Day 8 - Cinta Ibu

18 4 0
                                    

Kata Ibu, saat aku lahir semua orang tidak percaya Ibu bisa membesarkanku dengan baik. Bahkan ayah kandungku menawarkan sejumlah uang pada Ibu agar aku bisa dirawat oleh orang lain. Tapi Ibu mempertahankanku. Pada Day 7 aku bercerita bahwa Ibu tidak selalu mengabulkan permintaanku. Ibu lebih sering menjawab tidak dan sebagian besar jawaban 'nanti' ibu juga berarti tidak. Apakah sebagai anak, aku semenyedihkan itu? Tidak juga. Pada tulisanku kali ini, aku akan memamerkan betapa Ibu memanjakanku.

Sejak kecil, kemampuan belajarku ada di atas rata-rata temanku yang lain. Bukan yang terpintar tapi aku cukup pintar. Hal ini membuatku bisa membuat ibu bangga dengan nilai-nilai sekolahku. Walaupun aku nakal dan sering bolos sekolah, saat SD aku tidak pernah berada di bawah peringkat 5 teratas. Setiap selesai pembagian rapor, Ibu akan mampir ke tiap kumpulan ibu-ibu yang sedang berbincang lalu memamerkan nilai-nilaiku. Tak perlu hadiah. Dengan Ibu membanggakan aku di depan orang lain, aku sudah merasa dimanjakan. Hal itu lebih baik dibanding aku mendengar Ibu membandingkan aku dengan anak lain yang lebih pintar dariku.

Jika banyak hal tidak bisa Ibu berikan, ada kemauanku yang dengan mudah Ibu turuti. Kecintaanku pada seni dan sastra. Sejak kecil, aku menyukai bacaan juga pelajaran prakarya. Teman-teman sebayaku akan kesal saat diberi pekerjaan rumah tentang prakarya namun aku akan sangat antusias. Membuat gerabah dari tanah liat, membuat lukisan dari biji-bijian, atau tempat pensil dari stik es krim. Percayalah, Ibu akan memberi semua yang kubutuhkan.

Saat membutuhkan bahan untuk prakarya, aku akan menemani Ibu bekerja dan menunggu hingga waktu Ibu istirahat. Ibu adalah kondektur Metromini 41 dengan trayek Terminal Tanjung Priok - Terminal Pulo Gadung. Siang hari, Ibu biasa beristirahat di Terminal Pulo Gadung dan inilah saatku beraksi. Ibu meminta izin supir untuk memakai sebagian penghasilan hari itu dan kami berdua akan mengunjungi sebuah toko bernama Toko Aneka. Toko Aneka adalah toko alat tulis dan olahraga yang terletak di depan terminal. Di sana kau akan menemukan semua yang kau butuhkan. Cat air, kuas, stik es krim, lem kayu, dan masih banyak lagi bahan ajaib lainnya. Yah, aku tidak bisa membeli semuanya sekaligus tapi pada akhirnya Ibu akan berusaha memenuhi kebutuhanku sebelum waktunya PR dikumpulkan. Lihat, Ibu sangat mencintaiku, bukan?

Tak hanya bahan prakarya. Buku panduannya pun Ibu carikan. Di Jakarta ada sebuah pasar yang menjual buku-buku bekas murah namun masih bagus kondisinya. Namanya Pasar Senen. Pasar ini terletak di Jakarta Pusat, di samping Terminal Senen. Tempat ini adalah tempat rekreasi bagiku. Menoleh ke arah manapun yang kau lihat hanyalah buku. Ya, buku-buku yang sangat banyak dan beragam. Selain mencari buku panduan prakarya, aku akan meminta Ibu membelikan Majalah Bobo dan Ibu akan membeli Teka-Teki Silang untuk dirinya sendiri. Betapa menyenangkan.

Hal ini terus berlanjut hingga buku yang kulahap semakin beragam. Pelan-pelan, aku meninggalkan Majalah Bobo lalu beralih ke komik dan novel. Kebutuhanku akan bacaan semakin mahal namun Ibu tidak pernah marah akan hal ini. Dengan uang dua puluh ribu rupiah, aku bisa membeli 5 buah komik. Padahal jika aku membeli Majalah Bobo aku bisa mendapat 10. Harga novel juga dua kali lipat dari komik. Dengan sangat baik, Ibu akan mengusahakannya.

Tentu saja aku tidak pernah memaksa Ibu memberi yang kuinginkan. Ibulah yang berinisiatif membawaku ke Pasar Senen setiap kali Ia memiliki uang lebih. Sebagai gantinya, aku juga akan membelikan Ibu buku Kumpulan Teka-Teki Silang saat uang hasil mengamen cukup banyak. Pasar Senen adalah tempat rekreasi kami.

Ada lagi kebaikan Ibu yang sangat ku hargai bahkan di umurku saat ini. Ibu mempercayaiku. Ibu tidak pernah protes pada jalan hidup yang kupilih. Jika sejak sekolah dasar aku mencintai prakarya dan sastra, masa sekolah menengah pertama aku mulai mengikuti pelatihan lukis dan beladiri taekwondo. Aku juga ikut pelatihan pencak silat di salah satu sanggar terbuka. Entah bagaimana Tuhan mengaturnya, semua pelatihan yang kuikuti tidak dikenakan biaya. Aku hanya perlu datang dan menyiapkan peralatan. Ibu tidak protes sama sekali walau semua kegiatanku itu membutuhkan pengeluaran yang tidak sedikit. Ibu bahkan membelikanku sepeda bekas dari tukang loak keliling agar aku tidak terlambat latihan.

Saat sekolah menengah atas, aku memutuskan masuk ke jurusan Ilmu Bahasa dan Budaya karena kecintaanku pada sastra. Ibu mendukungku. Begitu pun saat kegiatanku berikutnya semakin random, seperti ikut sebuah band musik dan mulai mengenal dunia teater. Ibu selalu mendukungku.

Aku bersyukur memiliki Ibu. Kuharap akan ada waktunya di mana aku bisa memanjakan Ibu seperti Ibu memanjakanku dulu. Saat ini salah satu yang bisa kulakukan hanyalah memamerkan Ibu pada semua orang, akulah anak didikan Ibu. Ibuku telah membesarkanku dengan baik.

Mengalir Dalam Riak - Antologi Cerpen dan PuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang