30. LARI

248 60 7
                                    

Dua malam lainnya dengan detensi Snape tampak tidak berarti. Kami lebih sering bersenang-senang dengan Hagrid di Hutan Terlarang, merencanakan penyelamatan murid tanpa diketahui oleh para guru karena Hagrid tentu akan menulikan telinganya saat mendengar rencana kami, diselingi dengan pencarian rambut Unicon lainnya, terkadang sibuk bersembunyi dibalik akar pohon karena melewati sarang Tarantula, memperhatikan para Centaur berburu, atau berbicara dengan Grawp, walaupun pada akhinya Grawp akan membuat seisi hutan terbangun dan kami akan sibuk menenangkannya.
 
Namun detensi lainnya berlaku pada Ginny, Neville dan Luna karena mereka mendapat larangan dalam kunjungan Hogsmeade. Mengejutkan memang karena aku berhasil lolos dari daftar hitam Filch untuk kunjungan Hogsmeade. Berdasarkan rumor yang beredar, Draco membersihkan namaku begitu saja setelah tertera di daftar detensi. Aku tidak ingin memperumit dengan memastikannya dan hanya mengikuti apa yang terjadi walaupun kunjungan Hogsmeade tidak memberikan arti penting. Aku hanya mengambil beberapa barang di kantor pos sihir dan kembali ke kastil setelahnya.  Snape telah meniru dekrit lama Umbridge, yaitu melarang pertemuan lebih dari tiga siswa, atau perkumpulan siswa yang tidak resmi.
 
Libur musim dingin sudah tiba. Hanya murid-murid bodoh yang memutuskan menghabiskan Natal mereka di kastil dan itu tandanya, seluruh murid kembali ke rumah mereka masing-masing. Walaupun rumah bukan berarti tempat yang aman bagi semua orang dengan Kau-Tahu-Siapa berada di luar sana dan para Pelahap Maut mengintai siapa pun yang mengeluarkan tanda-tanda pengkhianatan.
 
Badai salju menerpa jendela Hogwarts Ekspress yang tidak menyerah membawa kami ke selatan, ke London. Wajah murung terlihat di beberapa pemberontak sekolah—setidaknya begitulah kami menyebutnya. Beberapa dari kami memikirkan bagaimana keluarga mereka, jelas banyak desas-desus yang menyebar selama ini, keluarga mereka tidak akan selalu aman. Beberapa lainnya, sepertinya enggan kembali, merasa pemberontakan di dalam sekolah lebih aman dibanding hal asing di luar sana. Bisa jadi, sebagian dari kami akan menghilang saat menginjakan kaki di London, atau mungkin keluarga mereka berada dalam pelarian sehingga tidak ada yang akan ditemui di London. Kondisi tidak menyenangkan lainnya, siapapun akan berkhianat sehingga tidak akan ada tamu untuk kunjungan Natal kali ini.
 
Well, jadi kita akan berkumpul di British Library jika keluarga kalian tidak datang?” bisik Ernie pada beberapa anak Hufflepuff. “Lebih baik berkumpul dan membuat tenda di hutan.”
 
“tapi, bagaimana jika tidak ada anak yang datang?” tanya Owen, pemain Quiddicth yang sekarang berada di kelas lima.
 
“kalian harus tetap bersembunyi.” Kataku membuat yang lain tercekat. “dan jangan bawa koper kalian. Tinggalkan di tempat kalian bisa mengambilnya kembali.”
 
“Tapi kenapa harus perpustakaan?” tanya anak lain, yang mungkin dua atau tiga tahun lebih muda dariku.
 
“tidak ada tempat publik lain yang memungkinkan.” Jawabku cepat. “tidak mungkin kita berkumpul di hutan Shire sementara kalian tidak bisa melakukan aparasi.”
 
Beberapa anak mengangguk pelan dan mengerti.
 
“bagaimana jika keluarga mereka dalam pelarian?” tanya anak laki-laki lain yang terlihat setengah mengerti dengan maksud perkumpulan ini.
 
“siapa pun yang datang ke perpustakaan itu akan berada di sana selama dua hari dan itu cukup lama untuk menyembunyikan kalian. Saat kalian berkumpul, kalian akan memutuskan untuk bersembunyi di tempat aman lainnya.” jelasku.
 
“bagaimana kami bisa mempercayaimu?” tanya salah satu anak, yang aku yakin tidak pernah bergabung dalam pemberontakan. “kau berteman dengan Headboy pirang itu.”
 
Aku menghela napas. “Yeah, well. Terima kasih sudah mengingatkan. Aku di pihak kalian karena kalau tidak,” aku menatap setu per satu wajah asing yang aku yakin anak-anak kelas satu atau dua. “aku akan mengadukan kalian ke Kau-Tahu-Siapa sekarang juga.”
 
Beberapa dari mereka tercekat. Aku kembali menghela napas dan berdiri. Menjelaskan pada anak-anak kelas satu bukanlah keahlianku jadi aku akan menyerahkan itu sepenuhnya pada Ernie. Setidaknya dia terlihat lebih terpercaya dengan lencana Headboy-nya dan sangat dipasikan tidak akan berkhianat karena emosinya selalu mendidih jika meliat anak Slytherin.
 
Aku melihat kompartemen di mana Ginny menjelaskan teknis yang sama seperti aku dan Ernie pada murid Gryffindor lainnya. Mereka jelas mengerti, bahkan sebagian wajah kelas enam dan lima bertekad untuk menuju perpustakaan setelah menginjakan kaki di London. Setidaknya, jiwa heroik mereka tidak padam walaupun sudah keluar dari kastil.
 
“bagaimana di kompartemen Hufflepuff?” tanya Neville munjul dari kompartemen lainnya, sepertinya berhasil menjelaskan teknis ‘pergi ke perpustakaan’ ke anak-anak Gryffindor yang lebih muda.
 
Aku mengangkat bahuku. “aku tidak cocok untuk menjelaskan, sepertinya.”
 
Neville bersandar di dinding-dinding lorong depanku.
 
“beberapa dari mereka meragukanku. Maksudku, bagaimana mungkin mereka akan percaya pada partner patroli Malfoy?”
 
Neville tersenyum kecut. “mereka tidak tahu apa yang kau lakukan sebenarnya.”
 
“Yeah, well, tingkah heroik bukan bagianku, sepertinya.” Candaku.
 
“kau hebat, Safe. Selalu.” Kata Neville, senyumnya menghilang. “hanya saja…”
 
“hanya saja?”
 
“bagaimana jika salah satu dari kita tidak kembali? Bagaimana jika salah satu dari kita berempat tidak kembali saat liburan usai?” bola mata Neviile bergetar saat ia menanyakan hal itu.
 
“Hey,” tegurku mencoba menyemangatinya.  “kita akan kembali, okay?”
 
“tapi, kita tidak tahu…”
 
“siapa pun yang kembali, kita harus menyelesaikan apa yang kita mulai.” Kataku menyentuh salah satu bahu Neville. “kita tidak akan berhenti hanya karena salah satu dari kita menghilang, kan?” tanyaku meyakinkan Neville.
 
Neville mengangguk setuju. “Siapa pun yang kembali, mereka harus melanjutkan pemberontakan ini.” Katanya yakin.
 
Aku meremas bahu kanan Neville untuk menguatkannya sebelum aku meninggalkannya ke kamar kecil. Malfoy memicingkan matanya saat melihatku melewati kompartemennya. Aku membuang muka tidak peduli dan memasuki bilik kamar kecil.
 
DUGH!
 
Suara tubuh yang dihempaskan ke papan kayu terdengar jelas, kemudian suara gaduh  lainnya menyusul sehingga terdengar dari di bilik kamar kecil. Aku segera keluar dan melihat apa yang terjadi.
 
Hal yang megejutkan karena Malfoy berdiri dua meter dari pintu kamar kecil seperti memang menunungguku untuk keluar dari sana. “Mereka menangkap Lovegood.” Lapornya dengan tenang seperti hal itu biasa dia lakukan.
 
“APA?” aku hendak berlari menuju Luna namun tangan Malfoy menahanku.
 
“Berbahaya jika kau ikut melawan.” Kata Malfoy.
 
“Kau pikir, kau sendiri tidak berbahaya?”
 
“Safe, dengar…” Malfoy masih mencoba menahanku.
 
BRUGH!
 
Aku masih bergelut dengan  Malfoy saat Ernie melayang dan menubruk dinding gerbong kereta. Neville keluar dari kompartemennya untuk menolong Ernie bangkit.
 
“Di mana gadis Colate itu?!” tanya salah satu Pelahap Maut bertudung membuat beberapa anak berteriak ketakutan.
 
Pelahap Maut lainnya mendorong Neville hingga terjatuh di lantai gerbong lalu menarik kerah baju Ernie. “DI MANA COLATE?!” raungnya tepat di depan wajah Ernie.
 
Kepalaku berbutar selama tiga detik. Semua kerusuhan ini karena mereka mencariku. Aku melihat Luna yang masih mencoba melawan Pelahap Maut yang menantangnya, Neville yang masih terjerambab di lantai, dan Ernie menantang Pelahap Maut yang menarik kerah bajunya.
 
Belum langkahku genap mendekati mereka, Malfoy kembali menahanku. “Tidak, Safe.” Katanya.
 
Aku menghempaskan tangannya yng menahanku kemudian berteriak ke arah para Pelahap Maut. “Hey, kalian mencariku?”
 
NO, SAFERA!” Ginny tiba-tiba keluar dari kompartemennya dan menahan Pelahap Maut yang mencoba mendekatiku dengan  Kutukan Kepak Kalilawar sehingga menghalangi siapa pun yang ingin melewatinya.
 
“Tangkap dia, Draco!” seru Pelahap Maut yang menahan Luna.
 
Draco segera menahan kedua tanganku di belakang tubuh. Kami melangkah mundur sampai aku yakin cukup jauh untuk siapapun menolongku.
 
“Dengar, Safe.” Ucap Draco mendekatkan tongkatnya ke leherku. “aku akan membuka pintu di kenan kita.”
 
What?” tanyaku bingung kemudian menatap pera Pelahap Maut yang berada jauh dari kami. Suara kepak kalelawar dari kotoran hidung salah satu Pelahap Maut membuat gerbong cukup bising dan mustahil siapa pun akan mendengar percakapan kami.
 
“Jika mereka menangkapmu, Kau-Tahu-Siapa akan tahu kekuatan keluargamu kemudian kau akan disiksa jika tidak mengatakan rahasia yang kau tahu tentang pengikut Harry Potter.” Bisik Malfoy.
 
“Apa maksudmu?”
 
“Mereka akan mengungkapkan rahasia sekecil apapun yang kau tahu dengan menyiksamu, memburu semua orang yang kau sayang, dan menyiksa orang yang kau pedulikan.”
 
“dan kenapa kau menuruti mereka?”
 
“aku tidak punya pilihan lain, atau mereka akan menyentuh orang tuaku.” Geram Malfoy. “Sekarang…” Malfoy menarikku mundur agar semakin dekat dengan pintu keluar kereta. “dalam hitungan ketiga.”
 
“apa yang terjadi jika kau melepaskanku?”
 
“itu bukan urusanmu.”
 
“mereka akan menyiksamu, atau orang tuamu.”
 
“itu urusanku.”
 
“Tapi…”
 
“itu lebih baik dibanding aku melihat mereka menyiksamu.” Geram Malfoy, tongkatnya semakin menekan leherku. “sekarang ikut aba-abaku. Apa kau membawa tongkatmu?”
 
Aku mengangguk untuk menjawab pertanyaan Draco.
 
“Bagus. Satu.”
 
“Dua.”
 
“Tiga.”
 
Pintu keluar kereta terbuka, membuat angin kencang dan salju masuk ke dalam gerbong sehingga semua orang berusaha melihat apa yang terjadi di sana.
 
RUN!”
 
Are you sure?”
 
Malfoy melonggarkan pegangannya dariku sehingga aku bisa berlari menuju pintu. Hogwarts Ekspress terus melaju ke selatan walaupun salah satu pintunya terbuka, menyebabkan badai salju kecil di dalam gerbongnya.
 
“APA YANG KAU LAKUKAN?” raung salah satu Pelahap Maut berusaha mendekati kami, namun tiupan angin dan salju menghalanginya.
 
Aku berpegangan pada pintu kereta sebelum melompat, memikirkan salah satu tempat aman di manapun di Inggris.
 
WAIT!” seru Malfoy membuatku berbalik melihatnya. “I love you.” Ucapnya yang aku yakin hanya aku yang dapat mendengar ucapannya karena tiupan kencang angin dan deru kereta menyembunikan suaranya.

Aku menelan ludahku. Malfoy tahu aku tidak bisa membalas perasaannya. “Thank you.” Kataku sebelum melompat dari kereta yang saat ini melewati jembatan di atas sungai yang membeku sebelum akhirnya aku melakukan ber-diapparate.

HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang