Aku kehilangan jejak Percy di tikungan dan berlari turun di tangga berikutnya, menemukan koridor penuh dengan para petarung. Aku melemparkan kutukan tergelap yang sanggup aku pikirkan pada sosok bertudung yang aku lihat. Lukisan di kedua sisi penuh dengan sosok-sosok, meneriakan saran-saran dan dukungan, di mana para siswa dan guru bertarung dengan Pelahap Maut yang menggunakan topeng atapun tidak.
Dean sedang bertarung dengan Dolohov, Parvati dengan Traves. Bahkan Peeves membubung ke udara menjatuhkan polong kacang Snargluff pada para Pelahap Maut, kepala-kepala mereka tiba-tiba ditelan umbi-umbian hijau menggeliat seperti cacing-cacing gemuk.
Para Pelahap Maut yang hendak menyerangku terlempar begitu saja sebelum sempat melemparkan kutukan. Kepalaku penuh dengan suara-suara, jerit ketakutan, dendam, marah. Aku bahkan dapat menduga serangan yang akan datang padaku dan mantera apa yang akan mereka gunakan untuk menyerangku kemudian. Salah satu dari mereka melayang menembus jendela saat meneriakan namaku. Beberapa siswa tercengang dengan duel mereka yang berhasil aku kalahkan dengan satu atau dua mantera, kemudian mereka berlari lagi, membantu teman atau siswa lain yang kesulitan.
Lebih banyak lagi pertempuran di sana-sini, di tangga Pintu Masuk, Pelahap Maut di mana-mana. Yaxley dekat pintu depan bertarung dengan Profesor Flitwick. Seorang Pelahap Maut bertopeng berduel dengan Kingsley. Siswa-siswa berlarian ke segala arah, beberapa membawa atau menyeret teman yang luka. Neville yang muncul entah dari mana, melepaskan Venomous Tentacula yang berjungkir balik dengan gembira di sekitar Pelahap Maut terdekat dan mulai menggulungnya.
Di tangga pualam, jam pasir Slytherin yang menandai poin asrama, batu zamrudnya berceceran di mana-mana, sehingga orang terpeleset dan berjalan terhyuyung-huyung saat mereka berlari di sana. Aku mengarahkan tongkatku ke batu zamrud, batu-batu itu beterbangan dan mendekati para Pelahap Maut terdekat, membuat mereka tersedak batu poin asrama kebanggaan mereka sendiri.
Dua sosok jatuh dari balkon, samar-samar seekor binatang berkaki empat berlari cepat melintas Aula untuk menancapkan giginya pada yang jatuh.
“Tidak!” jaritan terdengar dari suatu tempat dan ledakan menulikan terdengar, melemparkan Greybak ke belakang dari tubuh Lavender Brown yang gerakannya sudah lemah. Greyback menabrak sandaran tangga marmer dan sedang berjuang untuk kembali berdiri. Lalu dengan kilasan cahaya putih dan suara berderak, sebuah bola Kristal jatuh dari atas kepalanya, dia jatuh ke tanah dan tak bergerak lagi.
“aku masih punya lagi,” jerit Profesor Trelawey dari atas pegangan tangga. “lebih banyak untuk siapapun yang mau! Sini—“
Dengan gerakan seperti servis tenis, ia mengeluarkan bola kristal yang besarnya luar biasa dari dalam tasnya, mengayunkan tongkatnya di udara dan menyebabkan bola itu meluncur melintas aula dan pecah kena jendela. Pada saat yang sama, pintu depan dari kayu yang berat tiba-tiba terbuka dan lebih banyak lagi laba-laba raksasa memaksa masuk ke Pintu Masuk.
Teriakan ngeri memecah udara, yang sedang bertempur pun lari bercerai-berai.
Pelahap Maut maupun penghuni Hogwarts sama saja, dan kilasan sinar merah dan hijau beterbangan di tengah-tengah monster-monster yang datang, mengerikan, lebih mengerikan dari apa yang ada.
Hagrid telah datang dari tangga menenteng payung pink berbunga. “Jangan sakiti mereka, jangan sakiti mereka!” ia berteriak.
”HAGRID, JANGAN!” Harry berlari cepat entah dari mana, ia lari membungkuk untuk menghindari kutukan-kutukan yang membuat Aula terang benderang. ”HAGRID, KEMBALI!” Tapi Harry bahkan belum setengah jalan saat ia melihatnya terjadi. Hagrid lenyap di antara para laba-laba, yang berlari ke sana kemari, dengan gerakan mengerumuni, laba-laba itu mundur di bawah serangan gencar mantra, Hagrid terkubur di tengahnya.
“HAGRID!” raungku dan Harry bersamaan. Kami berlari secepat kami bisa di tanah gelap dan laba-laba itu pergi dengan mangsanya, dan aku tidak bisa melihat Hagrid sama sekali. Aku tidak ingin kehilangan orang lain lagi, tidak di depan mataku.
”HAGRID!” panggil Harry.
Aku melihat tangan besar dari tengah kerumunan laba-laba, tapi saat aku dan Harry mengejar mereka, langkah kami terhenti dengan adanya kaki yang besar terayun dari kegelapan membuat bumi tempat ia berdiri bergetar. Aku melihat ke atas, seorang raksasa berdiri di hadapan kami, tinggi dua puluh kaki, kepalanya tersembunyi di balik bayangan, dia sebesar pohon, rambut disinari cahaya dari pintu kastil. Dengan satu gerakan brutal, raksasa itu menghunjamkan tinju pada jendela di atas kami, dan pecahan kaca menghujani kami, memaksa mundur dengan lindungan pintu.
”Oh—” jerit Hermione, saat dia dan Ron mencapai aku dan Harry dan memandang ke atas, ke raksasa yang sedang mencoba menangkap orang dari jendela di atas.
“JANGAN!” Ron berteriak, menangkap tangan Hermione yang sudah mengacungkan tongkatnya. “Pingsankan dia dan dia akan menghancurkan setengah kastil—“
“HAGGER?”
Grawp datang dengan tiba-tiba dari sudut kastil, aku menyadari bahwa Grawp memang raksasa berukuran mini. Monster yang besar sekali itu sedang mencoba menghancurkan orang-orang di lantai atas, melihat sekeliling dan menggeram. Undakan batu bergetar saat raksasa itu menghentakkan kaki pada sebangsanya yang lebih kecil dan mulut miring Grawp terbuka, memperlihatkan gigi sebesar setengah batu bata dan kuning, lalu mereka saling menyerang dengan kebuasan singa.
“LARI!” raung Harry, malam itu dipenuhi oleh teriakan-teriakan dan pukulan-pukulan mengerikan saat kedua raksasa itu bergulat, aku berlari masuk, menghalau siapapun yang hendak ke luar kastil karena raksasa tidak akan peduli jika mereka menginjak sesuatu di kaki mereka.
Aku melangkah marah ke dalam kastil. Fred dan Hagrid. Pertempuran ini telah mengambil orang-orang berharga bagiku. Aku menyerukan kutukan membabi buta, melamparkan kutukan pada Pelahap Maut yang tengah mengejar murid, melemparkan sosok beropeng ke pintu, dinding, jendela, bahkan aku tidak segan melemparkan mereka ke langit-langit, membiarkan mereka tidak sadar saat mendarat di tanah.
“Apa yang salah denganmu?!” protes Herbet Fleet saat aku berhasil memingsankan lawan duelnya. Ia kembali berlari untuk menemukan lawannya.
Teriakan kembali terdengar di sudut Aula, tempat di mana Greyback pingsan sebelumnya. Napasku memburu, menyingkirkan siapapun yang menghalangi jalanku untuk mendekatinya. Seseorang berhasil menarik jubahku, namun sebelum dia berhasil menarik kepalaku, aku melemparkan kutukan tepat di bawah dagunya sehingga ia tidak bergerak di lantai dengan dagu menghitam hampir berlubang menembus lidahnya.
Greyback masih ada di sana, tangannya tengah memegang kaki seorang murid, berusaha menariknya. Tongkatku berada di atas kepalanya saat ia menyadari aku di sana. Sinar biru kembali terlempar dari tongkatku dan berhasil membuat tangan Greyback yang mencengkram kaki murid itu terlepas. Ia menjeritkan namaku saat berusaha memadamkan api di tangannya. Tongkatnya sudah terlempar entah ke mana.
Tidak tinggal diam. Tongkatku menarik baju besi terdekat yang sudah hampir hancur, dan beralih menyihir Greyback dua jengkal melayang di udara.
“BERANINYA KAU!” raung Greyback.
Aku merubah baju besi menjadi besi padat dan membuatnya melingkari leher Greyback.
“COLATE!”
“APA?!” aku mendorong besi di sekeliling leher Greyback dengan tongkat sehingga besi itu terdorong, hampir setengah tenggelam di dinding batu. “Kau pikir aku tidak bisa melakukan hal jahat?” aku menyihir batu besi lainnya, memadatkannya dan mengikat kedua kaki dan tangan Greyback dan menenggelamkannya ke dinding batu. Tangan dan kakinya melebar, tertancap besi membuatnya hampir tidak berkutik.
“COLATE!”
Aku mendorong lagi kelima besi yang ada di sekeliling tubuh Greyback, membuat tubuh itu juga berdarah menahan tekanan besi. “ini adalah akhir hidupmu setelah merubah banyak penyihir menjadi manusia serigala.” Kataku. Mata Greyback menyelak padaku. “ini adalah akhir hidupmu, setelah aku berhasil meloloskan diri darimu berkali-kali. Siapa sangka Greyback si manusia serigala yang sadis akan di permalukan seperti ini? Terikat di Hogwarts dan tidak ada yang sudi menolong. Terikat sampai mati oleh anak yang dicari-carinya setengah mati.”
Greyback mengaum keras, melolong meminta bantuan namun tidak ada satupun Pelahap Maut mendekat. Tidak ada satupun yang mau melepaskan lawan mereka untuk menolong manusia serigala yang ditahan dan hampir mati.
“Kematian yang sangat tehormat, Greyback.” Kataku lalu meninggalkannya untuk membantu Bill berduel dengan Amicuss.
“Oh, lihat siapa ini?” kata Amicuss.
“Kau sudah melihat karya terbaruku, Bill.” Aku menunjukkan Greyback yang terpaku besi di dinding menggunakan dagu.
Bill dan Amicus melihat manusia serigala sekarat itu.
“Kau luar biasa, Safera.” Kata Bill. “aku melihatmu mengamuk sekilas tadi.”
“AKH!”
Aku terlempar terlempar ke dinding sebelah Greyback oleh mantra Alecto. “Kau pikir kau boleh melakukan itu?” raung Alecto. Aku menangkis kutukan Alecto. “Detensi, Colate!”
Fleur berlari ke arahku, melemparkan kutukan pada Alacto dari belakang kepalanya dan berlari menerjangku. “tu vas bien(kau tak apa)?” tanyanya membantuku berdiri. “je suis négligent (aku lengah).” Katanya lagi.
“vous voyez— (kau lihat—“
“Je l'ai vu, c'est moi qui ai retenu la malédiction quand tu as pris ma revanche sur ce loup-garou (aku melihatnya, aku yang menahan kutukan saat kau membalaskan dendamku pada manusia serigala itu).”
Kami tertawa, darah menyembur dari mulutku. Fleur segera menyembunyikan kami di ceruk salah satu patung besi.
Sebuah suara melengking dingin berbicara sangat dekat pada kami, sampai kami terlonjak berdiri.
Suara Voldemort bergaung dari dinding, dari lantai, aku menatap Fleur, menyadari Voldemort berbicara pada Hogwarts dan daerah sekitarnya, agar penduduk Hogsmeade dan semua yang masih bertempur di kastil akan mendengarnya sejelas bila ia berdiri di samping kami, seakan napasnya di belakang leher, menghembuskan kematian.
“Kalian telah bertempur,” sahut suara melengking dingin itu, “dengan gagah berani. Lord Voldemort paham caranya menghargai keberanian.”
“Tapi kalian menderita kekalahan yang besar. Kalau kalian bertahan, tetap menolakku, kalian akan mati semuanya, satu persatu. Aku tak menginginkan ini terjadi. Setiap tetes darah sihir yang tertumpah adalah suatu kehilangan, suatu penghamburan.”
“Lord Voldemort bermurah hati. Aku perintahkan pasukanku untuk mundur sekarang juga.”
Satu per satu para Peahap Maut ber-Disapparate dari kastil mengikuti perintah tuannya namun Greyback masih tertahan di sana tidak bisa bergerak dan tanpa tongkat. “Kalian punya waktu satu jam. Perlakukan yang mati secara bermartabat. Rawatlah luka-lukamu.”“Aku berbicara sekarang, Harry Potter, langsung padamu. Kau mengijinkan teman-temanmu mati untukmu, daripada menghadapiku sendiri. Aku akan menunggumu selama satu jam di Hutan Terlarang. Jika di akhir masa itu kau tidak datang padaku, tidak menyerahkan dirimu, maka pertempuran akan dimulai lagi. Saat itu aku sendiri akan terjun di kancah pertempuran, Harry Potter, dan aku akan menemukanmu, dan aku akan menghukum tiap laki-laki, perempuan, maupun anak kecil yang mencoba menyembunyikanmu dalam waktu satu jam. Satu jam.”
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH
FanfictionAncaman. Itulah yang dapat mendeskripsikan tahun ini. Siapa yang akan mengira Kau-Tahu-Siapa akhirnya kembali berkuasa setelah tujuh belas tahun menghilang? Tidak, dia bahkan tidak menghilang. Dia hanya bersembunyi selama tujuh belas tahun terakhir...