16. KEMENTERIAN

507 105 9
                                        

Tibalah hari di mana aku mengikuti wawancara bodoh Kementerian untuk memastikan bahwa aku memiliki darah murni seperti yang mereka harapkan. Beruntungnya, aku dan Ginny memiliki hari yang sama untuk seleksi karena pengaruh Ayah yang entah bagaimana dapat merubah jadwalku sehingga bersamaan dengan jadwal anak-anak Gryffindor, asrama yang mendapat jadwal seleksi pertama.
 
Charlie, Fred, dan George menemani kami ke Kementerian dan Ayah akan bergantian mendampingiku setelah kami tiba di ruang sidang nanti, walaupun aku sudah masuk ke dalam kategori  dewasa untuk seorang penyihir, memasuki Kementerian tanpa pendamping hanya akan memperumit keadaan. Sedangkan Ginny, dia tentu memerlukan pendamping karena masih berada di bawah umur.
 
Kami berangkat dari Charhide. Ayah masih dapat mempertahankan jabatannya sebagai kepala Departemen Kerjasama Sihir Internasional sehingga perapian kami dapat tersambung langsung menuju Kementerian. Sedangkan pegawai lain, seperti Mr Weasley harus menggunakan toilet Muggle di London.
 
Aku dan Ginny memimpin sedangkan Charlie, Fred dan George berada di belakang kami saat kami tiba di Kementerian Sihir. Atrium Kementerian terlihat lebih gelap dari yang terakhir aku ingat. Sebelumnya di tengah atrium terdapat air mancur emas, memancarkan cahaya  berkilauan di atas lantai dan dinding kayu yang mengkilap. Sekarang, sebuah patung hitam besar dari batu menggantikannya. Patung itu cukup menakutkan, merupakan pahatan seorang penyihir pria dan wanita yang duduk di atas singgasana yang penuh ukiran, melihat ke bawah, ke arah pegawai Kementerian dan pengunjung yang berlalu-lalang atau bermunculan dari perapian. Di dasar patung itu terukir tulisan sebesar setengah meter dengan ucapan ‘SIHIR ADALAH KEKUATAN’.
 
“ke sini,” Charlie memimpin kami bergabung dengan gerombolan, mengambil jalan di antara para pekerja Kementerian, beberapa di antaranya membawa tumpukan-tumpukan perkamen,yang lain membawa tas-tas  kerja yang penyok, yang lainnya membaca Daily Prophet sambil berjalan.
 
Ketika kami melewati air mancur, aku memperhatikan ukuran patung itu, bukanlah ukiran biasa melainkan pahatan tumpukan manusia. Beratus-ratus manusia telanjang, pria, wanita, dan anak-anak. Semua dalam wajah yang jelek, sedikit bodoh, dan kebingungan. Mereka terhimpit menjadi satu, menahan berat penyihir yang berada di atasnya. Sangat jelas bahwa manusia-manusia itu melambangkan Muggle.
 
“Hei, ke sini!” ucap Charlie lebih keras.
 
Fred mendorongku keluar dari aliran pegawai Kementerian menuju gerbang-gerbang keemasan. Sepertinya hanya aku yang terpesona dengan patung baru Kementerian, jelas Keluarga Weasley sudah melihat patung itu saat interogasi pertama mereka.
 
Duduk di meja sebelah kiri, di bawah tenda bertuliskan ‘Keamanan’, seorang penyihir yang cukurannya jelek dalam jubah biru merak melihat ke atas ketika kami mendekat dan meletakan Daily Prophet miliknya.
 
“aku mengantar anak-anak Hogwarts untuk wawancara mereka.” Kata Charlie menunjuk aku dan Ginny.
 
“Kemarilah,” kata Penyihir itu lelah, mungkin karena banyaknya tamu yang datang ke mejanya hari ini.
 
Aku dan Ginny berjalan lebih dekat kepadanya dan penyihir itu memegang sebuah tongkat keemasan panjang yang tipis dan luwes seperti   alat pendeteksi benda ilmu hitam milik Mr Filch. Benda itu melewatkan ke atas dan ke bawah serta bagian depan dan belakang tubuh kami.
 
“tongkat,” gerutu penyihir keamanan kepada kami sambil meletakkan instrumen keemasan itu dan mengulurkan tangannya.
 
Ginny sedikit ragu dan aku mengeluarkan tongkatku lebih dulu. Penyihir itu menjatuhkannya ke sebuah instrumen kuningan aneh, yang tampak seperti satu set timbangan dengan hanya satu piring. Instrument itu mulai bergetar. Secarik perkamen panjang keluar dengan cepat dari lubang di dasarnya. Penyihir itu mengoyaknya dan membaca tulisan di atasnya.
 
“Tiga belas inci, kayu rowan, inti bulu Pheonix, telah digunakan enam tahun, benar?”
 
“Ya.” Jawabku.
 
“aku akan menyimpan ini,” kata penyihir itu sambil melipat perkamen itu menjadi pesawat kertas dan menyihirnya melayang dan menghilang pergi ke tujuannya.
 
Setelah melihatku, Ginny menyerahkan tongkatnya.
 
Aku mendekati Fred, “terakhir penyihir itu meminta tongkat kami, dia mengambilnya sampai interogasi kami selesai.” Jelas Fred. “itu sebabnya Ginny sedikit ragu saat dia meminta tongkat.”
 
Setelah Ginny selesai, kami melewati gerbang emas yang ada di kiri tenda keamanan, masuk ke dalam aula yang lebih kecil di mana terdapat barisan-barisan di depan dua puluh lift dengan pintu teralis emas. Kami ikut mengantri.
 
“Wawancara akan di lakukan di Departemen Misteri,  di Ruang Sidang bawah tanah. Kami tidak dapat masuk bersama kalian”, kata Charlie padaku dan Ginny. “tapi kami akan menunggu,” Fred dan George mengangguk setuju. “sebaiknya kalian tidak bicara terlalu banyak, mereka pasti akan mencari tahu tentang Orde atau yang lebih buruk.”
 
Aku dan Ginny mengangguk. Teralis emas di depan kami terbuka. Kami merangsek masuk, Fred yang berdiri di belakangku melingkarkan tangannya di leherku agar kami tidak terpisah. Teralis tertutup dan mulai bergerak turun.
 
Ketike lift berhenti, suara wanita tenang berkata, “Depatemen Misteri.”
 
Pintu berderak terbuka, kami melewati dinding dengan gelap, tidak ada jendela, dan tidak ada pintu selain sebah pintu hitam polos di bagian paling ujung koridor yang pernah aku dan Ginny jelajahi bersama anggota DA lainnya. Kami  berbelok ke kiri di mana terdapat pembukaan ke serangkaian anak tangga. Kami terus menuruni tangga dan aku terkejut karena lift bahkan tidak menjangkau sebuah ruang sidang Kementerian dan lebih terkejut lagi saat melihat Charlie yang tidak asing dengan tempat ini, bahkan Fred, George dan Ginny tidak mengeluarkan pandangan bertanya sepertiku. Perasaan dingin yang tidak biasa merayap melingkup kami. Setiap langkah kami turun ke bawah menuju kabut menjadi dingin dan semakin dingin setiap melangkah.
 
Kami mencapai dasar tangga yang sangat mirip dengan koridor yang mengarah ke ruang bawah tanah Snape di Hogwarts, dengan dinding-dinding batu kasar dan obor-obor dalam penyangganya. Pintu-pintu yang kami lewat terbuat dari kayu berat dengan gembok-gembok dan lubang-lubang kunci dari besi. Perasaan dingin mencapai tenggorokan dan mengoyak paru-paru lalu kehilangan semua kegembiraan, tanpa harapan mengisinya, semakin besar dan semakin besar.
 
Dementor.
 
Kami berbelok ke kanan, aku melihat kilasan terburuk dari kepala ketakutan seseorang, entah siapa yang mungkin berada tidak jauh dari sini. Benda hitam di luar ruang sidang, tinggi, sosok hitam berkerudung, muka mereka benar-benar bersembunyi, mereka bernapas kasar di tempatnya. Aku melihat beberapa anak Gryffindor yang amat ketakutan duduk berkerumun dan gemetar dalam bangku kayu mereka yang keras. Kebanyakan dari mereka menyembunyikan wajah mereka dari mulut rakus dementor. Beberapa duduk berkumpul dengan keluarga mereka, yang lain duduk sendirian. Para dementor melayang naik turun di depan mereka dan udara dingin tanpa harapan, kehilangan kegembiaraan terasa di sekeliling kami seperti kutukan.
 
Mereka jelas tidak bisa melakukan Patronus walaupun tongkat ada di genggaman mereka. Beberapa dari mereka merasakan kehilangan yang dalam, murid-murid Hogwarts yang berada di bawah umur, berada di bawah tekanan Dementor untuk pertama kalinya. Setiap kepala yang ada di sini seakan kehilangan harapan sejak memasuki Kementerian. Beberapa sosok hitam dengan   wajah tanpa mata melewati kami, bergerak sekan-akan naik. Mereka mungkin meraskan kehadiran seseorang yang masih mempunyai harapan, seseorang yang tabah.
 
Seekor naga keperakan bermoncong panjang dengan tubuh kurus dipapah oleh sayap berduri yang sangat besar terbang di sekeliling kami, disusul oleh sepasang burung murai yang berhasil membuat aku dan Ginny terkejut. Ketiga Patonus itu berasal dari belakang kami. Charlie yang memulainya dengan Patornus naganya lalu disusul oleh Fred dan George. Aku dan Ginny mengangguk lalu mengangkat tangan kami. Aku memikirkan hal yang paling bahagia dalam hidupku selama ini, hal yang membuatku bahagia. Senyuman Fred dan ciuman itu...
 
Aku merasakan tongkatku bergetar, seekor Thestral keperakan bergerak muncul perlahan dari ujung tongkatku, dimulai dari kelapa reptilnya, sayap kasarnya hingga tubuh tulang yang hanya terbalut kulit sepenuhnya nyata di depan kami, berlari mengelilingi ruangan penuh Dementor bersama naga Norwegia Ridgeback milik Charlie. Sedangkan Patronus kuda milik Ginny sibuk bermain dengan burung   Murai milik kakak kembarnya.
 
Suasana ruangan mendadak berubah menjadi terang-benderang dan lebih ceria. Beberapa anak  mulai tersenyum melihat Patronus keperakan terbang di atas kepala mereka menggantikan Dementor buruk rupa.
 
Dan lalu, dengan tiba-tiba dan mengagetkan di tengah-tengah keceriaan yang kami buat, salah satu pintu ruang bawah tanah terbuka dan jeritan bergaung di sekellilingnya.
 
“Aku, aku bersumpah aku mendapatkan surat untuk bersekolah di Hogwarts! Aku membawa surat itu, mereka bilang aku hanya perlu melakukan wawancara—lepaskan aku!” jerit seorang anak laki-laki berambut pirang keemasan kedua tangannya diapit oleh dua Dementor yang melayang rendah. Aku yakin ini tahun keduanya di Hogwarts dan entah bagaimana, teman satu asramanya tidak memberitahukan tentang kejatuhan Scrimgeour sehingga dia tanpa rasa takut datang untuk wawancara di Kementerian. Kementerian tentu saja, saat ini tidak menerima Muggle-born seorang pun dan malah memburu mereka. “Aku tidak mencuri apapun dari siapapun! Aku hanya ingin mengikuti wawancara!”
 
“Apa yang terjadi di sini?” raung suara  serak. Pria di belakang anak berambut keemasan, ia mencuat karena tingginya lebih dari enam kaki, badannya kekar dengan janggut kehitaman menatap kami dengan murka.
 
Patronus Ginny yang paling pertama menghilang karena keterkejutan itu, lalu disusul olehku. Sepasang Patonus murai menghilang karena menabrak pintu terdekat sedangkan milik Charlie masih sanggup bertahan selama delapan detik sebelum akhirnya ikut menghilang. Semua keceriaan, kebahagiaan, dan harapan di sekitar kami seakan kembali tersedot menghilang. Kesuraman kembali menyelimuti kami.
 
“kalian telah merusak ruang tunggu sidang.” Geramnya. Ia melihatku dengan sengit dengan kaki berjalan mendekat. “aku tahu ini semua idemu,” katanya menatapku marah. “Siapa sangka anak dari Auror terkenal akhirnya memilih kabur dibandingkan ikut bertarung? Menghilang di saat keluarga dan temannya di interogasi oleh Kementerian.” katanya. Ia mengeluarkan tongkatnya dan dengan sikap arogannya mendekatkan tingkat itu ke daguku sehingga aku mengadah menatap wajahnya.
 
Fred yang melihat semua itu, tidak terima dengan perlakuannya terhadapku dan mengangkat tongkat sihirnya tepat ke kepala pria itu, disusul George yang mendukung kembarannya.
 
“Oh, lihat ini.” Kata pria itu mengejek.. “si kembar Weasley tidak tahu rupanya, ini merupakan pemberontakan!”
 
“Tidak,” sebuah suara menenangkan mendekat dari anak tangga. Ayah mncul dari kabut yang didatangkan oleh para Dementor. “ini bukan pemberontakan tetapi pembelaan, Runcorn.” Umum Ayah. “mereka hanya membuat pertahanan di antara selusin Dementor yang mengelilingi mereka.” Ayah berjalan mendekati kami. “dan mereka,” Ayah menunjuk Fred dan George yang masih mengangkat tongkatnya. “melakukan pembelaan karena kau telah mengacungkan tongkatmu lebih dulu pada anakku.” kata Ayah tajam menurunkan tangan pemegang tongkat Runcorn dengan sekali hentak menggunakan tangan kirinya, Ayah mengintimidasi pria di depannya walaupun pria itu jauh lebih tinggi dari Ayah.
 
“Tidak apa, Runcorn.” ucap suara pelan dan halus dari ruang sidang yang pintunya masih terbuka, di podium yang ditinggikan, wanita berwajah kodok duduk dibalik birai. “Biarkan Nona Colate masuk dan tahu apa yang teman-temannya rasakan saat berada di ruangan ini.” Tawa Umbridge seakan ucapannya barusan adalah lelucon paling lucu di muka bumi. Ia tidak mempedulikan kami yang hanya melihat jijik ke arahnya.

HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang