Matahari sudah terbit, tapi aku masih terlelap. Suara tetangga yang mengetuk pintu rumah, membangunkanku.
"Tiyas... Tiyas..."
"Iya, Mbak. Kenapa?" tanyaku.
"Tadi Supri nelpon, katanya kamu disuruh tutup warung. Mba Saripah kecelakaan," ujarnya.
Aku terkejut dan segera mengganti daster tidurku dengan baju yang lebih sopan. Tak peduli dengan wajah yang penuh bekas tidur, aku langsung menuju warung pakan hewan milik Kak Saripah, Kakak Iparku.
Aku menutup warung dengan penuh pertanyaan. Informasi yang kuterima sangat minim. Bagaimana kecelakaannya? Apakah parah? Sekarang Kak Saripah di mana? Namun, kuputuskan untuk menuntaskan tugas dulu baru mencari informasi lebih lanjut.
Warung itu baru terbuka setengah, sepertinya Kak Saripah terburu-buru pergi berbelanja. Aku memasukkan semua dagangan yang dipajang di luar warung, lalu menutup pintu warung. Dilanjutkan dengan menata kandang, dan menutup semuanya dengan terpal. Untung saja, aku sudah terlatih menutup warung. Untung juga, kondisiku sedang baik, tidak ada mual dan gejala anemia seperti yang biasa kurasakan di hari-hari sebelumnya.
Selama proses menutup warung, orang-orang bertanya kenapa aku menutup warung yang baru saja dibuka setengah jam yang lalu oleh Kak Saripah. Dengan informasi yang hanya sedikit itu, aku memberi tahu mereka. Hasilnya, satu pasar pun geger. Kak Saripah, kakak iparku yang super gesit, super kuat, dan baik hati itu, kecelakaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengalir Dalam Riak - Antologi Cerpen dan Puisi
General FictionHidup sangat terkait pada takdir. Seringkali orang-orang meminta kita untuk mengikuti aliran takdir yang ada. Berawal dari buangan di selokan Aku mengikuti kelokan sungai dan benturan bebatuan Aku yakin Laut lepas dan bebas itu Di sanalah aku berakh...