Penabrak Kak Saripah adalah seorang supir pickup pembawa karangan bunga yang masih baru. Bos yang mempekerjakan, mau bertanggung jawab, tapi ia berterus terang bahwa uang yang dia miliki tidak banyak. Berkali-kali meminta maaf, ia menanyakan perihal kepemilikan BPJS kesehatan untuk meringankan bebannya. Dokter bilang, kemungkinan BPJS tidak menanggung semua biayanya. Mereka harus mengurus asurasi Jasa Raharja.
Aku menemani Kak Saripah di rumah sakit. Sementara, Kak Supri dan bos muda itu berusaha meminta surat keterangan dari kepolisian, agar bisa mengurus klaim asuransi itu. Namun, polisi justru memperumit prosesnya.
Setengah hari Kak Saripah terlantar tanpa tindakan, mereka baru mendapatkan surat keterangan setelah membayar tujuh juta untuk pihak kepolisian. Uang yang harusnya bisa diterima kakak iparku sebagai biaya ganti rugi kecelakaan dan motor yang rusak, harus jadi milik sang polisi. Kak Saripah hanya menerima tiga juta sebagai ganti biasa perbaikan motor.
Mau bagaimana lagi, si bos muda memelas bahwa ia pun masih harus keluar uang yang cukup besar untuk mengeluarkan mobilnya yang masih tertahan di kantor polisi. Kami tidak tega, jadi menerima seadanya. Kami pikir, yang penting biaya rumah sakit sudah ringan karena BPJS dan Jasa Raharja.
Aku masih belum bisa memegang HP. HP-ku masih jadi milik Tamet, karena HP-nya belum juga bisa diperbaiki. Kupikir, aku bisa menulis dengan meminjam HP Kak Saripah. Ternyata, saat kecelakaan terjadi, HP Kak Saripah diambil orang. Dilacak dari lokasi terakhirnya dan kronologis kejadian, sepertinya HP itu diambil oleh seorang ojek online sewaktu TKP sedang ramai. Yah, Kakak masih beruntung karena bukan tas yang hilang. Tas itu berisi sejumlah uang untuk belanja.
Aku tidak bisa menggunakan HP di rumah sakit. Sementara malam hari, Tamet bersikeras HP juga tidak boleh dimainkan. Tamet bilang, khawatir ketika ia mau berangkat kerja, baterainya tidak cukup untuk di jalan. Aku benar-benar tidak mau memperparah pikirannya. Jadi, aku memilih untuk menjadi seseorang yang kurang ajar. Mengabaikan kewajibanku sebagai guardian, menunda setoran tulisan, dan fokus mengurus kakak iparku.
Bolak balik mengurus beragam berkas, yang kadang harus naik turun lif, tangga, dan pindah gedung. Aku benar-benar bersyukur bayiku di dalam perut sangat pengertian. Aku juga bersyukur kondisi kesehatanku baik-baik saja. Hanya tinggal kantuk yang luar biasa karena tidak bisa tidur nyenyak di kamar rumah sakit saat menjaga Kakak di malam hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengalir Dalam Riak - Antologi Cerpen dan Puisi
General FictionHidup sangat terkait pada takdir. Seringkali orang-orang meminta kita untuk mengikuti aliran takdir yang ada. Berawal dari buangan di selokan Aku mengikuti kelokan sungai dan benturan bebatuan Aku yakin Laut lepas dan bebas itu Di sanalah aku berakh...