Mama Juga Kesepian

3 1 0
                                    

Perihal kerasnya Mama selama ini, aku merasa bersalah sudah balik bersikap keras padanya. Aku merasa bersalah karena memberontak dan menghancurkan diriku sendiri. Padahal, kami ada dua manusia yang bernasib sama. Padahal, kami adalah dua manusia yang bisa saling mengisi.

Aku mungkin tidak punya Bapak, tapi aku punya Mama yang rela melakukan apapun demi berlangsungnya kehidupanku. Di banding kesepian yang kurasakan, tidakkah Mama lebih merasakan kesepian itu? Aku bisa bergantung pada Mama. Sedangkan, dengan siapa Mama bergantung?

Tidak ada yang membantunya saat sakit, saat kesulitan uang, saat mendapat hambatan-hambatan menyakitkan dalam hidupnya. Tidak ada yang melindunginya saat orang-orang mencemooh dirinya. Tidak orang yang menghapus air matanya saat ia terbangun di tengah malam karena luka-luka yang tak terlihat itu.

Apa yang kulakukan selama ini? Aku bersedih, dan mengabaikan kesedihannya? Aku kesepian dan mengabaikan kesepiannya? Aku merengek dengan kerasnya hidup padahal ia bahkan tidak bisa fokus pada kehidupannya karena memiliki tanggung jawab atasku. Jika aku mengingat kembali, bagaimana kesulitan-kesulitan yang Mama alami selama ini, sungguh apakah bisa dibandingkan dengan kerikil yang menggangguku? Aku benar-benar seorang pecundang.

Dari semua kebencian Mama pada Bapak, Mama tetap memberi kehidupan padaku. Mama tetap berusaha mencintaiku dengan semua kenangan buruk yang ia alami. Melahirkan dan membesarkan aku seorang diri. Aku malah sempat berpikir Mama bukan ibu kandungku. Benar-benar anak durhaka.

Aku rasa sudah cukup aku bersikap kekanakan. Sudah cukup aku menjadi remaja yang memalukan. Aku harus menjadi seorang anak yang bisa Mama banggakan.  Aku akan tunjukkan bahwa melahirkanku, mengurusku, membesarkanku, dan semua luka yang Mama dapatkan selama melindungiku, tidak akan pernah sia-sia.

Mengalir Dalam Riak - Antologi Cerpen dan PuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang