Hari kepulangan Azka bertepatan dengan hari libur Nita. Jadi, Nita menemani Azka ke rumahnya. Karena kesibukan masing-masing, ini adalah pertama kalinya Nita mengunjungi rumah Azka walau mereka sudah menjalin hubungan selama setahun. Rumah Azka sangat ramai. Azka memiliki empat orang adik. Adik yang tertua masih sekolah SMA, sedangkan yang kecil masih SD kelas 3. Tanpa seorang Ayah, Nita bisa merasakan bagaimana perjuangan Azka sebagai tulang punggung keluarga.
Di rumah terlihat jelas Ibu Azka sangat menginginkan mereka cepat menikah. Azka dan Nita hanya tertawa walau tidak nyaman. Nita sih, mau saja. Namun, Azka sudah pernah menjelaskan pada Nita bahwa saat ini Ia sedang fokus untuk pendidikan adik-adiknya dulu. Jika yang adik yang tertua sudah bekerja, mungkin Azka baru bisa memikirkan pernikahan. Nita tidak masalah dengan itu, apalagi setelah melihat kondisi keluarga Azka secara langsung.
Karena kepulangan Azka dan kehadiran Nita, Ibu Azka memasak ikan goreng, sayur, dan sambal. Nutrisi yang cukup untuk tubuh manusia. Tersedia juga buah untuk vitamin. Tapi, keadaan Ibu Azka cukup mengganggu Nita sebagai Ahli Gizi. Hingga saat makan, Nita menyadari jumlah ikannya hanya cukup untuk mereka berenam. “Bu, ikannya kurang ya? Mari berbagi dengan saya,” ucap Nita pada Ibu Azka.
“Aduh, nggak usah, Nduk. Ibu sudah pisahkan di dapur. Ibu senangnya gadoin ikan belakangan,” jawab Ibu Azka.
“Bohong,” celetuk adik Azka yang tertua. “Ibu mah selalu begitu, lauknya selalu cuma pas untuk kami. Ibu nggak pernah makan pakai lauk. Malah kalau sayur habis, Ibu cuma makan pakai kuah sayur saja. Katanya, Ibu mau berhemat.”
Mendengar itu, Azka terlihat terkejut. “Ibu, benar begitu?”
“Nggak, Azka. Ibu benar-benar sisakan di dapur.” Sekarang, kebohongan Ibu Azka terlihat jelas di raut wajahnya.
Karena kesal, Azka berjalan ke dapur dan mencari. “Ibu simpan di mana ikannya? Ibu tega bohongin Azka?” Azka terlihat sangat marah. Azka membuka tiap laci dan buffet kemudian menutupnya dengan keras. “Buat apa Azka kerja keras kalau Ibu malah nggak mau makan pemberian Azka? Uang yang Azka kasih halal, Bu. Azka setiap bekerja sambil mikirin Ibu, bagaimana caranya biar Ibu sejahtera.” Nita belum pernah melihat Azka marah sampai seperti ini.
Melihat anak sulungnya marah, Ibu Azka kemudian menangis. “Maaf, iya Ibu salah, Azka.”
Melihat wanita itu menangis, Nita tidak tega. Nita menegur Azka, “Azka, sudah.” Nita kemudian beralih pada Ibu Azka. “Ibu, Ibu berhemat untuk apa? Apa uang dari Azka kurang?”
Ibu Azka menggeleng. “Ibu mau menabung untuk Azka. Setiap belanja, Ibu sudah perhitungkan agar uang belanjanya tidak terpakai semua. Ibu mau kumpulkan untuk Azka. Rencananya, Ibu mau serahkan saat Azka mau menikah.. Azka itu sampai belum menikah karena mikirin Ibu dan adik-adiknya, Ibu nggak tega. Sebelum kamu, Azka sudah berkali-kali ditinggal kekasihnya gara-gara keadaan keluarga kami.”
Mendengar itu, Azka jadi ikut menangis. “Maaf ya, Bu. Sudah membuat Ibu kepikiran. Tapi Ibu jangan begini, kesehatan Ibu lebih penting bagi Azka. Kalau Ibu begini, Azka jadi sedih.”
Setelah adegan tangis yang cukup lama, Nita dan Azka membawa Ibu Azka ke rumah sakit. Benar saja, Ibu Azka mengalami malnutrisi yang cukup parah. Jika tidak segera diobati, Ibu Azka bisa semakin mengalami penurunan fungsi tubuh.Nita sangat tersentuh pada keluarga Azka. Mereka semua saling menyayangi sampai mengorbankan kesehatan diri sendiri. Adik Azka yang tertua ternyata juga bekerja sambilan di sebuah bengkel setiap pulang sekolah, agar tidak merepotkan Azka. Nita berdoa, semoga kasih sayang tidak membuat seseorang harus mengorbankan kesehatan mereka, tapi justru bisa saling menyehatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengalir Dalam Riak - Antologi Cerpen dan Puisi
Fiksi UmumHidup sangat terkait pada takdir. Seringkali orang-orang meminta kita untuk mengikuti aliran takdir yang ada. Berawal dari buangan di selokan Aku mengikuti kelokan sungai dan benturan bebatuan Aku yakin Laut lepas dan bebas itu Di sanalah aku berakh...