33. BUKU RAMUAN

216 53 4
                                    

Setelah selesai, aku meninggalkan dapur. Sebelum naik ke ruang tamu, aku kembali ke lukisan Mrs Black yang masih berusaha berteriak. Aku menarik kutukan bisu dan dengan cepat menyampirkan tirai hitam menutupi potretnya. Jika Kreacher benar Pelahap Maut pernah mencapai pintu, mungkin teriakan Mrs Black akan berguna untuk peringatan.
 
Aku menyusuri setiap lantai, aku menaiki tangga yang berderak menuju ruang tamu di lantai satu. Tanpa cahaya sekalipun, aku dapat tahu bahwa tempat ini terlihat lebih bersih dari sebelumnya. Mungkin Kreacher mendapatkan inspirasi untuk melakukan tugas peri rumah seperti seharusnya.  Kreacher memberikan sedikit penerangan karena tuannya—Harry—tidak berada di rumah. Meskipun begitu, harus aku akui sofa, meja, dan lemari di ruang tamu tampak sangat berbeda dari sebelumnya. Tampak bersih tanpa debu. Lemari yang sebagian besar kosong itu juga tampak mengkilap seakan dipoles setiap hari. Di lantai dua, ada kamar di mana Harry dan Ron pernah tidur namun kali ini keadaanya sama sekali berbeda. Lemarinya tertutup dan sprei rapih membuat tamu yang datang ingin merebahkan tubuh di sana.
 
Di lorong, tempat di mana potret Phineas Nigellus Black, kakek buyut Sirius berada,  kosong. Bukan karena bingkainya yang kosong, melainkan tidak ada potret itu sama sekali. Seakan menghilang dan meninggalkan jejak pudar berbentuk persegi. Mungkin seseorang mencurinya, tapi siapa yang ingin mengambil lukisan pria tua cerewet itu?
 
Menaiki tangga lagi hingga ke lantai paling atas di mana hanya terdapat dua pintu. Satu pintu dengan papan bertulis Sirius. Aku masuk ke dalam kamar yang sudah aku anggap seperti milikku. Tempat tidur besar yang rapih dengan ukiran di bagian kepala segera menarikku untuk merebahkan diri. Memperhatikan seluruh isi kamar dari atas kasur. Bendera Gryffindor masih melekat di dinding dan juga gambar sepeda motor Muggle.
 
Aku mengerutkan kening melihat beberapa tumpukan buku di atas meja belajar. Aku yakin tidak pernah melihat buku-buku itu sebelumnya dan aku lebih yakin Sirius tidak menghabiskan waktunya dengan membaca salah satu dari buku-buku itu. Beberapa buku itu telah ditarik begitu kasar sehingga hampir terlepas dari sampulnya, sebagian lainnya bahkan sudah kehilangan halamannya jika tidak dimasukan paksa dan dieratkan dengan Spellotape asal-asalan.
 
Aku mengambil salah satu bukunya. Itu adalah edisi lama Sejarah Sihir yang ditulis oleh Bathilda Bagshot. Buku lainnya adalah manual perawatan sepeda motor yang sepertinya buku Muggle karena gambar-gambar dan tulisannya sama sekali asing bagiku. Buku lain yang menarik perhatianku adalah Buku Ramuan karya Zygmunt Budge yang tampak lebih tebal dari buku wajib yang biasa kami baca di Hogwarts dan dari buku lainnya,  hanya buku Ramuan itu yang sampulnya yang penuh dengan debu menunjukkan sudah bertahun-tahun disembunyikan di bawah lemari atau tempat tidur, atau tempat pengasingan lainnya untuk buku yang kurang menarik bagi pemiliknya.
 
Aku membuka buku Ramuan, wajah Budge sebagai penulis tersenyum ramah setengah gila, menunjukkan kepintarannya membuat pikirannya rumit untuk dimengerti dirinya sendiri. Dia berada di dalam lingkaran sebesar Galleon dan tepat di bawahnya terdapat biografi singkat dirinya.
 
“Aku senang ada seseorang yang membukanya kembali.” Kata Budge membuatku terkejut. Sangat jarang menemukan penulis yang membuat dirinya sendiri muncul di buku, biasanya kebiasaan ini hanya terjadi pada buku-buku cetakan lama dan hampir tidak pernah ditemui. “Aku akan memandumu, ramuan apa yang ingin kau buat?”
 
“Kau bisa memandu membuat ramuan?” tanyaku.
 
Well, no.” katanya kemudian terkikik pelan. “aku hanya dapat memandumu menemukan halamannya dan  mengingatkan hal yang sering terlewat oleh penyihir pemula dalam membuat ramuan.”
 
“Wow, hebat!” kataku bersemangat. Aku baru menyadari, di bagian atas kanan lembar biografi Budge terdapat tulisan tangan pemilik sebelumnya. Nama Sirius Black yang kemudian dicoret dua kali dan digantikan dengan Eleanor Stellar Heath.
 
“Kau sudah melihat nama pemilik buku ini sebelumnya, aku rasa.” Kata Budge lagi.
 
Aku kembali mengalihkan perhatianku pada  Budge. “Yeah…” aku membalik lembar berikutnya untuk menemukan petunjuk lainnya namun hasilnya nihil. “siapa itu Eleanor?” tanyaku.
 
“Pemilikku yang kedua.” Kata Budge lalu terkikik lagi, wajahnya menunjukkan seperti aku bodoh karena tidak mengerti hal seperti itu. “dan mungkin kau akan menjadi pemilikku yang selanjutnya.”
 
“oh, yeah?” aku masih mencari di lembaran lainnya saat sebuah foto terjatuh di kakiku dari lembar terakhir buku itu.
 
Aku memungutnya dan menemukan pasangan yang tersenyum di sana, terlihat bahagia. Aku melihat lebih teliti dan menyadari bahwa sosok gagah yang mengenakan tuksedo di potret itu adalah Sirius. Wajahnya terlihat lebih dewasa dan gagah dari potretnya yang tertempel di atas tempat tidur. Rambut hitamnya tampak mendominasi, mendukung matanya yang tajam. Tangannya melingkar lembut di pinggang seorang gadis bertubuh ramping dengan rambut pirang yang dihias layaknya putri kerajaan. Bola matanya kelabu sangat kontras dengan milik Sirius yang hitam pekat. Gadis itu tersenyum malu namun siapa pun tahu, Sirius sangat bangga memiliki gadis itu di sampingnya karena keduanya menampakan aura yang luar biasa menyilaukan. Belum lagi bunga Ranunculus  putih yang berada di saku dada tuksedo, juga tersemat di telinga kanan gadis di sebelahnya, menandakan mereka datang sebagai pasangan kekasih yang saling mengagumi.
 
Di balik kertas itu, terdapat tulisan tangan yang rapih dan indah.
 
Sirius Black dan Eleanor Heath di pesta pernikahan kami.
Aku harap kalian bahagia.
 
James dan Lily Potter
 
“apa hubungan Eleanor dengan Sirius?” tanyaku pada Budge.
 
Well, nak, walaupun aku tahu jawaban dari pertanyaanmu. Aku hanya dibuat untuk membantu penyihir pemula membuat ramuan, bukan menceritakan informasi tentang pemilik sebelumnya.” Jawab Budge.
 
“tapi, apa kau bisa menjawab satu hal?” tanyaku menatap potret Budge yang tersenyum licik. “Apakah Eleanor, Eleanor ini masih hidup?”
 
Budge tertawa layaknya hampir gila. “aku tidak tahu kehidupan yang ada di luar sana, nak.” ia tekikik. “tapi, terakhir aku melihat gadis itu, sebelum dia menyelesaikan sekolahnya di Hogwarts, kemudian. Lama… sangat lama setelahnya, Sirius membuka kembali buku ini. Aku tahu…” Budge sedikit menerawang. “walaupun dia tidak membuka halamanku, aku tahu tidak ada Eleanor di sana, dan Sirius hanya menyisipkan foto itu.” Budge merubah raut wajahnya menjadi kesal. “kamudian, ia mnyembunyikanku, entah di mana.”
 
Percakapan panjang dengan Budge membuatku sedikit lelah. Aparasi yang seharusnya mengambil lebih banyak rasa lelahku. Namun kenyataan bahwa selama ini ada sosok Eleanor di dalam hidup Sirius terasa melegakan jika melihat kembali bagaimana Sirius hidp dalam kesepian setelah keluar dari Azkaban. Eleanor seharusnya ada, atau setidaknya menunjukan dirinya, atau apapun untuk memberitahu bahwa dia pernah berada di dalam hidup Sirius.
 
Aku memperhatikan kembali potret Sirius, ayah Harry, Lupin dan Pettergrew yang tertempel di dinding. Ayah Harry dan Sirius terlihat tampan di Hogwarts selama mereka bersekolah. Aku kembali mengangkat potret Sirius dengan Eleanor, betapa beruntungnya gadis itu dapat bersanding dengan Sirius. Bahkan setelah berpuluh tahun berlalu, setelah Azkaban menyembunyikannya, gurat wajah Sirius tidak menyembunyikan ketampanannya. Entah kenapa, kenyataan yang seharusnya bahagia ini malah membuatku tambah sedih.
 
Aku menyembunyikan kembali potret itu ke dalam lembaran buku Ramuan lalu memasukan buku tebal itu ke dalam tas kulit Moke. Mungkin aku akan menemukan Eleanor suatu hari nanti, mungkin dalam pelarian ini, mungkin dalam perjalanan panjang lain.
 
Entah sudah berapa lama aku memejamkan mata, namun teriakan Mrs Black berhasil membangunkanku.
 
“KALIAN TIDAK AKAN MENDAPATKAN APAPUN DI RUMAHKU! BREANGSEK! PENCURI!” raung Mrs Black terdengar hingga ke penjuru kamar Sirius. Aku sengaja membuka pintunya untuk mendengar suara sekecil apapun.
 
Aku meloncat dari tempat tidur dan meraih mantel Cedric yang masih berada di atas meja belajar kemudian berlari untuk melihat apa yang terjadi di bawah. Tiga sosok tengah menaiki tangga menuju ruang tamu. Salah satunya melongok ke atas sehingga mata kami bertemu. Greyback.
 
“Itu dia!” tunjuknya padaku. “di atas sana!”
 
Aku menunjuk tongkatku ke arahnya, membuat tumpukan tepung terjatuh tepat di wajahnya.
 
“ARGH!” Greyback meraung marah. “Tangkap dia!” suruhnya lagi.
 
Aku segera membanting pintu kamar Sirius. Belum sempat aku merapalkan mantera untuk menguncinya, Pelahap Maut berhasil mendorong pintu itu terbuka, membuatku terlempar ke kasur Sirius.
 
Aku menjauhkan tubuhku sejauh mungkin dari mereka kemudian terpojok oleh dinding dan jendela.
 
No way out, Colate?” Greyback muncul di belakang mereka dengan tubuh putih penuh tepung.
 
Well, dua lawan satu.” Kataku mengangkat tongkat untuk menunjuk Greyback.
 
“Tiga, sayang.” Koreksi Greyback. “aku tidak tahu gadis secantik dirimu tidak pandai berhitung.” Greyback melangkah melewat dua pinyihir dengan tongkat siap menyerang.
 
“kau tidak masuk hitungan, manusia serigala.” Aku mengoreksinya kembali.
 
Aku menyadari dua penyihir di belakang Greyback setuju. Mereka salah menantang seorang Legilimen. “jadi, apa kau memimpin dua penyihir itu?” tanyaku memancing mereka.
 
“Yeah, seperti yang kau lihat…” Greyback mengangkat kedua tangannya menunjukkan kedua penyihir yang siap berduel. “…begitu aku memerintahkan, mereka akan menyerangmu.”
 
“Jadi, supremasi itu salah.” Aku tahu kedua penyihir di samping Greyback mulai teralihkan. “aku dengar, Kau-Tahu-Siapa menempatkan penyihir darah murni di atas segalanya. Aku rasa hanya omong kosong.”
 
“itu bukan omong kosong!” teriak penyihir laki-laki di kanan Greyback. “Pangeran Kegelapan tahu darah murni seperti kami tidak seharusnya menjadi budak manusia serigala. Kami bukan budak, kami hanya memastikan dia berkerja dengan semestinya.”
 
“Jaga ucapanmu!” raung Greyback yang lebih murka dari sebelumnya. “Penyihir kecil tidak tahu diri!”
 
Penyihir lain di sebelah kiri Greyback mulai terlihat ragu. Ia bekali-kali melirikku kemudian temannya. Meskipu begitu, tongkatnya masih mengarah padaku.
 

Aku membuka pelan jendela Sirius sehingga tidak ada siapa pun yang menyadarinya sampai mereka merasakan angin dingin menembus kulit mereka. Aku melemparkan kutukan pada pnyihir di sebelah kiri Greyback sehingga tongkatnya melayang ke tanganku lalu menyihir Greyback dan penyihir yang sedang adu mulut dengannya menggunaka kaki jeli.

“sebaiknya kalian menyelesaikan masalah pribadi kalian sebelum melawanku,” kataku sebelum melompat keluar jendela dan melakukan aparasi untuk ke sekian kalinya.

*****
Spoiler next project ada di sini!!!!

HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang