Walaupun aku sudah menjaga agar hubungan aku dan Mama baik-baik saja. Sepertinya pertengkaran kami tidak bisa dihindari. Mama keras dan aku semakin lelah dengan sikap Mama. Aku yang tadinya takut, lama kelamaan menjadi muak. Aku tidak bisa menerima kemarahan-kemarahan Mama. Setiap Mama marah, aku akan balik marah. Kadang kala, aku memilih untuk pergi keluar dan menyendiri.
Hubungan kami yang buruk membuatku tidak lagi menghargai kehidupan. Aku merasa ditinggalkan. Sudah tidak punya bapak, aku merasa tidak disayang oleh Mama. Akhirnya aku pun mulai mencari kesenangan palsu di luar rumah. Kesenangan yang perlahan membuatku rusak.
Awalnya, aku hanya sering bolos sekolah. Memilih mengamen dan memakai uangnya untuk menyenangkan hati. Seringnya aku bolos sekolah sudah dimulai sejak aku kelas 4 SD saat aku merasa tidak nyaman dengan lingkungan sekolahku. Kelas 5 SD aku sampai hampir dikeluarkan dari sekolah karena total absen lebih dari sebulan. Berkat Mama yang memohon pada pihak sekolah dan karena nilai akademikku yang baik, akhirnya aku diberi keringanan. Di rapor SD, aku tertulis tidak masuk tanpa keterangan hanya sebanyak 29 hari, agar bisa memenuhi ketentuan naik kelas.
Tadinya, aku bolos sekolah hanya karena lingkungan sekolah dan karena aku menyukai sensasi mencari uang sendiri. Lama kelamaan alasan itu bertambah. Pertemuanku dengan bapak kandung di masa kelas 1 SMP, membuatku memikirkan banyak hal buruk. Belum lagi sikap Mama yang semakin tidak bersahabat sejak kedatangan Bapak. Mama sering membawa-bawa Bapak dalam kemarahannya. Hal yang menurutku aneh sekali. Tidak nyaman di sekolah, tidak nyaman di rumah. Aku tidak nyaman di mana pun. Kecuali, jalanan.
Aku mulai mengenal cinta monyet. Suatu hal yang juga menyenangkan bagiku. Berganti pasangan berkali-kali, memiliki pasangan yang memperhatikan, juga mendapat barang-barang, semua itu terasa menyenangkan. Membuatku memiliki hal lain untuk dipikirkan selain memikirkan suasana rumah yang bagiku sangat berantakan.
Tidak cukup sampai di situ, aku mulai masuk ke dunia yang cukup gelap. Aku belajar merokok. Orang-orang dewasa selalu merokok setiap banyak pikiran. Kukira, merokok bisa mengurangi bebanku. Pertama mencobanya, aku tidak suka. Aku tersedak asap dan rasanya sangat tidak enak. Meski begitu, aku tetap merokok karena kupikir, aku hanya belum terbiasa.
Dibanding rokok, aku justru lebih menyukai ekstasi. Ya, aku mengenal obat-obatan terlarang. Bukan jenis mewah yang membutuhkan banyak uang yang untuk mendapatkannya. Ini hanya pil-pil murahan yang kadang kedaluwarsa, yang dulu bisa kudapatkan dari pedagang apotik yang nakal. Harganya hanya lima ratus rupiah per butir. Aku biasa menelan 3-5 butir dalam sekali konsumsi. Jauh lebih sedikit dari beberapa orang yang kukenal. Meski begitu, aku merasa cukup. Obat ini ampuh. Aku tidak perlu memikirkan banyak hal dalam beberapa waktu. Hanya ada kekosongan. Jika beberapa teman mengalami halusinasi, aku justru mendapat efek ketenangan. Sesuatu kubutuhkan kala itu.
Meski begitu, aku tetaplah sangat menyayangi Mama. Senakal apa pun aku di luar rumah, Mama tidak pernah tahu. Aku hanya melakukan hal buruk saat Mama tidak pulang karena bekerja. Aku juga nakal di lingkungan yang sangat jauh dari rumah. Tempat para tetangga tidak bisa memergoki aku. Sungguh, di depan Mama aku masih berpura-pura jadi anak baik, meski kami sering bertengkar seperti apa pun itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengalir Dalam Riak - Antologi Cerpen dan Puisi
Ficção GeralHidup sangat terkait pada takdir. Seringkali orang-orang meminta kita untuk mengikuti aliran takdir yang ada. Berawal dari buangan di selokan Aku mengikuti kelokan sungai dan benturan bebatuan Aku yakin Laut lepas dan bebas itu Di sanalah aku berakh...