Saat itu malam menjelang pada hari Kamis tanggal 5 November 2020, kamu baru selesai menghadiri acara dan memintaku untuk menemuimu di satu tempat yang kamu tentukan.
Aku melihatmu duduk seorang diri di sisi tepi di mana tanaman biasanya tumbuh. Kamu terlihat menawan dengan sweater rajut membalut tubuh, sedangkan aku mengenakan pakaian kebesaranku yang berwarna hijau mint.
Kamu tersenyum, kendati kamu tidak terlihat begitu baik. Ada mendung di wajahmu.
Aku mengambil tempat untuk duduk dengan kamu di sisi kananku, lantas bertanya bagaimana perasaanmu hari ini.
Kamu bilang, kamu baik-baik saja. Aku mengangguk, meski menolak percaya. Sebab siapa saja bisa melihat melalui wajahmu, bahwa kamu sedang tidak baik-baik saja.
Tapi, baiklah. Aku memang si Baik Hati.
Kamu lantas berdiri dan berkata akan mengantarku ke rumah. Tapi aku dengan tegas menolak. Kubilang, biar aku yang mengantarmu ke rumah. Karena aku tahu, kamu sedang tidak baik-baik saja.
Ketika kita berjalan bersisian, kamu memintaku untuk berpindah, agar aku menjadi berada di sisi kananmu. Kamu tahu? Aku tersenyum diperlakukan begitu. Kamu memperlakukanku dengan sangat baik. Padahal kamu sedang tidak baik-baik saja.
Sepanjang perjalanan, kamu berbicara banyak. Kamu bilang, bulan di atas sana bersinar cerah mengikuti kita sebab kita berjalan kaki hingga masuk ke stasiun kereta bawah tanah. Candaanmu membuatku tertawa, meski kamu sedang tidak baik-baik saja.
Aku berkata padamu, bahwa aku mengkhawatirkanmu. Apa yang kautulis di sosial mediamu membuatku sangat cemas. Aku takut tiba-tiba kehilanganmu hanya karena kamu menyerah. Tapi kamu bilang, semua baik-baik saja.
Baiklah, haruskah aku percaya?
Kamu melihat ke arahku, lantas berkata bahwa cuaca di awal November ini sudah mulai dingin. Sebaiknya aku mengenakan baju hangat jika berjalan di luar rumah.
Iya, aku tahu. Kamu juga mengkhawatirkanku.
Terima kasih, itu sangat menghangatkan hati.
Setibanya di rumahmu, kamu memintaku untuk mampir. Tadinya aku ingin menolak, tapi aku senang sekali membersamaimu. Kemudian pengurus rumahmu menyediakan kita makan malam. Kita makan malam bersama, sambil sesekali bercanda dan tertawa.
Kamu tahu? Melihat itu, aku yakin kamu akan baik-baik saja.
Bukankah kita sudah berteman sejak lama?
Aku mengerti. Aku tahu kamu akan baik-baik saja, karena kamu dijaga dengan baik olehNya. Rabbul'alamin, Penciptamu yang sungguh menyayangimu. Sementara aku...
Aku akan selalu ada. Khayran insyaaAllah, aku akan selalu ada sampai nanti mungkin ada batasnya, tapi kuharap itu benar tidak terbatas.
Sebab aku sungguh ingin bertemu lagi denganmu di JannahNya.
Semoga kamu baik untukku dan aku baik untukmu, selagi di dunia hingga nanti kita kembali bertemu dan berkumpul di Surga, Sayangku...
Let me walk you home again.
Allaahumma aamiin yaa mujiibassaailiin.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLUE
Non-FictionWhatsoever, just write! Coretan dari Facebook yang disalin ke sini. Isinya cuma pemikiran sederhana plus penggiringan opini yang kemudian jadi penyemangat. Dulu dibiasain nulis pemikiran gitu haha sekarang alhamdulillaah sudah ada wadahnya yg lebih...