69 - Satu per Satu

4.7K 721 10
                                    

REJECT ME BY GALEXIA

Instagram : @gaalexiaa dan @hf.creations

***

     Di sebuah lorong serba putih itu, Shena mendudukkan dirinya di salah satu kursi panjang. Kepalanya tertunduk dengan mata terpejam. Sementara satu tangannya ia gunakan untuk memijat pelipisnya yang terasa pusing bukan main.

    Ini sudah tengah malam. Shena tadi tengah tertidur lelap di kamarnya saat beberapa panggilan tak henti masuk melalui ponselnya, membangunkan gadis itu dari tidur. Ternyata itu dari dokter Novi, teman mamanya yang Shena kenal. 

    Shena masih dalam keadaan setengah sadar saat dokter Novi bilang mamanya drop setelah melakukan operasi besar terhadap salah satu pasien pengidap penyakit jantung. Seluruh sel tubuhnya langsung menyala saat mendengar kabar tak mengenakkan itu. Dengan cepat Shena bergegas keluar rumah mencari taksi yang bisa membawa dia secepat mungkin menuju rumah sakit. 

    Shena mengangkat kepala saat mendengar suara langkah kaki cepat dan suara napas yang menderu saling bersahut-sahutan seperti habis berlari. Matanya menyipit, memastikan bahwa sosok di hadapannya ini nyata. 

    "Sorry aku baru baca chat kamu." Belum sempat Shena memproses semuanya Arga sudah berlutut di hadapannya dan memegang kedua bahu gadis itu. "Kamu gapapa? Ke sini naik taksi ya tadi? Lain kali langsung telepon aku aja ya? Bahaya tengah malem keluar sendirian."

Shena masih terdiam. Isi di dalam kepalanya masih terlalu rumit untuk sekedar menjawab pertanyaan beruntun Arga. 

Kini gantian satu tangan Arga ia gunakan untuk mengelus rambut Shena yang terurai sedikit berantakan. "Mama kamu di mana? Gimana keadaannya sekarang?"

Keterdiaman Shena membuat Arga makin khawatir. Raut wajahnya jelas menunjukan hal itu. Dahinya berkerut tegang, sementara matanya menunjukan tatapan harap-harap cemas. Kalau sampai mama gadis itu kenapa-napa Shena pasti akan hancur. Dan Arga tak suka melihat Shena hancur. 

Arga mencopot jaket yang ia kenakan sambil terus berusaha mengajak Shena berbicara. "Kamu panik langsung cepet-cepet ke sini ya tadi? Lihat, ini masih pakai piyama pendek gini emang gak dingin?" Jaket yang semula ia kenakan berpindah pada Shena. Arga tidak hanya menyampirkan jaket itu di bahunya, dia benar-benar memasangkannya. Memasukkan kedua lengan Shena ke dalam jaket dan menarik resleting ke atas  sampai menyentuh dagu gadis itu. Memastikan udara malam ini tidak akan membuat Shena kedinginan. 

"Kak Arga seharusnya nggak perlu nyusul ke sini, ini udah tengah malem. Aku tadi ngechat cuma mau ngabarin aja." Akhirnya Shena buka suara. Mata lelahnya menatap Arga lurus.

"Mana bisa gitu. Justru karena ini udah tengah malem ya kali aku biarin kamu sendirian," balasnya tak terima. "Mama kamu gimana keadaannya? Udah diperiksa sama dokter? Apa katanya?"

"Kata dokter mama dehidrasi sama kecapekan. Pola hidupnya nggak sehat. Mama terlalu banyak melakukan pekerjaan sementara nutrisi dalam tubuhnya kurang. Jadi drop deh." Shena menjelaskan dengan suara yang lemah. 

"Mama di mana sekarang?" Arga mengulang pertanyaannya yang tadi.

Kepala Shena menoleh ke kiri, menunjuk sebuah ruangan dengan dagunya. "Di dalem. Masih tidur, efek obat yang dikasih sama dokter."

"Kamu kenapa di luar? Nunggu di dalem aja harusnya. Ada tempat kan?" tanya Arga dengan nada rendah. Dia benar-benar bicara selembut mungkin, seolah dia sedang berbicara dengan anak kecil.

"Sumpek. Di sini udaranya lebih seger."

"Seger apaan, dingin ini. Kita masuk ke dalem aja ya?" 

Mata Shena terpejam. Selanjutnya dia menggeleng keras menolak gagasan Arga. Pikirannya sedang sumpek sekarang. Berada di luar ruangan seperti ini sedikit banyak bisa membuatnya lebih lega. 

REJECT METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang