Selasa malam, akhirnya Kak Saripah sudah bisa pulang. Perbannya belum dibuka, tapi kondisi kaki sudah bisa digerakkan. Tinggal pemulihan dan perawatan berkala. Belum bisa dibilang sembuh, setidaknya kakak iparku itu tidak harus terkurung di kamar rumah sakit.
Satu yang belum sembuh hanya hp suamiku. Aku masih belum bisa fokus menulis dan mengurus squad. Rasa bersalah karena tidak bisa melaksanakan kewajiban dan sedikit rasa kesal karena keterbatasan aktivitas membuatku frustasi. Mau bagaimana lagi? Tamet, suamiku, harus memegang HP agar bisa bekerja.
Di rumah, aktivitasku saat ini kemungkinan adalah membantu keperluan Kak Saripah. Hari ini, aku dan suami membeli sepasang kruk agar Kak Saripah bisa berjalan walau sedikit-sedikit.
Mungkin hari Jumat, aku sudah bisa membuka warung Kak Saripah. Kak Saripah akan memantau aktivitas dengan CCTV, tinggal keperluan belanja yang butuh bantuan orang lain. Kak Saripah belum bisa meninggalkan rumah. Sedangkan, kondisiku yang sedang hamil tidak bisa membantu.
Di rumah Kakak, tamu yang datang menjenguk dari pagi mengalir bak air bah. Hingga beberapa kali harus terjadi antrian karena ruang tamu yang sempit. Mereka datang membawa sejumlah bungkusan, uang, dan doa untuk kesembuhan Kak Saripah.
Aku belum pernah melihat penjenguk orang sakit datang sebanyak itu. Namun, aku bisa memakluminya. Kak Saripah orang baik. Selama ini ia orang yang tak pernah banyak berpikir saat akan membantu orang lain. Ia juga orang yang sangat dermawan. Aku rasa, ini adalah hal yang wajar. Hukum karma, ingat? Apa yang kau tanam, itulah yang kau tuai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengalir Dalam Riak - Antologi Cerpen dan Puisi
Narrativa generaleHidup sangat terkait pada takdir. Seringkali orang-orang meminta kita untuk mengikuti aliran takdir yang ada. Berawal dari buangan di selokan Aku mengikuti kelokan sungai dan benturan bebatuan Aku yakin Laut lepas dan bebas itu Di sanalah aku berakh...