Nita menatap kamar indekosnya sekali lagi sebelum berangkat. Baju-bajunya sudah rapih, tinggal menata buku-buku. Sepaket rak buku portabel tergeletak di pojok kamar. Kemarin, Nita sudah mencoba memasangnya, namun setengah jam berkutat dengan potongan puzzle itu Nita selalu saja gagal memasangnya. Jadi Nita menyerah, Ia mungkin akan meminta tolong pada temannya nanti. Terganggu karena rambut panjangnya yang selalu turun ke wajah, Nita mengambil karet rambut dan mengikat rambutnya asal-asalan.
Keluar dari kamarnya, Nita berangkat ke Monde Hospital, rumah sakit tempatnya bekerja. Butuh waktu selama setengah tahun untuk memantapkan hati dan memilih pindah. Setelah seminggu mengintari lingkungan sekitar rumah sakit, Nita akhirnya menemukan sebuah indekos yang cukup nyaman. Ya, indekosnya saat ini. Jarak dari indekos ke rumah sakit hanya sekitar 5 menit berjalan kaki. Jika kelelahan pulang bertugas, Nita bisa menggunakan jasa ojek online dengan harga yang cukup murah.
Sampai di rumah sakit, Nita absen baru membenahi riasannya. Pagi itu Nita memulai hari dengan melihat catatan medis para pasien. Tinggi dan berat badan, riwayat penyakit, juga gejala yang sedang dirasakan saat ini. Nita membaca dengan teliti dan mulai meresepkan menu yang tepat untuk setiap pasien itu.
"Kak Nita, ada seorang pasien baru di 203. Apakah sudah bisa dilakukan antropometri?" seorang perawat bertanya.
Nita membereskan berkasnya. "Kita lakukan sekarang saja. Tidak bentrok dengan pemeriksaan dokter, kan?"
Perawat itu mengangguk. "Mari saya temani, Kak."
Sambil menuju bangsal, Nita membaca catatan medis awal yang dibuat oleh dokter penanggung jawabnya. “Azka?” Nita terkejut saat menatap nama yang sangat di kenalnya.
“Kenapa, Kak?” tanya perawat.
Nita menepis pemikirannya. “Tidak apa-apa.” Ya, pasti bukan Azka yang sama kan?
Mereka sampai di bangsal kelas tiga. Bangsal paling ramai di banding bangsal lainnya. Di kamar 2 kasur 03, terbaring seorang yang sangat dikenalnya. Azka yang sama.
“Hai, Beb.” Azka menyapanya dengan senyuman lebar.
“Kejutan macam apa ini?” Nita menatap kaki Azka dengan sedih. Tulang keringnya diperban sedangkan beberapa titik penuh dengan luka lecet. Nita beralih ke perawat yang menemaninya dan berkata, “Nayla, kamu kembali saja ya. Ini kenalan saya, saya mau berbincang sebentar.”
“Baik, Kak.”
Setelah perawat pergi, perhatian Nita kembali pada Azka yang kini menatapnya dengan geli. “Kenalan?” ledek Azka.
“Jadi? Kenapa?” Nita tidak menggubris ledekan Azka. Ia mengambil kursi terdekat dan duduk di samping ranjang Azka.
“Terjatuh saat tugas. Sebenarnya tidak parah, tapi atasan malah membawaku ke rumah sakit. Jadi, di sinilah aku sekarang.” Azka kembali memamerkan cengiran khasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengalir Dalam Riak - Antologi Cerpen dan Puisi
Fiksi UmumHidup sangat terkait pada takdir. Seringkali orang-orang meminta kita untuk mengikuti aliran takdir yang ada. Berawal dari buangan di selokan Aku mengikuti kelokan sungai dan benturan bebatuan Aku yakin Laut lepas dan bebas itu Di sanalah aku berakh...