Day 5 : Catty Manis

49 5 0
                                    

Ada seekor kucing yang cukup melekat di hatiku hingga namanya kujadikan judul tulisanku hari ini. Catty. Dia ku beri nama Catty Manis, menggabungkan namanya dengan nama kucingku yang dulu hilang. Aku mengontrak di sebuah kontrakan yang kamar mandinya berada di luar untuk digunakan bersama pengontrak lain. Di kamar mandi itu, Catty kecil menggigil kedinginan. Ibuku membawanya ke rumah dan aku menjaganya tetap hangat. Sejak saat itu, aku dan Catty menjadi teman baik.

Beberapa kali pindah kontrakan, Catty tetap ikut denganku. Kami biasa bermain bersama, walau sesekali ia bermain sendiri di atap rumah tetangga. Dia menyukai tali plastik dan kardus kosong. Jika Ibu tidak pulang, aku akan tidur di dalam kardus bersamanya.

Catty adalah kucing yang penurut. Ia akan langsung mendatangiku saat aku memanggil namanya. Aku sering menggendong dan memeluknya namun Catty tidak suka digendong di sebelah kiri, dia lebih suka digendong di sebelah kanan. Aku yang selalu berbagi makanan dengannya, melewati tahun demi tahun dengan Catty kecil. Catty kecil tumbuh dewasa lebih cepat dariku. Ia melahirkan bayi-bayi kucing yang lucu, walau tak semuanya bisa bertahan hidup. Jumlah kucing di kontrakanku terus bertambah.

Hingga suatu hari, Catty terlihat sangat lemah. Beberapa kali ia memuntahkan cairan. Menurutku, ada duri ikan yang tersangkut di tenggorokannya. Aku tidak tau harus bagaimana. Ibuku memberinya antibiotik namun kondisinya terus memburuk. Catty semakin kurus dan aku ketakutan kehilangan teman baikku itu. Ibu bilang, Catty memang sudah tua.

Aku menangis dan memohon padanya, "Catty jangan mati dulu, Aku ga mau sendirian. Aku sudah mau kelas 3 SMP sekarang, kamu ga mau lihat aku lulus? Jangan mati dulu ya, tunggu aku lulus."

Catty mengabulkan permohonanku. Ia berangsur pulih walau sudah tidak selincah dulu. Setelah dua kali lagi berpindah kontrakan, aku sampai pada hari kelulusan SMP. Catty terus melemah dan tidak cantik lagi. Bulunya kusam dan mulai pikun. Ia mulai tidak bisa membedakan mana tempat tidur dan mana toiletnya. Ia tidak napsu makan, dan menghabiskan waktu untuk tertidur.

Aku mulai kasihan padanya. Aku mengelus bulunya yang lengket dan menyadari betapa sulitnya Catty bertahan hidup. Bahkan untuk bernapas saja terlihat sangat menderita dan penyebab penderitaannya adalah aku. Karena menuruti permintaanku.

"Catty," Aku memanggilnya.

Dia hanya menatapku. Mulutnya terbuka namun tak ada suara.

"Aku sudah lulus, aku tidak apa-apa jika kau pergi sekarang. Kau sudah memenuhi permintaanku. Jangan lagi menderita karena aku."

Namun Catty tetap bertahan hidup hingga bulan berikutnya. Saat aku diterima di sebuah Sekolah Menengah Atas Negeri. Aku tidak diterima di dua pilihan pertama, tapi aku berhasil diterima di sekolah negeri yang jaraknya cukup dekat dari tempat tinggalku. Aku sangat senang. Begitu pun Ibuku. Selama tiga tahun ke depan aku bisa bersekolah tanpa mengeluarkan biaya, seperti sebelumnya.

Tapi rupanya itulah yang ditunggu Catty. Dia melepasku saat yakin, ia tidak perlu mengkhawatirkan apapun lagi. Ia pasti melihatku saat aku menangis ketakutan tidak bisa sekolah. Aku yang main-main di masa SD dan SMP, takut tidak bisa bersekolah SMA. Karena aku mulai memutuskan untuk lebih serius bersekolah. Aku mulai menyusun masa depanku. Dan setelah aku diterima di SMAN, Catty yakin aku bisa melalui masa SMAku dengan baik. Itu sebabnya dia pergi. Aku menguburnya dengan baik di sebuah tanah kosong, dekat dengan pohon bintaro yang rindang.

Dan dia benar. Catty teman baikku itu benar. Masa SMAku cukup menyenangkan.

Mengalir Dalam Riak - Antologi Cerpen dan PuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang