu.
 
Aku mengarahkan kutukan padanya, membuatnya terlempar dan merubuhkan tiga menara buku. Tubuhnya masih terkubur di ribuan buku, saat buku-buku itu merapihkan dirinya sendiri membentuk menara melingkar lainnya.

“tergelincir karena kukumu, Greyback?” sindirku kemudian berjalan menuju pintu keluar.

HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang