18. HOGWARTS EXPRESS

518 111 6
                                        

Musim gugur tiba. Kabut alami menambah kabut tebal yang diciptakan oleh Dementor. Angin dan hujan menambahkan suasana mencekam di seluruh Inggris. Kereta uap megah berwarna merah tua sudah menyambut kami saat aku dan Ayah melewati peron sembilan tiga perempat, mengepulkan asap ke peron layaknya kabut Dementor. Kami tidak bisa melihat dengan jelas seluruh peron, namun suasana suram tidak dapat ditutupi di sekeliling stasiun.
 
Peron dapat dikatakan sangat sepi karena tidak sampai setengah dari seluruh murid Hogwarts yang berani kembali bersekolah. Semua orang tua tampak cemas akan nasib anaknya di bawah pengawasan Pelahap Maut dan wajah anak mereka tidak kalah pucat saat menaiki kereta.
 
“Safera!” panggil Ginny, menembus kabut menuju kami. Fred mengekor setia di belakangnya diikuti Charlie, George, Mr, dan Mrs Weasley yang terlihat pucat.
 
“Ka-kami meninggalkan Ron sebentar untuk mengantar Ginny,” kata Mrs Weasley tergagap. Ron yang ia maksut pasti Ron dalam bentuk Ghoul. Mrs Weasley memberi isyarat pada  kami bahwa ada mata-mata Kementerian yang mengikuti mereka.
 
“aku harap Ron dapat kembali sehat.” Gumamku mengikuti permainan Mrs Weasley.
 
“Oh, dear…” Mrs Weasley memelukku erat. “aku mohon jangan membuat masalah.” Bisik Mrs Weasley di telingaku.
 
Aku mengangguk di dalam pelukannaya kemudian Mrs Weasley melepaskan pelukan kami. Fred mendekatiku, menggantikan pelukan ibunya dengan tubuhnya, menenggelamkan tubuhku sepenuhnya di balik jubahnya.
 
“bawa cermin itu kemanapun kau pergi. Aku tidak ingin kehilanganmu.” Bisiknya disambut dengan suara Ayah yang terbatuk dengan sangat keras.
 
Charlie dan Ginny terkekeh pelan dan Mrs Weasley menarik Fred agar menjauh dariku. “Maafkan aku, Nebulas, aku…” Mrs Weasley mendorong Fred untuk mundur kebalik tubuhnya. “…aku belum bisa mengendalikannya.”
 
Aku dan George tertawa.
 
Ayah berdeham untuk membasahi tenggorokannya dan menarik tanganku ke sampingnya. “kita akan membicarakan itu setelah ini, Fred.” Kata Ayah tajam.
 
Semua orang membeku di tempat mereka. Pasalnya Ayah tidak pernah menanggapi kelakar Fred jika bersamaku, namun kali ini mungkin Ayah akan lebih serius tentang itu.
 
“Haha,” Mr Weasley tertawa hambar. “Tentu, tentu saja.” Mr Weasley mendorong siku Fred agar ia ikut tertawa bersamanya. “Haha, tentu saja, kalian harus membicarakannya. Safera sudah dewasa sekarang.”
 
“Haha, tentu, Mr Colate.” Jawab Fred kaku.
 
Terdengar peluit keras. Aku dan Ginny berjengit terkejut. Kemudian Mrs Weasley memeluk Ginny erat dan aku memeluk Ayah sementara keluarga Weasley yang tersisa melihat kami dengan khawatir.
 
“kau menyimpan tas yang dibeli oleh Krum?” tanya Ayah pelan.
 
Aku mengangguk.
 
“jangan biarkan benda itu terlepas dari tubuhmu, sedetikpun.” Ayah melepaskan pelukannya untuk memegang bahuku, kedua bola mata kami bertemu. “kau mengerti?” aku mengangguk dan Ayah mengangguk meyakinkan.
 
Fred dan George sudah mendorong koperku dan Ginny untuk masuk terlebih dahulu ke dalam kereta. Aku dan Ginny melompat memasuki kereta dan Charlie segera menutup pintu kereta di belakang kami.
 
Aku dan Ginny menujulurkan kepala kami dari jendela yang berada di pintu kereta dan kereta mulai bergerak.
 
“kirimi kami pesan jika terjadi sesuatu.” Kata Mrs Weasley.
 
“mereka akan menyadap semua pesan yang mereka kirim, Mum.” Kata George.
 
Mrs Weasley menatap George dengan pandangan mencela lalu kembali kepada kami. “berikan tanda apapun.” Kereta semakin menjauh. “Apapun!”
 
Fred, George, dan Charlie melambaikan tangan mereka sampai kereta api berbelok di tikungan dan mereka tidak terlihat lagi.
 
“mau mencari kompartemen kosong?” tanya Ginny dan aku sambut dengan anggukan.
 
Aku dan Ginny menyusuri korodor, menyeret koper kami yang berat, mencari kompartemen. Tidak sulit sebenarnya mencari tempat untuk dua orang karena sebagian kompartemen hanya berisikan dua atau tiga orang, namun kami lebih memilih duduk bersama seseorang yang kami kenal baik karena sekarang sulit menemui orang yang dapat benar-benar dipercaya, bisa saja salah satu orang di kereta ini adalah Pelahap Maut yang meminum ramuan Polyjuice atau berada di bawah kutukan Imperius.
 
“Oh, itu Ernie.” Kataku melambaikan tangan pada Ernie yang sedang menarik kopernya berlawanan arah dengan kami.
 
“Safera!” panggil Ernie senang. “Hai, Ginny.”
 
“mau mencari komparetemn kosong?” tanyaku.
 
“aku akan bergabung dengan para Prefek di gerbong depan. Tahun ini aku menjadi Headboy--Ketua Murid-- untuk Hufflepuff. ” Jawab Ernie. "Walaupun mereka belum menemukan Headgirl asrama kita karena Hannah sepertinya tidak kembali."
 
Aku dan Ginny mengangguk mengerti walaupun sedikit kecewa.
 
“tapi aku senang melihat kalian. Sebagian murid tidak kembali.” Jelas Ernie.
 
“Susan tidak kembali?”
 
Ernie mengangkat bahunya. “Entalah, dia mendapat kesulitan saat wawancara di Kementerian. Tapi, hei…” Ernie meninju bahuku pelan. “aku mendengar cerita tentang kau.”
 
“cerita apa?”
 
“kita akan membicarakannya nanti.” Ernie kembali menarik kopernya. “aku harus bergabung dengan para Prefek. Sampai nanti.”
 
bye, Ernie.” Sahut Ginny, memimpin menarik koper.
 
“aku melihat Neville di belakang, mungkin kalian ingin bergabung dengannya.” Kata Ernie lagi sebelum meninggalkan kami.
 
Thanks,” aku ikut menarik koper.
 
Kami melewati satu kompartemen ke kompartemen yang lain. Ernie benar tentang banyak yang tidak kembali, aku bahkan hampir tidak menemukan anggota tim Quiddicth Hufflepuff selain Zacharias Smith dan Owen Summerby. Beberapa anak yang melihat kami hanya membuang muka dan lebih memilih melihat jendela.
 
BRAK.
 
Salah satu pintu kompartemen dibuka dengan paksa.
 
“Oh, lihat siapa ini?” suara berat arogan mengganggu telinga kami. Goyle melihat kami dari atas ke bawah. “Lihat, Vincent! Colate menarik kopernya bersama Weasley.”
 
Crabbe berdiri dari dalam kompartemennya dan melihat kami, tersenyum mengejek. “kau masih saja salah memilih teman, Colate.”
 
Aku dan Ginny tidak mengindahkan mereka dan terus berjalan, merasa keberadaan mereka tidak digubris, Goyle menendang koper kami hingga aku dan Ginny terjerembab di lantai koridor. Sangkar Buba berbunyi keras saat membentur dinding koridor dan Buba memekik marah.
 
“Oh, Draco!” teriak Goyle dan Crabbe bersamaan, tidak peduli dengan kami yang masih berada di lantai.
 
“Tepat sekali kau berada di sini,” kata Crabbe.
 
“Safera sepertnya ingin bergabung bersama kita.” kata Goyle.
 
Bergabung? Bersama mereka? Mendengar suara mereka saja sudah membuatku muak, aku mungkin akan mengeluarkan mantera kutukan yang diajarkan Fred dan George jika aku berada satu menit saja di dalam kompartemen yang sama dengan  mereka.
 
 Aku mendorong koperku yang  menindih kedua kakiku. Sebuah tangan terjulur menyambutku untuk membantu berdiri. Aku melihat pemilik tangan itu, wajah tirus dan kulit yang sangat pucat.
 
“kau tidak apa?” tanya Draco masing mengulurkan tangannya.
 
Aku mendorong kasar tangan itu menjauh dan berdiri dengan usahaku sendiri.
 
“kau ingin bergabung dengan kami?” tanya Draco lagi.
 
Aku menatapnya sengit, dengan apa yang telah terjadi di antara kami, dengan Dumbledore yang meninggal karena perbuatannya, bagaimana mungkin dia berani menawarkanku untuk bergabung dengannya?
 
“Yeah, kau bisa bergabung, tapi kita tidak bisa menampung seorang Weasley.” Kata Goyle.
 
“aku bahkan tidak sudi bergabung dengan kalian,” kata Ginny kembali menarik kopernya sementara Crabbe dan Goyle tertawa.
 
Aku menarik kandang Buba, memastikan burung hantu kecil itu baik-baik saja sebelum akhirnya menarik kembali koperku.
 
“kau tidak akan bergabung bersama kami?” tanya Draco, membuat koperku terasa berat.
 
Aku melirik tangan Draco yang menahan sisi lain koperku. “Lepaskan!” kataku.
 
Draco bersikeras menahannya, membuat Crabbe dan Geoyle melihat kami tertarik.
 
“Lepaskan!” kataku sedikit lebih keras.
 
Tenagaku tidak sesuai dengan tenaga Draco sehingga ia berhasil menarik koperku ke sisinya namun aku tidak menyerah begitu saja dan lebih kuat menarik koperku.
 
“aku bilang LEPASKAN!” teriakku.
 
Ginny berhenti dalam langkahnya. Crabbe dan Goyle terdiam. Beberapa kepala menyembul dari pintu kompartemen mencaritahu hal menarik apa yang ada dalam perjalanan mereka kali ini.
 
“Aku rasa kau lupa, Malfoy.” Kataku tajam.
 
“Malfoy?” tanya Draco membeo dan aku tidak peduli.
 
“Aku tidak bergabung dengan pengecut.” Kataku lagi tidak membalas perkataan Draco.
 
“Pengecut?” Draco kembali membeo.
 
“Ya, kau. Pengecut yang bersembunyi di bawah ketiak Snape. Bagaimana? Apakah kau bangga sekarang karena Snape sudah menjadi kepala sekolah?” aku berusaha bersikap searogan mungkin.
 
Draco dengan perlahan melepaskan tangannya dari koperku, wajahnya terlihat terpukul dan terluka.
 
Tidak menyia-nyiakan kesempatan, aku segera menarik koperku menjauhinya.
 
“Safe…” panggilnya pelan membuatku jengah. “Safera!” katanya lebih keras.
 
“SHUT UP!” teriakku. “Jangan pernah menyebut namaku lagi. Jangan pernah. Sekalipun.”
 
Aku menarik koperku menjauh, Ginny kembali melangkahkan kakinya. Anak-anak yang melihat kami, kembali masuk ke dalam kompartemen mereka seakan puas dengan hiburan kecil di awal tahun ajaran mereka.
 
Neville segera menyambut kami ketika kami sampai ke kompartemennya. Ernie benar dengan ucapannya tentang Neville berapa di belakang, karena sekarang kami berada di gerbong terakhir kereta.
 
Aku membanting tubuhku di kursi kosong sebelah Luna yang setengah melamun, mengembuskan napas lelah.
 
“ada sesuatu yang terjadi?” tanya Neville setelah selesai menaikkan koper Ginny dan aku.
 
“Yeah, sesuatu yang besar.” Kata Ginny duduk di sebelah Neville. “Malfoy menarik koper Safera.”
 
“APA?” tanya Neville terkejut. Luna mulai tertarik dengan percakapan kami.
 
“Dia tidak menariknya.” Belaku.
 
“Dia menariknya.” Kata Ginny lagi. “dia memintamu untuk bergabung di kompartemennya.”
 
Luna melirik Neville. “Jadi kau benar-benar selingkuh dengan Malfoy?” tanya Luna tertarik.
 
“aku tidak…” aku terdiam mencerna pertanyaan Luna. “aku tidak pernah selingkuh dengan Malfoy!”
 
“tidak ada rahasia yang benar-benar aman di Hogwarts.” Gumam Luna. “aku sering mendengar kau berjalan bersama dengan Malfoy tahun lalu.”
 
“kita hanya berteman, okay? Tidak sekalipun aku berpikir untuk selingkuh.”
 
“kau bahkan berteman dengan Malfoy?” tanya Ginny histeris.
 
“itu sebelum…” aku melihat Ginny, Neville, lalu Luna. “sebelum Pelahap Maut menyerang Hogwarts, dan Dumbledore meninggal.”
 
Mereka terdian tidak percaya.
 
Tiba-tiba kabut tebal menyelimuti jendela yang sekarang berwarna abu-abu berkilau dan berubah gelap sampai lampu-lampu menyala di sepanjang koridor dan di atas rak barang. Kereta berderit.
 
Kami mengerutkan kening saat kereta mulai melambat. Kami yakin perjalanan kami masih jauh menuju utara namun bunyi piston mereda.
 
Neville bangkit untuk melihat koridor, disusul olehku, Ginny dan Luna. Di sepanjang gerbong, kepala-kepala bermunculan ingin tahu dari dalam kompartemen.
 
Kereta api berhenti diiringi hentakan dan suara gedebuk dan kelontang di kejauhan yang memberitahu kami bahwa koper dan barang-barang barjatuhan dari raknya.
 
Sosok berjubah menggeledah setiap kompartemen yang mereka lewati, melemparkan koper dan membukanya dengan paksa. Kegilaan apalagi yang diharapkan para Pelahap Maut? Apa mereka mengharapkan Harry menaiki Hogwarts Ekspress setelah Dumbledoore tidak lagi berada di sana? Apa mereka berpikir Harry akan bersembunyi di dalam koper besar kami?
 
Pintu gerbong kami dibuka dengan kasar. Cormac McLaggen yang berada paling dekat dengan pintu antar-gerbong berdiri di depan Pelahap Maut dan dengan berani mengancam mereka dengan sesuatu tentang ayahnya. Namun Pelahap Maut itu tidak gentar dan mendorong McLaggen menjauh.
 
Neville melangkah keluar kompartemen dan dengan berani berteriak, “Hey, Losers. He isn’t here.
 
Pelahap Maut itu menatap Neville. Namun Neville tidak goyah menantang Pelahap Maut dengan tatapannya. Kemudian Pelalahp Maut itu beralih kepada Ginny, Luna dan berakhir padaku.
 
Akhirnya, Pelahap Maut membalik tubuhnya, membiarkan jubahnya berkibar. Kemudian kereta kembali berjalan.

HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang