Hari ini aku akan menceritakan padamu sebuah kehidupan yang mungkin belum pernah kau lihat sendiri atau hanya kau lihat sekilas. Sebuah kehidupan di Terminal Pulo Gadung, Jakarta Timur.
Pekerjaan Ibu yang seorang kondektur metromini membuatku dekat dengan kehidupan di terminal. Di waktu subuh, metromini Ibuku akan bersiap di terminal ini untuk mencari penumpang pertamanya. Hal yang akan kau temui di jam segini adalah gelandangan yang masih tertidur di trotoar, di atas meja warung yang tutup, di aspal pojok terminal, di samping toilet umum, juga di dalam angkutan umum yang lupa ditutup oleh pemiliknya. Beberapa warung baru saja tutup dan sebagian lagi baru buka. Beberapa pedagang minuman gerobakan yang rajin bersiap membuka terpalnya sementara pedagang asongan belum terlihat dimana-mana.
Satu rit (rit adalah hitungan satu putaran dari titik berangkat hingga kembali lagi. Contoh: Dari terminal Pulo Gadung ke Terminal Tanjung Priok hingga kembali lagi ke Terminal Pulo Gadung) pertama dilewati, saat ini Terminal Pulo Gadung sudah diterangi oleh cahaya matahari. Pedagang asongan sudah mulai banyak, gelandangan tidak terlihat dimana-mana sedangkan para calo pencari penumpang bermunculan.
Menuju tengah hari, pengamen akan ada di setiap pandangan. Berkumpul dan berteduh di antara pedagang gerobakan yang membuka payung besar di atasnya. Pengamen dewasa akan mengambil posisi di deretan bus kota sedangkan di dekat metromini dan kopaja pengamen didominasi oleh anak-anak. Kulit mereka cokelat karena terlalu sering berada di bawah sinar matahari. Masing-masing mereka membawa alat musik yang beragam, botol yang berisi beras, kecrekan dari tutup botol minuman, atau gitar kecil yang bersuara nyaring. Dengan melihat wajah mereka, kau akan menyadari beberapa dari mereka bersaudara.
Tengah hari, adalah waktu istirahat. Warung-warung makan terbuka semua. Orang-orang yang mampir di dalamnya beragam namun hampir seluruhnya adalah para supir angkutan umum. Walau tampilan luarnya terlihat sama, jika kau seorang muslim kau harus teliti memilih warung makan mana yang ingin kau masuki. Tidak semuanya adalah warung nasi uduk, warung Tegal, atau warung makan Padang. Aku diomeli Ibuku karena masuk ke warung yang menjual makanan dari babi. Kau harus maklum, para supir yang kebanyakan dari Sumatra Utara sering merindukan masakan dari daerah asal mereka.
Walau terlihat ramai, kau harus waspada. Saat ini para copet dan jambret sedang mengintai mangsanya. Jika kau kehilangan dompet atau handphone kau tidak bisa mengandalkan pertolongan orang sekitar. Para pedagang mungkin hanya memberi tatapan kasihan sementara supir dan kondektur tidak peduli. Para pengamen akan bersorak menonton hal seru bagi mereka. Polisi? Haha. Polisi dan penjahat berteman baik di terminal. Kau pikir siapa yang membayar kopi polisi itu saat mereka duduk di sebuah warung?
Sore hari saat langit mulai jingga, penumpang tidak lagi sebanyak sebelumnya. Ibu harus berteriak selama sekitar setengah jam sebelum kursi metromini ibu terisi seluruhnya. Para pengamen mulai hanya bermain-main tidak lagi berebut menaiki metromini. Gerobak penjual minuman terlihat kosong tidak ada yang menjaga. Kemungkinan pemiliknya sedang mandi di toilet umum.
Matahari sudah tenggelam, Ibu mencari penumpang untuk rit terakhirnya. Saat ini terminal terlihat berbeda. Kau akan melihat banci bermunculan dan ibu-ibu berlipstik merah menyala duduk di warung yang tutup setengah. Para penjahat, pemabuk dan penjudi lotre mulai memenuhi terminal. Jika kau seorang wanita muda yang membawa tas besar seperti pendatang baru di Jakarta, hati-hati. Seorang wanita gemuk berwajah baik hati mungkin akan mengajakmu bekerja dengannya, sebagai pemuas laki-laki hidung belang. Ya, seseorang yang dipanggil Mami itu adalah muncikari dari para pelacur di terminal.
Hal yang kuceritakan ini adalah situasi di Terminal Pulo Gadung saat aku berusia 7-15 tahun. Saat ini Terminal Pulo Gadung sudah sangat berubah. Terakhir aku mengunjunginya, metromini tidak ada lagi, berganti dengan mikrolet yang menggunakan sistem uang elektronik. Transjakarta menambah koridornya dan angkutan online menguasai dunia transportasi. Pengamen tidak terlalu terlihat. Aku juga tidak lagi bisa menemukan preman-preman terminal yang dulu ku kenal. Entah mereka bersembunyi dengan baik atau sudah berganti generasi, atau pemerintah berhasil membasmi mereka sepenuhnya. Bagus? Tidak juga. Percayalah kau akan menangis jika para supir angkutan itu mengeluhkan betapa sulitnya hidup mereka karena tidak ada lagi penumpang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengalir Dalam Riak - Antologi Cerpen dan Puisi
Ficção GeralHidup sangat terkait pada takdir. Seringkali orang-orang meminta kita untuk mengikuti aliran takdir yang ada. Berawal dari buangan di selokan Aku mengikuti kelokan sungai dan benturan bebatuan Aku yakin Laut lepas dan bebas itu Di sanalah aku berakh...