Zidan

12 3 0
                                    

"Anakku rewel sekali. Kalau kemauannya tidak dituruti, dia akan marah-marah," gerutu seorang wanita dalam perbincangannya di meja sebelah. Raya baru menyadari bahwa restoran ini semakin ramai.

"Anakku juga. Dia jadi banyak menuntut sejak adiknya mulai masuk sekolah. Katanya, karena aku lebih memperhatikan adiknya dibanding dia. Aku jadi bingung," jawab seorang wanita lainnya.

Berusaha tak mendengar, Raya menatap Zidan yang sedang memakan es krimnya. Hatinya sakit sekali. Raya ingin Zidan bisa seperti anak mereka. Merengek saat meminta sesuatu, marah, dan berkata cemburu pada saudaranya.

Zidan membalik mangkuk es krimnya. Membuat segumpal es krim itu berada tepat di atas spagettynya. Dengan tangan, Zidan mengaduk es krim dan spagettynya. Orang-orang yang melihat mulai berbisik-bisik. Merasa tak nyaman, Raya menyerahkan garpu pada Zidan.

"Zidan, anak Mama yang ganteng, mau coba makan pakai garpu?" tanya Raya. Zidan mengambil garpu itu dan mencelupkannya dalam gelas tehnya. Dengan hati-hati, Raya mengambil garpu itu dan mencontohkan cara memakainya. "Zidan bisa ambil spagettynya begini, lalu masukkan mulut. Mau coba?"

"Aaaaaah!" Zidan menepis tempat tisu hingga terjatuh ke lantai. Zidan hendak melempar piring, namun Raya segera menghentikannya. Zidan mulai berteriak-teriak.

Melihat Zidan tiba-tiba mengamuk, Raya segera memeluknya. "Iya, iya, sayang. Mama salah. Zidan mau apa, Nak?" Tak menjawab, Zidan hanya terduduk dan meraung-raung di lantai.

Seorang pelayan menghampiri mereka dan berkata, "Bu, maaf, teriakan anak Ibu menganggu pelanggan lain yang sedang makan."

Raya menyadari orang-orang menatapnya dengan kesal. Menahan kesedihan, Raya menjawab pelayan itu sambil tersenyum, "Maaf ya, Mbak." Raya segera membawa keluar Zidan yang meronta dalam gendongannya. Setelah itu, butuh waktu hampir setengah jam untuk menenangkan Zidan.

Sejak usia tiga tahun, dokter memvonis Zidan sebagai penderita autisme. Jika dilihat sekilas, Zidan tidak ada bedanya dengan anak-anak lain seusianya. Namun, Zidan tidak bisa bicara dengan lancar, hanya berteriak-teriak saat ingin sesuatu. Hingga saat ini walau usia Zidan sudah mencapai tujuh tahun. Seringkali, Raya harus berpikir keras agar bisa memahami apa yang diinginkan Zidan.

Kalau dipikir-pikir, banyak orang dikaruniai kemampuan verbal yang baik tetapi tidak menggunakannya dengan maksimal. Raya memiliki teman yang lebih suka kode-kodean dengan suaminya dibanding berdiskusi langsung. Banyak juga orang tua yang memarahi anaknya karena berkata jujur hingga sang anak lebih memilih menyembunyikan perasaannya. Raya menatap Zidan yang sekarang tengah bermain dengan di rerumputan. Memang butuh banyak kesabaran, terapi, dan pengobatan tetapi Raya harap Ia bisa mendengar lebih banyak kata dari mulut Zidan.

Mengalir Dalam Riak - Antologi Cerpen dan PuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang