37. TABU

232 63 3
                                    

Aku membuka mataku. Kasur empuk, ruangan yang hangat dan tangan seseorang menjulur dari bawah kepalaku, menjadikan tangan itu bantal dan tangan lainnya melingkar di pinggangku. Aku menyentuh telapak tangan yang kini menjadi bantal untukku, tersenyum karena saat ini aku tidak sendiri.
 
“kau sudah bangun?”
 
Aku melepaskan tanganku dan berbalik untuk melihat Fred. Wajah kami berhadapan. Ia tersenyum manis melihatku, sudah berapa lama aku tidak merasakan bunga-bunga bermekaran di dadaku seperti saat ini? Aku bahkan tidak ingat.
 
“tidurmu nyenyak?” tanyaku dengan lembut.
 
“sebenarnya…” Fred tiba-tiba mengangkat tubuhku, membuat tubuhku memutari tubuhnya, aku memekik pelan saat mendarat di sisi tubuhnya yang lain. “aku hampir tidak bisa merasakan tanganku sendiri.” Katanya sambil merenggangkan tangan kiri yang sebelumnya menjadi bantal tidurku.
 
“Fred…” aku memukul pelan dadanya karena terkejut dengan apa yang baru saja ia lakukan.
 
“sungguh, aku menunggumu bangun salama satu jam.” Fred menyentil hidungku pelan.
 
Aku memeluk tubuhnya. Senang rasanya menemukan seseorang saat aku membuka mata.
 
“apa tidurmu sangat nyenyak?” tanya Fred lembut, menyingirkan anak rambut yang menutupi wajahku.
 
Aku menggangguk. “tidak pernah senyenyak ini sebelumnya.”
 
Good.” Katanya lagi. “because I miss you…” katanya, wajahnya mendekati wajahku. “…so bad.”
 
Fred semakin mendekatkan wajahnya. Aku mengeratkan peganganku pada kaus di dadanya dan memejamkan mata. Hidung kami mulai bersentuhan. Aku merasakan bibir Fred menemukan letak bibirku…
 
Mate!” George muncul mengibaskan tirai yang menutupi seluruh tempat tidur, dengan reflek aku menjauhkan diri dari Fred. “Apa yang sedang kalian lakukan?” tanyanya melihat kami.
 
Aku menggelamkan wajahku ke dalam dada Fred.
 
“kau tahu apa yang kami lakukan, George!” teriak Fred.
 
“oh, come on. Aku hanya ingin membangunkan kalian.” Sahut George, jelas sekali ada nada jahil di suaranya.
 
“Kau bisa mengetuk pintunya kalau begitu!” sambar Fred lagi.
 
Well, aku tidak melihat pintunya.” Sahut George lagi, melemparkan tirai yang masih menggantung di tiang tempat tidur  ke wajah Fred sebelum meninggalkan kami. Sukses membuat Fred mengerang jengkel.
 
Setelah kepergian George, Fred menyentuh pelan daguku, membuatku mendongak menatapnya. Aku terkejut karena Fred cepat beralih. “bisa kita lanjutkan?” tanyanya dengan seringai.
 
Aku tertawa pelan memukul dadanya. “Cepat, yang lain sudah menunggu.” Komentarku kemudian bangkit dari tempat tidur.
 
Fred menghela napasnya. “aku akan beri George pelajaran yang pantas karena ini.” Katanya mengukutiku bangkit.
 
Lee dan George sudah menunggu di meja makan. Tampaknya sedang memakan sup kental yang aneh.
 
“apa yang kalian makan?” tanyaku.
 
“kau pernah dengar sup lumut dan jamur?” kata George sambil mengaduk mangkuknya. Sup itu terlihat lengket dan berlendir seperti ingus dengan warna hijau lumur gelap.
 
“Ewh…” keluhku. Aku merogoh isi tasku dan mengeluarkan sisa canapé, croissant, dan pai serta beberapa botol susu.
 
Lee dan George melebarkan mata mereka dengan binar kebahagiaan. “kau tahu sudah berapa lama aku memimpikan makanan yang layak?” tanya Lee mengambil canapé dan memakannya dengan lahap.
 
well, aku mencuri dari rumah Diggory.”
 
Lee dan George membeku kemudian Fred bergabung bersama kami, mengambil salah satu croissant utnuk mengisi perutnya.
 
“aku yakin mereka akan mengerti posisiku.” Kataku. George melihatku penuh selidik. “mereka menemukanku, saat aku mencuri makanan-makanan itu dan…” aku menunjukan swater Hufflepuff kebesaran yang sedang aku gunakan. “…beberapa helai baju Cedric.”
 
Fred melihatku dari atas hingga bawah. “well, aku baru menyadarinya. Bajumu sedikit kebesaran.”
 
“karena ini punya Cedric.” kataku, duduk di kursi kosong sebelah Lee, mengambil salah satu potongan pai labu.
 
Ruang makan senyap selama beberapa saat, menikmati momen di mana kami memuaskan cacing-cacing di perut kami, memutuskan menghabiskan semua roti yang tersisa sebelum menjadi sarang jamur dan semua susu menjadi kecut. Untuk pertama kalinya sejak aku melompat dari Hogwarts Ekspress, aku dapat merasakan suasana saat waktu makan menjadi lebih berwarna.
 
Fred dan Geroge bercerita tentang bagaimana mereka mencuri beberapa barang dari Pelahap Maut dan bodohnya, tidak ada yang menyadari salah satu barang yang hilang walaupun cacian dan makin dapat mereka dengar dengan jelas saat mereka sudah berjalan beberapa meter jauhnya. Para Pelahap Maut itu bersumpah akan memotong tangan siapa pun yag berani mencuri dari mereka namun mereka sendiri tidak tahu siapa pelakunya.
 
Kami tertawa telak mendengar cerita itu.
 
“Pealahap Maut hanyalah sekumpulan orang bodoh.” Komentar George menyenggol siku kembarannya.
 
“Kau harus melihatnya Dawns, mereka hanya berteriak tidak jelas tanpa menyadari kami yang mengambil barang mereka.”
 
“Ya, dan mereka tidak akan sepintar itu sehingga tidak dapat menangkap Mr Kingsley dan Mr Colate.” Komentar Lee.
 
Tawaku menghilang saat mendengar pernyataan Lee. “Apa maksudmu? Mereka mengejar Kingsley dan Ayahku?”
 
Semua tawa hilang seketika. Semua wajah berubah menjadi serius. Aku menatap Fred memintanya untuk  menjelaskan lebih lanjut.
 
“Ayahmu dan Kingley dalam pelarian.” Buka Fred.
 
“Salah satu dari mereka memanggil nama Tabu.” Sambung George.
 
“Tabu?” tanyaku bingung.
 
“Sekarang kami menyebut Kau-Tahu-Siapa dengan Tabu.” Jawab George.
 
“siapapun yang menyebut namanya yang sebenarnya akan dilacak, cara cepat dan mudah untuk menemukan anggota Orde dan Laskar. Hal itu terbukti karena Kingley dan ayahmu memanggilnya.” Sambung Fred.
 
What? Bagaimana… bagaimana mungkin? Mengapa mereka melakukan itu? maksudku— bagai—” aku kehabisan kata-kataku.
 
“Selusin Pelahap Maut menyudutkan mereka. Bukan duel yang seimbang tapi mereka berhasil lolos.” Kata Lee.
 
“Tidak lama setelah itu, Patronus ayahmu, Unicorn, datang kepadaku.”
 
What?”
 
“Ayahmu tahu apa yang dia lakukan akan mempersulitmu juga. Dia sudah memperkirakan bahwa para Pelahap Maut akan menangkapmu untuk membuat ayahmu menyerahka diri.” Jelas Fred.
 
Aku menggeleng tidak percaya, Fred melanjutkan ceritanya.
 
“Ayahmu ingin aku mecarimu dan menjagamu. Dia meragukan keamanan Hogwarts saat ini. Dia mungkin masih bersama Kingsley dan mencari kita saat ini.”
 
“mungkin juga tidak.” Sambung George. “ayahmu bertanggungjawab untuk mencari sekutu di luar Inggris yang dapat mendukung kita.” Ungkapnya membuat semua orang menatapnya. “seperti Charlie, maksudku, ayahmu mungkin saja berpisah dengan Kingsley. Kingsley memiliki wibawa dan aura pemimpin yang kental, kita membutuhkannya untuk menyatukan para penyihir yang berada dalam pelarian. Sedangkan ayahmu, dia memiliki banyak koneksi yang memungkinkan mendukung kita di luar Inggris.”
 
Aku melipat tanganku di atas meja, menenggalamkan kepalaku di sana, sebisa mungkin menahan tangisku sementara Fred, George dan Lee mengelilingiku untuk memberikan kekuatan.

HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang