Setoples Nigreta

6 2 0
                                    

Pantai terlihat sangat bersahabat. Cuacanya cerah dan ombaknya tidak terlalu besar untuk berenang. Untung saja Candice dan teman-temannya memilih pantai sebagai pengisi waktu liburan mereka hari ini. Beberapa anak kecil membuat istana pasir. Walaupun bentuknya tidak terlalu bagus, jelas sekali mereka membuatnya dengan sungguh-sungguh. Menoleh sedikit ke kanan, Candice melihat seorang wanita muda yang sedang bermain ayunan yang di dorong oleh seorang pria. Sepasang kekasih itu terlihat sangat bahagia. Ah, pemandangan itu menambah kebahagiaan Candice hari ini.

Kemarin Candice sudah sibuk sejak pagi. Candice membuat nigreta untuk acara pantainya. Dengan penuh kesabaran, Candice melumuri bagian atas kue-kue kecil itu dengan cokelat murni dan menggambar bentuk-bentuk lucu dengan cokelat putih. Candice yakin, teman-teman akan menyukainya.

Tidak lama setelah bermain cukup lama di pantai, Candice merasa ini waktu yang tepat untuk cemilan.

"Waktunya ngemil...!" seru Candice dengan ceria. Ketiga temannya itu langsung mengerubunginya. Penasaran dengan cemilan hari ini.

"Apa nih?" tanya Vanya

"Taraaa... Nigreta!" Candice mengacungkan setoples nigreta yang ia buat kemarin.

Di luar dugaan, ketiga temannya tidak menunjukkan antusias yang sama dengan Candice. "Yah, Candy. Kamu lupa ya? Aku alergi kacang." Vanya mengerutkan keningnya.

Keke mundur selangkah. "Candy, aku lagi jerawatan, nggak mau makan kacang."

"Candy, itu kelihatannya enak sekali, tapi sayangnya aku lagi diet." Tasya memberi tatapan menyesal.

Candice sedih sekali. Padahal ia sudah bersusah payah membuatnya untuk dimakan bersama. Melihat Candice bersedih, Keke berkata, "Aku mau deh, cicip satu."

Dengan erat, Candice mendekap toples itu dalam pelukannya. "Nggak boleh. Nanti kalau jerawatan aku yang disalahin."

"Jangan marah ya, Candy..."

"Aku nggak marah, kok," jawab Candy jujur.

Ya, Candice memang tidak marah. Candice yang salah membuat kue tanpa memperhatikan kondisi teman-temannya. Meski tidak marah, Candice tetap merasa sedih. Candice berusaha ceria tapi yang ada di kepalanya sekarang hanya nigreta.

Murung di sepanjang sisa hari, Candice tidak lagi bisa menikmati liburan mereka. Kemana-mana, Candice membawa toples nigretanya. Ia memutuskan untuk menghabiskan semuanya sendirian. Namun, Candice yang tidak terbiasa makan banyak hanya bisa menghabiskan setengahnya hingga malam hari. Candice jadi menyesali dirinya yang terlalu rajin menyenangkan hati teman-temannya.

Masih membawa toples nigretanya, saat teman-teman beristirahat di Villa, Candice keluar sendirian. Duduk di pasir pantai sambil memakan nigretanya dengan pelan.

"Makan apa?" Seorang laki-laki menyapanya.

Pria yang sama sekali asing. Candice tidak suka bicara dengan orang asing. Jadi Candice hanya mengacuhkannya. Melihat Candice yang bersikap dingin, pria itu tidak bertanya lebih jauh. Pria itu berjalan sedikit di depannya dan menggambar sesuatu di pasir pantai. Karena pria itu tepat di depannya, mau tidak mau Candice jadi memperhatikannya. Sebagian gambar yang dibuat pria itu hilang oleh air laut yang pasang surut tetapi pria itu tidak lelah menggambarnya lagi dan lagi.

Merasa gemas, Candice pun berbicara. "Kau harus membuat parit atau dinding agar gambarmu tidak terhapus."

Laki-laki itu terlihat bingung. Cahaya bulan membuat wajah pria ini lebih jelas sekarang. Candice pun mengenali pria ini sebagai pria yang mendorong ayunan kekasihnya tadi pagi. Candice menghampiri pria itu dan membantu membuat tanggul dari tumpukan pasir pantai.

"Oh. Terima kasih," ucapnya. Melihat toples yang dibawa-bawa Candice, laki-laki itu tersenyum. "Nigreta, ya? Ibuku dulu sering membuatnya."

"Kau mau?" Candice mengulurkan toples itu. Ia juga sudah tidak bisa makan lebih banyak lagi.

"Kalau boleh, aku ingin memberikannya pada adik perempuanku. Ibu sudah setengah tahun ke luar kota, jadi dia pasti cukup merindukan kukis ini."

Candice menunjuk ayunan yang tidak jauh dari mereka. "Apa adikmu adalah wanita yang bermain ayunan di sana tadi pagi?"

"Kau melihatnya?"

Candice mengangguk. Rupanya wanita itu adalah adiknya, pikir Candice. Setelah pria itu menerima toples nigretanya, Candice mengulurkan tangan. "Aku Candice. Teman-teman biasa memanggilku Candy."

"Aku Tommy." Tommy menyambut uluran tangan Candice dengan hangat.

Mereka pun jadi mengenal lebih dekat malam itu. Tommy sebagai penduduk lokal pantai ini, ternyata pria yang cukup ramah. Bersemangat lagi karena mendapat teman baru, Candice pun berniat untuk membuat dua jenis cemilan saat kunjungan berikutnya. Camilan untuk teman-temannya dan setoples nigreta untuk Tommy dan adiknya.

Mengalir Dalam Riak - Antologi Cerpen dan PuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang