Guru-guru di sekolah seringkali mengajarkan untuk tidak egois. Julukan mereka untuk orang yang mementingkan dirinya sendiri. Asal manusia egois senang, orang lain tidak perlu dianggap.
Bagaimana dengan mereka mereka selalu mementingkan orang lain di atas diri mereka sendiri? Julukannya beragam. Ada yang menyebutnya si bijaksana, si baik hati atau si dermawan. Namun, tidak sedikit yang menjulukinya si bodoh, si dungu, si mau-an, si gampangan, atau si sok pahlawan.
Bolehkah kita egois? Tidak boleh. Tapi kita harus melakukan apapun sesuai porsinya. Ada hak dan kewajiban yang harus diseimbangkan. Kewajiban kita membantu sesama tapi diri kita memiliki hak untuk dibantu lebih dulu.
Terkadang, menutup mata pada suatu masalah orang lain, itu diperlukan. Percayalah, saya bukan orang mudah mengabaikan kesulitan orang lain. Karena hal itu, saya pun mengalami kesulitan.
Pernahkah kamu menemukan seseorang, yang setelah dipinjami uang sekali, ia menjadi sering datang untuk meminjam uang? Apa pernah kamu membantu orang lain lalu orang itu menjadi ketergantungan? Atau, apa pernah kamu menolong seseorang lalu orang itu berbalik marah padamu? "Saya kan ga minta dibantu," katanya.
Sebelum membantu orang lain, lihatlah dulu apa yang lebih darimu. Jangan membantu dalam hal apapun yang kamu pun kekurangan. Lihat dari berbagai sisi, apa orang yang meminta bantuan itu benar-benar membutuhkan bantuan. Pikirkanlah, benarkah permintaannya adalah hal yang benar-benar ia butuhkan.
Ada banyak manusia yang unik di dunia ini. Seringkali, mereka hanya ingin mencari jalan pintas tanpa berusaha lebih keras. Ada juga yang mengira, dengan bantuan uang maka semuanya akan selesai padahal ada jalan lain untuk membantu. Ada juga orang yang begitu keras kepala tidak mau menerima bantuan orang lain padahal orang lain sudah berniat membantu. Tentu saja ada banyak orang yang benar-benar membutuhkan bantuan dan orang inilah yang harus kita bantu semampu kita.
"Membantu orang lain tidak akan memberi manfaat. Hanya akan menyusahkan. Orang yang dibantu pun belum tentu bisa membantu balik saat kita susah. Lagipula, saya tidak punya uang untuk dibagikan pada orang lain," alasan si egois yang berhati keras.
Saya memiliki ayah sambung. Ayah sambung saya ini, memiliki anak kandung yang tinggal jauh darinya. Ia selalu baik pada saya, juga pada orang lain. Jika saya tanya, "Kenapa sih, Daddy selalu baik sama orang?"
"Karena saya berharap anak saya yang jauh, juga dibaikin sama orang," jawabnya.
Untuk orang yang sangat percaya karma, sangat percaya prinsip sebab akibat, saya setuju kebaikan bisa digunakan untuk tujuan seperti itu. Naif? Kurang bukti? Biar saya tunjukkan contoh lainnya.
Suatu ketika, saya sangat kesulitan karena suatu hal. Saya tidak melihat jalan keluar sama sekali. Lalu, setelah bertahun-tahun, saya bertemu teman lama. Obrolan kami entah bagaimana jadi mengarah pada kesulitan yang saya alami, dan dengan mudahnya ia membantu saya. Bantuan yang sangat besar bagi saya.
Karena terkejut, saya bertanya, "Kenapa kamu membantu saya semudah ini?"
"Karena kamu teman pertama yang saya punya di kelas. Kamu adalah orang pertama yang gigih mengajak saya bicara. Jika bukan karena kamu, mungkin saya tidak akan bisa berbaur dengan teman-teman," jawabnya.
Saya sangat terharu. Padahal bagi saya, itu bukan apa-apa. Namun, itu adalah hal yang sangat berarti baginya. Lihat, bahkan kebaikan kecil bisa berbuah manis.
Tidak mudah. Kita semua harus belajar dan membiasakan diri. Jangan egois. Jangan mementingkan diri sendiri. Jangan juga mementingkan orang lain di atas diri sendiri. Namun, bantu dan dukung mereka yang benar-benar membutuhkan. Semua, akan ada karmanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengalir Dalam Riak - Antologi Cerpen dan Puisi
Ficção GeralHidup sangat terkait pada takdir. Seringkali orang-orang meminta kita untuk mengikuti aliran takdir yang ada. Berawal dari buangan di selokan Aku mengikuti kelokan sungai dan benturan bebatuan Aku yakin Laut lepas dan bebas itu Di sanalah aku berakh...