Pengamen Cilik

11 2 0
                                    

Memainkan sebotol Yakult kosong yang diisi beras, aku menyanyikan sebuah lagu di atas metromini. Hanya lagu sederhana apa pun yang sedang tren saat itu. Setelah menyanyikan lagu, aku melepas topiku dan mulai menghampiri satu per satu penumpang di dalamnya. Menyapa mereka dengan sopan sambil mengulurkan topiku. Berharap beberapa dari penumpang itu memasukkan sedikit receh ke dalamnya. Ya, aku menjadi seorang pengamen.

Pertama kali aku mengamen adalah saat Mama masih berjualan koran. Aku memperhatikan anak-anak berpenampilan lusuh yang membawa  sebatang kayu kecil yang memiliki satu paku. Paku itu tertancap bersama beberapa tutup botol logam yang dipipihkan. Saat batang kayu digoyang, akan menimbulkan suara kecrek. Banyak orang akhirnya menamai benda itu kecrekan.

Aku melihat bagaimana anak-anak itu mencari uang. Mereka hanya bernyanyi dan orang-orang akan memberi mereka uang. Bahkan, jumlah uangnya lebih banyak dibanding mama yang berteriak-teriak seharian menjajakan korannya. Aku melihat peluang. Peluang untuk membantu Mama.

"Ma, Tiyas ngamen aja, ya?" Aku sangat ingat itulah pertanyaan yang kuajukan pertama kali.

Mama terlihat ragu, tapi aku sangat mengenal Mama. Mimik wajah itu menandakan Mama sedang berpikir, bukan marah. Jika Mama tidak marah, artinya peluangku diizinkan cukup besar. "Masa, ngamen, dek?" Mama bertanya balik.

"Kan lumayan, Ma, uangnya." Tiyas akan mengumpulkan uang dengan rajin untuk Mama. Aku si siswa kelas 2 SD bersemangat saat memikirkan hal itu.

Mengalir Dalam Riak - Antologi Cerpen dan PuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang