Harapan yang Dibekukan

15 3 0
                                    

Lagu-lagu yang muncul dari daftar lagu di sebuah aplikasi musik, terasa begitu mengusik. Cinta tidak mengerti mengapa lagu-lagu bertema kehilangan begitu mudah masuk tangga lagu teratas. Mungkin karena lagu-lagu itu mudah menyentuh hati banyak orang.

Cinta pun terhanyut saat mendengar sebuah lagu. Bukan bertema kehilangan, melainkan tentang seseorang yang takut bertambah dewasa. Cinta paham betul perasaan yang disampaikan oleh penyanyinya.

Bagi Cinta, pada awalnya berlari mengejar cita-cita terasa begitu menyenangkan. Cinta ingat, saat kecil Ibu dan Ayahnya bertanya, "Apa cita-citamu saat besar nanti?"

Wajah polos Cinta antusias melihat-lihat daftar profesi yang terdapat di Buku Tema dari sekolahnya. "Jadi Polwan, Bu, Yah," jawab Cinta mantap. Gambar wanita berseragam cokelat di buku itu terlihat sangat gagah.

Berjalannya waktu, hampir setiap tahun, Cinta mengganti cita-citanya. Cinta menunjuk tiap cita-cita seakan hanya itulah yang ia butuhkan untuk meraihnya. Dari polwan, Cinta beralih ke dokter gigi, berubah lagi ingin menjadi pelukis, lalu karena terinspirasi dari gurunya Cinta juga ingin menjadi seorang guru.

"Kamu harus rajin belajar," nasihat Ayahnya sebelum Cinta berangkat sekolah, "agar cita-citamu tercapai, ya, Cinta." Cinta menjawabnya dengan mengacungkan ibu jari.

Cinta rajin belajar. Ia pun selalu menjadi juara kelas. Namun, semakin bertambah usia Ia menyadari untuk meraih cita-cita tidaklah semudah menunjuk sesuatu. Terutama, setelah Ayahnya berpulang dan Ibunya harus membanting tulang demi Cinta dan adik-adiknya.

Sekolah Menengah Atas, ia berusaha membagi waktu untuk membantu Ibunya berjualan sambil menjaga nilai-nilainya tetap stabil. Namun, ia menelan kecewa karena lulus hanya dengan posisi sepuluh besar di kelasnya.

Orang-orang memujinya karena lulus dengan nilai baik, tapi harapan terasa jauh bagi Cinta. Ia menyadari, nilainya tidak akan cukup untuk bisa lolos melalui jalur beasiswa ke universitas pendidikan yang ia inginkan. Menantang kekhawatirannya, harapan Cinta patah begitu saja karena tidak lolos semua gelombang seleksi masuk. Tanpa beasiswa, Cinta tidak akan bisa kuliah. Tidak tanpa menyusahkan Ibunya. Sedangkan, adik-adiknya masih butuh banyak biaya sekolah.

Saat orang-orang ramai merasakan kehilangan kekasih hati, Cinta menangis karena kehilangan harapan. Ia harus melepas cita-citanya. Cinta harus berpuas diri menjadi seorang petugas kasir di swalayan. Walaupun begitu, Cinta tahu gadis sekeras kepala dirinya tidak mudah menyerah begitu saja. Cita-cita itu masih sering datang menjadi bunga dalam tidurnya.

Sampai pada suatu tahun, Cinta menyaksikan satu persatu teman-teman seusianya menjadi sarjana. Tiga diantaranya bahkan mulai menjalani profesi sebagai guru. Menatap dirinya di cermin, Cinta menghibur diri. Ia tak kalah hebat.  Ia hebat karena tak membebani Ibunya bahkan bisa membantu biaya sekolah adik-adiknya.

Bagaimanapun Cinta berusaha, ia tidak mampu mengatasi patah hatinya. Pada akhirnya Cinta sadar, selama ini harapannya tidaklah hilang. Ia hanya membekukannya di suatu tempat dalam hatinya. Cinta pun mulai menyusun strategi untuk menyusul ketertinggalannya. Membuka buku tabungan dan catatan pengeluaran bulanannya di depan keluarga kecilnya, Cinta mendapat sambutan hangat saat mengemukakan keinginannya untuk kuliah.

Mengalir Dalam Riak - Antologi Cerpen dan PuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang